Friday, October 4, 2019

LANDASAN SOSIOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta didik hidup dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan peserta didik berasal dari masyarakat, dididik oleh masyarakat dan akan kembali kepada masyarakat. Ketika peserta dididik akan kembali kepada masyarakat, maka dia harus memiliki sesuatu yang menggambarkan masyarakat kepada dirinya. Baik itu kompetensi, pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang dapat berguna bagi masyarakat dimana dia hidup dan tinggal.
Inilah mengapa, pendidikan bukan hanya sekedar pembelajaran, akan tetapi lebih daripada itu semua. Kehidpuan masyarakat penuh dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya sehingga dalam pembentukan sebuah kurikulum yang akan dijalankan oleh peserta didik, landasan sosiologis mendapatkan tempat yang penting selain landasan filosofis dan landasan psikologis. Dengan pendidikan, kita mengharapkan munculnya peserta didik yang mampu membaur dan mengabdi kepada masyarakat. Sehingga dibutuhkan sistem pendidikan yang mengerti benar bagaimana masyarakat serta hal-hal apa yang ada didalamnya. Oleh karenanya, landasan sosiologis sebagai landasan penting dalam pengembangan kurikulum diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan input yang diolah oleh lembaga pendidikan di sekolah maupun madrasah.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Makna Landasan Sosiologis?
2.      Apa Ruang Lingkup Landasan Sosiologis?
3.      Apa Implikasi Landasan Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui makna landasan sosiologis
2.      Mengetahui ruang lingkup landasan sosiologis
3.      Mengetahui Implikasi Landasan Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum



BAB II
PEMBAHASAN
A.  LANDASAN SOSIOLOGIS
Konsep pendidikan tidak dapat lepas dari masyarakat. Pendidikan yang tepat bagi peserta didik adalah pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Dalam perspektif Sosiologi, banyak ditemukan konsep dan pengertian pendidikan. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Emile Durkheim seorang tokoh Sosiologi yang mengemukakan bahwa pendidikan adalah proses mempengaruhi yang dilakukan oleh generasi orang dewasa, kepada mereka yang belum siap untuk melakukan fungsi-fungsi sosial. Sasarannya adalah melahirkan kondisi fisik , intelek, dan watak yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.[1]
Dalam mengambil keputusan tentang kurikulum para pengembang harus mempertimbangkan kondisi riil dan keragaman budaya (multikulturalisme) dalam masyarakat. Menurut Muzamil Basyir dan M. Sa’id masyarakat adalah komunitas yang terdiri dari individu-individu yang hidup pada tempat tertentu yang saling berhubungan baik masalah kenegaraan, kemasyarakatan, perekonomian, politik maupun kerohanian.[2]
Secara terminologi landasan sosiologis pengembangan kurikulum mempunyai arti asumsi-sumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.[3] Landasan sosial budaya dalam pengembangan kurikulum bertujuan untuk menyesuaikan masing-masing perbedaan, baik dari segi sosial maupun segi budaya dan kultur yang ada di masyarakat sehingga terjalin keseimbangan dalam kegiatan pembelajaran.[4] Isi pendidikan (kurikulum) adalah kebudayaan manusia yang senantiasa berkembang. Baik kebudayaan universal seperti sistem bahasa, sistem pengetahuan, agama/sistem religi, sistem mata pencaharian/teknologi, organisasi sosial, kesenian maupun kebudayaan khusus yang sesuai dengan masyarakat setempat. Kebudayaan universal terutama bahasa, religi dan sistem pengetahuan serta teknologi adalah unsur-unsur utama isi kurikulum secara universal. Sedangkan isi kebudayaan khusus masuk sebagai isi kurikulum dalam bentuk kurikulum muatan lokal.[5]
Dari sudut pandang sosiologis, dalam sistem pendidikan serta lembaga-lembaga pendidikan terdapat bahan yang memiliki beragam fungsi bagi kepentingan masyarakat:[6]
a.         Mengadakan revisi dan perubahan sosial
b.         Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan melaksanakan penelitian ilmiah
c.         Mendukung dan turut memberi kontribusi kepada pembangunan
d.         Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai tradisional serta mempertahankan status quo
e.         Mengekploitasi orang banya demi kesejahteraan golongan elite
f.          Mewujudkan revolusi sosial untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh pemerintahan terdahulu
g.         Mendukung kelompok-kelompok tertentu, antara lain kelompok militer, industri, atau politik
h.         Menyebarluaskan falsafah, politik dan kepercayaan tertentu
i.           Membimbing dan mendisiiplinkan jalan pikiran generasi muda
j.           Mendorong dan mempercepat laju kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
Para pengembang kurikulum itu sendiri memiliki tugas untuk mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang, Peraturan, Keputusan Pemerintah dan lain-lain; menganalisis masyarakat dimana sekolah berada, menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja; menginterpretasi kebutuhan individu dalam runag lingkup kepentingan masyarakat. James W. Thornton mengatakan bahwa setidaknya ada empat kelompok kekuatan sosial yang mempengaruhi kurikulum. Diantaranya:[7]
a.              Kekuatan sosial yang resmi, terdiri dari : pemerintah suatu negara, melalui UUD dan ideologi negara; pemerintah daerah melalui kebijakannya; perwakilan departemen pendidikan setempat.
b.             Kekuatan sosial setempat, terdiri dari: yayasan yang bergerak dibidang pendidikan; kerukunan atau persatuan keluarga sekolah-sekolah sejenis; perguruan tinggi; persatuan orang tua murid; penerbit buku-buku belahar; media massa; adat kebiasaan masyarakat setempat.
c.              Organisasi profesional, seperti persatuan guru, dokter dan ahli hukum.
d.             Kelompok atau organisasi yang bergerak berdasarkan kepentingan tertentu, seperti kelompok patriotik dan sebagainya.
Para pengembang kurikulum memiliki tugas atau tanggung jawab untuk:
a.              Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang, Peraturan, Keputusan Pemerintah, dan lain-lain.
b.             Menganalisis masyarakat dimana sekolah berada.
c.              Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja, dan
d.             Menginterpretasi kebutuhan individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.[8]
Dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan oleh beragam golongan dalam masyarakat (sebagaimana diungkapkan di atas) dan memahami tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan terkiat dengan falsafah pendidikan yang berlaku.
Mengapa pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Hal ini dikarenakan “Anaka-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal, informal maupun non formal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan kurikulum.


