Friday, October 4, 2019

TEORI BELAJAR HUMANISTIK



A.    Latar Belakang
Manusia tidak bisa lepas dari kegiatan belajar. Sejak manusia lahir sampai menjelang akhir hayatnya manusia masih bersentuhan dengan kegiatan belajar. Kegiatan belajar ini juga merupakan karakeristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Belajar merupakan sebuah proses yang terjadi pada manusia yakni dengan cara berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkan untuk menghasilkan sebuah prilaku, pengetahuan, teknologi, atau hal lain yang berupa karya dan karsa dari manusia tersebut.
Belajar menurut Hilgrad dan Bower memiliki arti untuk memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai, dan mendapatkan informasi atau menemukan.[1] Adanya keinginan atau dorongan dalam diri seseorang untuk belajar menurut Arden N. Frandesen antara lain karena adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju, adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi, adanya keinginana untuk  mendapatkan rasa aman, adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada bealajar.[2] Oleh karena itu, belajar tak lain bertujuan agar dapat membawa perubahan bagi si pelaku baik pengetahuan, sikap, dan keterampilan dari berbagai informasi dan pengalaman yang didapatkan.


Banyak aliran psikologi dan pandangan para ahli pendidikan yang yang membahas teori belajar salah satunya adalah teori humanistik. Teori humanistik ini muncul dari ketidak setujuan atas pandangan psikoanalisis dan behavioristic yang dimana menurut pandangan humanistik, kedua teori bejar tersebut terlalu kaku, pasif, dan menunjukkan sikap pesimis (utamanya teori psikoanalisis). Teori humanistik beranggapan bahwa perlu adanya penekanan terhadap sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana konsep dari teori belajar humanistik, siapa saja tokoh yang menganut teori ini, kelebihan dan kekurangan, serta aplikasi dan implikasi teori humanistik dalam pembelajaran.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana konsep dari Teori Belajar Humanistic ?
2.      Bagaimana Teori Humanistic menurut Para Tokoh ?
3.      Apa Kekurangan dan Kelebihan dari teori Belajar Humanistic ?
4.      Bagaimana Aplikasi Teori Humanistik dalam pembelajaran ?
5.      Bagaimana Implementasi Teori Humanistik dalam pembelajaran ?
C.    Pembahasan
1.      Konsep Dasar Teori Belajar Humanistik
Dalam perspektif sejarah, aliran humanistik lahir dan mulai dikembangkan pada tahun 1950 - an. Humanistik berpedoman untuk kembali memanusiakan manusia, dengan memaksimalkan potensi – potensi yang dimilikinya. Humanistik memandang dua aliran pendahulunya, behavioristik dan psikoanalistik, sebagai sebuah aliran yang dianggap sebagai dehumanizing, pandangan yang diartikan melecehkan nilai nilai manusia. Behavioristik dalam proses pembentukannya, dianggap terlalu fokus dengan penelitian tingkah laku pada hewan, dan menganalisis kepribadiannya secara fragmentaris.[3] Sedangkan teori psikoanalistik Sigmeund Freud, juga dikritik karena memandang tingkah laku manusia terbentuk atas adanya dorongan primitif dan animalistik.
Aliran humanistik dibentuk atas kritikan pada teori behavioristik dan psikoanalistik. Para ilmuwan aliran humanistik, mencoba menyusun sebuah konsep teori, yang mencoba mengembalikan pemahaman potensi – potensi manusia, dengan menggunakan manusia sebagai subjek dan objek penelitian. Maka, aliran ini mengatakan bahwa, sesungguhnya perkembangan kepribadian manusia, terletak pada proses atau kejadian, yakni bagaimana manusia membangun dirinya sendiri untuk dapat melakukan hal – hal yang positif.[4]
Untuk dapat memahami teori dari aliran humanistik, berikut pemakalah akan membahas hal – hal penting terkait dengan aliran ini.
a.       Pengertian Aliran Humanistik
Dari peta konsep di atas, dapat dipahami bahwa aliran humanistik ialah sebuah aliran yang menganggap bahwa manusia mempunyai potensi – potensi mendasar, dan ia mempunyai keleluasaan untuk menentukan pembelajaran pada dirinya sendiri. Memanusiakan manusia ialah sebuah konsep mutlak yang harus dicapai oleh pengikut aliran ini. Dalam proses pembelajaran, fokus dari pembelajaran dan pendidikan manusia ditujukan untuk membentuk manusia sesuai dengan apa yang dicita – citakan. Belajar bukanlah sebuah paksaan, melainkan sebuah bentuk kesadaran dalam diri seseorang untuk memaksimalkan potensi – potensi yang ia miliki. Tentunya, disertai dengan adanya motivasi yang kuat dalam dirinya sendiri.
Humanistik memandang bahwa belajar bukanlah sekedar mengembangkan kualitas kognitif saja, melainkan juga mengembangkan seluruh proses yang berkaitan dengan seluruh aspek dan domain – domain yang ada pada individu.[5] Adapun domain yang dimaksud adalah domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain, pembelajaran dalam konsep humanistik menitikberatkan pada pentingnya mengontrol emosi dan perasaan, menjaga komunikasi secara terbuka, dan memaksimalkan nilai – nilai yang dimiliki oleh setiap siswa.[6]
Para ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa pendidikan humanistik pada dasarnya bukanlah sebuah strategi dalam pembelajaran, melainkan sebuah filosofi dalam proses belajar. Filosofi belajar dalam konsep humanistik adalah memerhatikan keunikan – keunikan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, dan percaya bahwa mereka mempunyai cara tersendiri untuk mengonstruksi pengetahuan yang dipelajarinya. Dengan demikian, nilai – nilai kemanusiaan yang ada dalam diri peserta didik dapat dikembangkan dengan baik.
2.      Tokoh – tokoh Teori Humanistik
Dalam aliran teori humanistik, ada beberapa tokoh yang dikenal atas dasar pemikirannya. Berikut pemakalah akan menuliskan beberapa tokoh penting dalam aliran humanistik.
a.       Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang dikuasai oleh peserta didik, yang mencangkup pada tiga aspek[7] berikut :
1)      Kognitif
Dalam aspek ini, Bloom dan Krathwohl membaginya pada enam tingkatan berikut :
a)      Pengetahuan (mengingat dan menghafal)
b)      Pemahaman (menginterpretasikan)
c)      Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
d)      Analisis (menjabarkan suatu konsep)
e)      Sintesis (menggabungkan bagian – bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
f)       Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya).
2)      Psikomotor
Dalam aspek psikomotor, setidaknya ada lima tingkatan pemahaman peserta didik :
a)      Peniruan (menirukan gerak)
b)      Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
c)      Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
d)      Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
e)      Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
3)      Afektif
Untuk ranah afektif, Bloom dan Krathwohl membaginya dalam lima tingkatan :
a)      Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
b)      Merespons (aktif berpartisipasi)
c)      Penghargaan (menerima nilai – nilai, setia pada nilai tertentu)
d)      Pengorganisasian (menghubung – hubungkan nilai)
e)      Pengamalan (menjadikan nilai sebagai bagian dari pola hidup)
b.      Abraham Maslow
Singkat terkait biografi Maslow. Beliau dilahirkan pada tahun 1908 di Broklyn, New York.[8] Merupakan anak sulung dari tujuh bersaudara. Semasa hidupnya, Maslow tumbuh dalam lingkungan keluarga yang kurang menyenangkan. Ayahnya bersikap dingin dan tidak akrab, serta sering tidak berada di rumah. Sedangkan ibunya, cenderung bersifat galak dan kejam, bahkan suatu ketika saat Maslow membawa dua ekor anak kucing ke rumah, ibunya langsung membunuh dua anak kucing tersebut, serta menganiaya Maslow.
Dari  peristiwa masa kecilnya ini, kemudian Maslow mulai aktif menulis dengan menggunakan filsafat – filsafat atas dasar peristiwa pahit yang dialaminya. Seluruh penelitian dan teori – teorinya, juga didasarkan pada pengalaman semasa kecilnya.
Sebagai seorang aliran humanistik, Maslow mendasarkan teorinya pada asumsi bahwa di dalam diri individu terdapat dua hal, yaitu :
1)      Suatu usaha positif untuk berkembang.
2)      Kekuatan untuk melawan ataupun menolak sebuah proses perkembangan.
Secara garis besar, teori Maslow ini menjelaskan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki ketakutan untuk berusaha dan berkembang. Ketakutan ini bersifat mempengaruhi dalam mengambil keputusan, ataupun perihal menentukan langkah ke depan. Akan tetapi, disisi lain seorang individu juga mempunyai motivasi dan dorongan untuk menggapai cita – cita yang diinginkan, sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga seseorang tersebut mampu menemukan dan menerima dirinya sendiri (self).
Maslow dalam teorinya mengemukakan bahwa motivasi manusia diorganisasikan ke dalam sebuah bentuk hierarki kebutuhan sistematis[9], diawali dari kebutuhan yang paling mendasar hingga yang paling kompleks. Berikut klasifikasi kebutuhan sistematis menurut Maslow :