B.     RUANG LINGKUP LANDASAN SOSIOLOGIS
1.    Sistem Masyarakat
Pada dasarnya masyarakat adalah sebuah sistem yang memiliki tiga subsistem, yaitu subsistem budaya (culture system), subsistem sosial (social subsystem), dan subsistem kepribadian (personality subsystem). Sistem budaya berisi nilai-nilai, norma, pengetahuan dan kepercayaan atau keyakinan hidup yang dianut bersama (shared). Dalam sistem sosial terdapat struktur peran, yaitu perilaku yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan status sosialnya. Sosiologi mengenal dua kategori status sosial yaitu (a) ascribed status, yaitu status yang diperoleh sejak lahir atau sebagai akibat perkembangan usia, seperti laki-laki atau perempuan, bangsawan atau rakyat jelata, rahmana atau ksatria, sebagai anak-anak atau orang dewasa. (b) achieved status , yaitu status yang diperoleh karena hasil usaha orang yang bersangkutan, seperti dosen, guru, karyawan, pimpinan perusahaan, dokter, advokat, dan pemain bola.[9]
Hasil penelitian Alex Inkeles di enam negara Asia, Afrika dan Amerika Latin menggambarkan karakteristik kepribadian manusia modern sebagai berikut:
(a)      Mau menerima ide atau gagasan dan pengalaman baru serta terbuka untuk perubahan dan pembaharuan
(b)      Mampu mengeluarkan pendapat mengenai berbagai persoalan pribadi atau orang lain. Ia tidak tunduk begitu saja terhadap pendapat orang lain.
(c)      Percaya pada keampuhan ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan modern, tidak tinggal pasif dan menyerah pada nasib dalam menghadapi persoalan hidup
(d)      Mempunyai ambisi bagi dirinya dan bagi anak-anaknya untuk memiliki lapangan kerja dan pendidikan yang lebih baik
(e)      Tepat waktu dan menyusun rencana kerja untuk masa yang akan datang
(f)       Memperlihatkan perhatian yang serius terhadap masalah-masalah sosial dan ikut andil didalamnya
(g)      Berusaha untuk mengikuti berita-berita Nasional dan Intenasional[10]