1)      Kebutuhan Fisiologis
2)      Kebutuhan Rasa Aman
3)      Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang
4)      Kebutuhan Penghargaan
5)      Kebutuhan Kognitif
6)      Kebutuhan Estetika
7)      Kebutuhan Aktualisasi Diri
c.       Kolb
Kolb adalah seorang ahli penganut aliran humanistik. Menurutnya, tahap belajar seorang individu terbagi menjadi empat tahap[10] sebagai berikut :
1)      Pengalaman Konkret
Dalam tahapan ini, seseorang mengalami dan mengamati suatu peristiwa secara langsung, mampu menceritakan kembali peristiwa tersebut dengan mendetail berdasarkan pengamatannya. Tetapi, ia belum mampu memahami makna dan hakikat dari peristiwa tersebut.
2)      Pengalaman Aktif dan Reflektif
Tahapan ini menjelaskan bahwa seseorang semakin lama akan mampu mengamati dan mengobservasi secara aktif terhadap peristiwa – peristiwa yang dialami dalam kehidupannya. Mulai berupaya untuk mencari jawaban, memikirkan esensi dari peristiwa tersebut, dan melakukan refleksi terhadap dirinya.
3)      Konseptualisasi
Dalam tahapan ini, seseorang sudah mulai mampu untuk membuat dan mengembangkan teori, konsep, ataupun hukum tentang sesuatu yang menjadi obyek penelitiannya.
4)      Eksperimentasi Aktif
Dalam tahapan terakhir ini, menurut Kolb seseorang mampu melakukan eksperimen aktif, mengaplikasikan konsep – konsep dan teori – teori ke dalam situasi nyata. Berpikir secara deduktif untuk menguji kebenaran dari teori – teori tersebut.
d.      Honey dan Mumford
Honey dan Mumford ialah tokoh ilmuwan yang juga penganut dari aliran humanistik. Teorinya tentang belajar diilhami dari pemikiran Kolb tentang tahapan belajar. Berdasarkan pada teori Kolb, mereka mencetuskan sebuah teori tentang pembagian siswa, sebagai berikut :
1)      Kelompok Aktifis
Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah mereka yang senang melibatkan diri dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk mendapatkan pengalaman baru.
2)      Kelompok Reflektor
Orang – orang yang tergolong dalam kelompok reflektor ialah kebalikan dari karakter - karakter kelompok aktifis.
3)      Kelompok Teoritis
Orang – orang tipe teoritis memiliki kecenderungan untuk sangat kritis, suka menganalisis, dan berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya.
4)      Kelompok Pragmatis
Orang – orang yang memiliki sifat praktis, dan tidak mau bertele – tele dalam menghadapi sesuatu. Tidak suka terhadap konsep, teori, dan dalil – dalil.
e.    Jurgen Habermas
Jurgen Habermas ialah seorang tokoh aliran humanistik yang berpendapat bahwa belajar akan terjadi apabila ada interaksi antara individu dengan lingkungannya.[11] Lingkungan yang dimaksud oleh Habermas adalah lingkungan alam dan lingkungan sosial yang saling memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Atas dasar pemikirannya tersebut, Habermas membagi tipe belajar menjadi tiga bagian[12] sebagai berikut :
1)      Technical Learning
Belajar teknis adalah proses belajar seseorang hingga ia mampu berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Untuk dapat mengelola dan berinteraksi dengan alam secara benar, maka menurut Habermas ilmu – ilmu yang berperan penting dalam proses belajar teknis adalah ilmu – ilmu alam atau sains.
2)      Practical Learning