2.         Pendidikan Dan Perubahan Sosial
Struktur sosial meliputi pola pengaturan status dan peran-peran yang berkaitan satu sama lain, sedangkan interaksi sosial adalah proses saling berhubungan dan saling mempengaruhi anatar seorang warga dengan warga lainnya. Isu perubahan banyak juga digunakan dalam rangka promosi suatu jabatan, mulai dari pemilihan calon pejabat politisi. Artinya perubahan bukan saja milik masyarakat di suatu daerah melainkan milik masyarakat nasional bahkan dunia.
Berbagai perubahan sosial pada gilirannya akan berdampak terhadap peran pendidikan. Pendidikan akan berperan ganda, disatu pihak pendidikan sebagai pelaku konservasi (agent of conservation) tetapi dilain pihak pendidikan sebagai pelaku perubahan (agent of change ). Berbagai peran pendidikan dalam perubahan sosial menimbulkan fenomena baru yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak terkait. Dasar pemikirannya adalah:
a.         Banyak orang dari orang desa agraris yang mampu menyekolahkan putra-putrinya ke kota dalam bidang non agrikultur. Setelah lulus anak-anak tersebut tidak mau lagi pulang ke desanya karena merasa tdak cocok lagi berada di lingkungan desa yang agrarid tersebut. Orang tua pun berfikir yang sama dengan anaknya. Orang tua berharap anak-anaknya dapat bekerja di kantor atau perusahaan yang lebih produktif dan terhormat, sehingga terjadilah urbanisasi.
b.      Masyarakat yang cenderung hanya ingin memperoleh gelar akademik mulai dari tingkat sarjana, magister sampai doktor, bahkan ada juga yang ingin membeli jabatan fungsional dosen yaitu guru besar (profesor) dengan cara apapun.
c.       Dengan masyarakat yang sedang dan terus berkembang seperti Indonesia, pendidikan formal bergerak mengikuti perkembangan masyarakat, bukan membimbing atau menuntut perkembangan masyarakat. Fungsi pendidikan hanya bersifat adaptif, yaitu memberikan kemampuan beradaptasi terhadap suatu keadaan. Artinya, ada agen perubahan lainnya yang lebih efektif dibandingkan pendidikan, mungkin komunikasi atau proses difusi.

C.  IMPLIKASI LANDASAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.         Pengembangan kurikulum harus memperhatikan nilai-nilai, norma, pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan yang ada di dalam masyarakat. Tidak hanya itu pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan bentuk perilaku seseorang berdasarkan status sosialnya dan karakteristik kepribadian manusia modern.[11]
2.         Pengembangan kurikulum disusun dengan memanfaatkan media pembelajaran yang modern sehingga siswa betul-betul menyenangi dan menguasai materi (kurikulum) yang disampaikan sebagai bekal mereka untuk menghadapi masalah-masalah aktual di masyarakat dan meningkatkan taraf hidup mereka.[12]
3.         Pengembangan kurikulum harus disusun secara terpadi, sistematik, komprehensif dan holistik untuk melakukan reorientasi dan reorganisasi kurikulum sehingga pendidikan itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya, baik melalui kajian-kajian teoritik maupun empirik.[13]
4.         Pengembangan kurikulum harus memperhatikan unsur-unsur pendidikan informal seperti peran orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.
5.         Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan kepentingan peserta didik pada masa yang akan datang, antara lain sebagai calon ayah atau calon ibu yang akan mendidik putra-putrinya.
6.         Pengembangan kurikulum harus dapat membekali kemampuan yang cukup kepada peserta didik agar ia menyadari sepenuhnya peran penting sebagai orang tua dalam mendidik putra-putrinya.[14]


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara terminologi landasan sosiologis pengembangan kurikulum mempunyai arti asumsi-sumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Landasan sosial budaya dalam pengembangan kurikulum bertujuan untuk menyesuaikan masing-masing perbedaan, baik dari segi sosial maupun segi budaya dan kultur yang ada di masyarakat sehingga terjalin keseimbangan dalam kegiatan pembelajaran.
Ruang lingkup dalam landasan sosiologis adalah sistem masyarakat dan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Dalam artian, pendidikan harus mampu memenuhi apa yang masyarakat inginkan tanpa menghilangkan nilai-nilai dari tujuan pendidikan itu sendiri.
Implikasi landasan sosiologi dalam pengembangan kurikulum adalah: Pengembangan kurikulum harus memperhatikan nilai-nilai, norma, pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan yang ada di dalam masyarakat; Pengembangan kurikulum disusun dengan memanfaatkan media pembelajaran yang modern; Pengembangan kurikulum harus disusun secara terpadi, sistematik, komprehensif dan holistik untuk melakukan reorientasi dan reorganisasi kurikulum; Pengembangan kurikulum harus memperhatikan unsur-unsur pendidikan informal seperti peran orang tua dan anggota keluarga.







DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013).
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007).
Raharjo, Rahmat, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012).
Sudjana, Nana, Pembinaan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1991).
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010).
Zaini, Muhammad, Pengembangan Kurikulum (Konsep Implementasi dan Inovasi), (Yogyakarta: Teras, 2009).



No comments:

Post a Comment

Outsourcing Sumber Daya Manusia

Outsourcing Sumber Daya Manusia Oleh: Cahyani Susan Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan bisnis saat ini menuntut p...