Dalam konsep belajar praktis, Habermas berpendapat bahwa belajar praktis adalah konsep belajar manusia untuk dapat berinteraksi dengan baik, antara individu tersebut dengan orang – orang di sekitarnya.[13] Dalam konsep ini, yang menjadi titik fokus pembelajarannya adalah aspek sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, ilmu – ilmu yang dipelajari juga berkaitan dengan sosial, seperti halnya sosiologi, psikologi, komunikasi dan antropologi.
3)      Emancipatory Learning
Belajar emansipatori dalam konsep Habermas adalah sebuah upaya belajar seorang individu untuk memahami terjadinya perubahan dan informasi culture yang ada di lingkungannya.
Pada konsep ini, Habermas mengatakan bahwa esensi terjadinya sebuah pertukaran informasi, dan trasnformasi antar budaya ialah sebuah tingkatan tertinggi yang akan dicapai dalam konsep pembelajaran emansipatori. Sebab, terjadinya transformasi kultural ialah sebuah tujuan dari pendidikan paling tinggi.
f.        Carl Rogers
Menurut Rogers dalam Jamil Suprihatiningrum, ada dua tipe belajar, yaitu kognitif (kebermaknaan) dan experiental (pengalaman). Guru memberikan makna (kognitif) bahwa tidak membuang sampah sembarangan dapat mencegah terjadinya banjir. Jadi, guru perlu menguhubungkan pengetahuan akademik kedalam pengetahuan bermakna. Sementara experiental learning melibatkan siswa secara personal, berinisiatif, termasuk penilaian terhadap diri sendiri (self assessment).[14]
Dalam bukunya yang berjudul Free from to learn and freedom to learn for the 80’, yang dikutip Sri Esti Wuryani Djiwandono, dijelaskan bahwasannya dalam belajar dan pembelajaran pendidik dianjurkan menggunakan pendekatan pendidikan dengan mencoba membuat belajar dan mengajar lebih manusiawi, lebih personal dan berarti. Adapun pendekatan Roger dapat dimengerti dari ciri-ciri belajar humanistik yang diidentifikasikan sebagai sentral dari filsafat pendidikannya, yaitu sebagai berikut:[15]
a.       Keinginan untuk belajar (The Desire to Learn )
Keinginan manusia untuk belajar merupakan hal yang wajar menurut Rogers. Keinginan tersebut dapat dilihat dengan memperhatikan keingintahuan yang mendalam dari seorang anak ketika ia menjelajahi (mengexplore) lingkungannya. Anak diberi kebebasan di dalam kelas untuk mengetahui rasa keingintahuan mereka, untuk mengikuti minat meeka yang tidak bida dihalangi, untuk menemukan diri sendiri, serta apa yang penting dan berarti tentang dunia yang mengelilingi mereka.
b.      Belajar tanpa ancaman (Learning without Threat)
Menurut identifikasi Rogers, belajar yang paling baik adalah ketika siswa memperoleh dan menguasai suatu lingkungan yang bebas dari ancaman. Proses belajar akan sangat berarti ketika siswa dapat menguji kemampuan mereka, mencoba pengalaman baru, bahkan membuat kesalahan tanpa mengalami sakit hati karena kritik dan celaan.
c.       Belajar atas inisiatif sendiri (Self-initiatif-Learning)
Teori belajar humanistik memandang bahwa belajar akan signifikan dan meresap ketika belajar atas inisiatif sendiri, melibatkan perasaan dan pikiran siswa sendiri. Belajar atas inisiatif sendiri mengajarkan siswa untuk lebih mandiri dan percaya diri.
           Belajar atas inisiatif sendiri juga melibatkan aspek seseorang, baik kognitif ataupun afektif. Para ahli humanistik percaya bahwa belajar adalah pribadi dan affective, maka akan membuat perasaan memiliki dalam diri diri siswa. Siswa akan merasa dirinya lebih terlibat dalam belajar, lebihh menyukai prestasi, dan lebih termotivasi untuk belajar.




3.      Kelebihan dan Kekurangan Teori Humanistik
a.      Kelebihan Teori Belajar Humanistik
1)      Tumbuhnya Kreatifitas Peserta Didik.
Dengan belajar aktif dan mengenali diri maka kreatifitas yang sesuai dengan karakternya akan muncul dengan sendirinya. Dengan begitu akan muncul keragaman karya. Jika berlanjut kepada nilai jual misalnya maka itu juga akan menambah pemasukan atau paling tidak ada perasaan senang karena karyanya dihargai.
2)      Semakin Canggihnya Tekhnologi Maka Akan Semakin Maju Perkembangan Belajarnya.
Canggihnya tekhnologi ternyata mampu membangun motivasi dalam diri peserta didik untuk belajar. Hal inilah yang membuat pikirannya terasah untuk menemukan pengetahuan baru.
3)      Tugas Guru Berkurang.
Dengan peserta didik yang leibatkan dirinya dalam proses belajar itu juga akan mengurangi tugas guru, karena guru hanyalah fasilitator peserta didik. Guru tidak lagi memberikan ceramah yang panjang, cukup dengan memberikan pengarahan-pengarahan.
4)      Mendekatkan Satu dengan yang lainnya.
Bimbingan guru kepada peserta didik akan mempererat hubungan antar keduanya. Seringnya berkomunikasi akan menciptakan suasana yang nyaman karena peserta didik tidak merasa takut atau tertekan. Begitupun antar peserta didik. Berdiskusi atau belajar kelompok akan membuat persahabatan semakin erta, memahami satu sama lain, menghargai perbedaan dan menumbuhkan rasa tolong menolong.
5)      Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial.[16]
Pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukkan arah hidupnya. Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah.[17]
6)      Indikator dari keberhasilan alokasi ini adalah siswa merasa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
7)      Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
8)      Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis, partisipatif-dialogis dan humanis.
9)      Kontrol dan rekayasa terhadap proses belajar dan pembelajaran atau lebih luas lagi, rekayasa terhadap system pendiidkan bisa dilakukan secara terarah, jelas dan pasti.
10)  Cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, dan sebagainya.
11)  Murid diajarkan untuk mandiri, sehingga guru tidak banyak memberikan ceramah.
12)  Kemampuan hidup bersama (komunal-bermasyarakat) manusia yang tentunya mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
b.      Kekurangan Teori Belajar Humanistik
1)      Pemahaman yang kurang jelas dapat menghambat pembelajaran.
Guru biasanya tidak memberikan informasi yang lengkap sehingga peserta didik yang kurang referensi akan kesulitan untuk belajar.
2)      Kebebasan yang diberikan akan cenderung disalahgunakan.
Misalnya saja guru menugaskan peserta didik untuk berdiskusi sesuai kelompok, pasti ada beberapa peserta didik yang mengandalkan teman atau tidak mau bekerja sama.
3)      Pemusatan Pikiran akan berkurang.
Dalam hal ini guru tidak sepenuhnya mengawasi karena system belajar yang seperti ini adalah siswa yang berperan aktif menggali potensi, sehingga peserta didik akan memanfaatkan keadaan yang ada. Misalnya dalam mencari referensi menggunakan internet peserta didik malah bermain game atau mengatifkan akun sosial media. Secara otomatis pemusatan pikiran dalam belajar akan terganggu.
4)      Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.[18]
Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia, proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.[19] Maka dari itu jika siswa tidak mau memahmai dirinya maka akn ketinggalan belajarnya.
5)      Kekurangan-kekurangan yang semakin menjadi tradisi.
Dalam pembuatan tugas peserta didik yang malas akan berinisiatif mengcopy pekerjaan temannya. Hal ini akan mengurangi kepercayaan guru maupun temannya.
6)      Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.
7)      Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
8)      Psikologi humanistik mengalami pembiasaan terhadap nilai individualistis.
9)      Proses belajar tidak akan berhasil jika tidak ada motivasi dan lingkungan yang mendukung.
10)  Bersifat individu, dan sulit untuk diterapkan dalam konteks yang lebih praktis.

4.      Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran
Dalam prakteknya, teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, memengtingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Berikut merupakan langkah-langkah pembelajarang humanistik: [20]
a.    Menentukan tujuan pembelajaran
b.    Menentukan materi pelajaran
c.    Mengidentifikasi kemampuan awal siswa
d.    Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau megalami kesulitan dalam belajar.

Pendekatan humanistik diikhtisarkan sebagai berikut:[21]
a.    Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu perangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai suatu perangkat tujuan yang telah ditentukan pula dan para siswa bebas menentukan cara sendiri dalam mencapai tujuan mereka sendiri.
b.    Pendidikan aliran humanistik mempunyai perhatian yang murni dalam pengembangan anak-anak perbedaan-perbedaan individual.
c.    Ada perhatian yang kuat terhadap pertumbuhan pribadi dan perkembangan siswa secara individual. Tekanan pada perkembangan secara individual dan hubungan-hubungan manusia ini adalah suatu usaha untuk mengimbangi keadaan-keadaan baru yang selalu meningkat yang dijumpai oleh siswa, baik didalam masyarakat bahkan mungkin juga di rumah mereka sendiri.
Model Pendidikan Humanistik :
Pendidikan humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan atar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Mendidik tidak sekedar mentrasfer ilmu pengetahuan, melatih kemampuan verbal kepada siswa, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan secara optimal sesuai dengan esensi dari pendidikan itu sendiri.
Disini sikap kita sebagai pendidik sudah selayaknya menghormati dan menghargai siswa apa adanya. Sehingga dalam melakukan sebuah proses pembelajaran membutuhkan beberapa model yang memang tepat untuk di terapkan kepada siswa. Berikut adalah model pembelajaran humanistik:
a.    Humanizing of the classroom
Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal, yakni menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran.[22] Model pembelajaran humanizing of the classroom ini dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah otoriter, tidak manusiawi, sehingga banyak menyebabkan peserta didik putus asa, yang akhirnya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Kasus ini banyak terjadi di Amerika Serikat dan Jepang. Humanizing of the classroom disetuskan oleh John P. Miller yang terfokus pada pengembangan model pendidikan afektif. Pendidikan model ini tertumpu pada tiga hal: menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatu padukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan yang dilakukan tidak terbatas pada substansi materi saja, tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi.[23]
b.    Active learning
Merupakan strategi pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan kompetensinya. Selain itu, belajar aktif juga memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuan analisis dan sitesis serta mampu merumuskan nilai0nilai baru yang diambil dari hasil analisis mereka sendiri.[24]
Model pembelajaran ini dicetuskan oleh Melvin L. Silberman. Asumsi dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Nelajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melaKukan sebagian besar pekerjaan belajar dengan baik. Mereka mempelajari gagasan-gagasan ide-ide, memecahkan berbagai masalah dan menerapkanyang mereka pelajari pada realitas yang mereka temui.
c.    Quantum learning
Merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan disekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara baik, maka mereka akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya dengan hasil yang luar biasa. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga jembatan yang ada di oatak akan mampu menyerap informasi baru dan dapat terekam dengan baik.[25]
d.    The accelered learning
The accelered learning merupakan pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara cepat, menyenangkan dan memuaskan. Pemilik konsep ini adalah Dave Meier yang menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan Somantic, Auditory, Visual dan Intellectual (SAVI). Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving and doing. Auditory adalah learning by talking and hearing. Visual diartikan dengan learning by observing and picturing. Dan Intellectual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting. Bobbi DePorter menganggap accelered learning dapat memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan mengesankan, dengan uapaya yang normal dan dibarengi dengan kegembiraan. Kurikulum tidak semata-mata belajar ilmu untuk ilmu, tetapi belajar ilmu untuk sepenuhnya diabadikan pada proses dan upaya memanusiakan manusia secara manusiawi.[26]

5.      Implikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran
Perhatian teori humanistik ini tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan dengan pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik yang beraliran humanistik, dalam penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Oleh karena itu Hamacheek menuturkan bahwa guru-guru yang efektif (baik) itu adalah guru yang “manusiawi”. Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis daripada autokratik, dan mereka mampu berhubungan dengan mudah dan wajar pada para siswa baik secara perorangan maupun kelompok.[27]
Teori humanistik yang fokus terhadap mengembangkan potensi dalam diri siswa ini, dalam proses pembelajaran memiliki implikasi sebagai berikut:
a.       Guru sebagai fasilitator
Psikologi humanistic memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Cara ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa petunjuk berikut :
1)      Fasilitator sebgaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
2)      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan tujuan peroragan didalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
b.      Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
c.       Guru menempatkan dirinya sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
d.      Dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, seorang guru akan menerima baik isi yang bersifat intelktual dan sikap-sikap perasaan, serta mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
e.       Bila cuaca penerima telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu seperti siswa yang lain.
f.        Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya,dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
g.      Guru harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
h.      Saat berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan (guru) harus mencoba mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasan dirinya.[28]
Jadi initinya, dalam teroi humanistik ini tujuan utama dari pendidik adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan mewujudkan potendi-potensi yang ada pada diri mereka sendiri. Sehingga implikasi dari teori ini yakni menjadikan seorang guru sebagai fasilitator.

D.    Kesimpulan
Dari teori belajar Humanistik yang pemakalah paparkan tersebut dapat disimpulkan bahwa teori belajar Humanistik adalah suatu teori yang dalam pembelajarannya mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia, serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya. Terutama di dalam teori ini tidak lepas oleh para tokoh-tokoh yang berperan seperti Bloom dan Krathwohl, Abraham Maslow, Kolb, Honey dan Mumford, Jurhen Habermas. Selain itu seperti yang terdapat dalam makalah pasti didalam sebuah teori terdapat kelebihan dan kekurangan masing-masing, karena tidak ada sebuah teori yang sempurna. Dengan adanya kekurangan dalam teori ini pendidik untuk paham terdapat teori-teori belajar dan mengerti kondisi dari peserta didik untuk mementingkan batiniah peserta didik seperti perasaan minat, dan bakat. Seperti yang terdapat dalam kelebihan teori ini yaitu merasa senang dalam belajar.
 Kemudian didalam teori belajar Humanistik ini terdapat implikasi salah satunya guru sebagai fasilitator. Guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akdemik, dan sebagainya. Lalu untuk penerapan atau implikasi teori belajar humanistik ini tercermin dari peserta didik yang berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri, sedangkan guru sebagai fasilitator (pendamping) dan motivator. Aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran cenderung mendorong siswa untuk berfikir induktif. Teori ini juga sangat mementingkan faktor pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.






Daftar Pustaka
Arbayah. Model Pembelajaran Humanistik, Jurnal Dinamika Ilmu, Vol. 13. No. 2, Desember 2013. 
Baharuddin dan Nur Wahyuni. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Darsono, Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press.
Khairani, Makmun. 2013. Psikologi Belajar. Yogyakarta : Aswaja Pressindo.
Muhammad Tabrani dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar Ruzz Media, 2013).
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan: Sebuah Formula Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah dan Madrasah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Qodir, Abdul. Teori Belajar Huamnistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa, Jurnal Pedagogik, Vol. 04 No. 02, Juli-Desember 2017, ISSN : 2354-7960, E-ISSN: 2528-5793.
Thabrani, Muhammad dan Arif Mustofa. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar Ruzz Media.
Thobroni, M. 2015. Belajar dan Pembelajaran Teori Dan Praktek. Jakarta : Ar-Ruzz Media.
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2011. Teori Kepribadian. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.



No comments:

Post a Comment

Outsourcing Sumber Daya Manusia

Outsourcing Sumber Daya Manusia Oleh: Cahyani Susan Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan bisnis saat ini menuntut p...