BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Datangnya era
globalisasi saat ini ternyata bersamaan juga dengan datangya budaya global, hedonis,
dan kapitalis, yang lambat laun akan menggeser budaya lokal yang ada di negeri
ini. Generasi muda yang sebelumnya belum memahami budaya aslinya, begitu mudah
mengikuti budaya baru tersebut. Padahal kebudayaan ini sangat bertentangan
dengan kepribadaian bangsa Indonesia yang masih sangat menunjung tinggi adat
dan budaya ketimuran.
Berdasarkan
fenomena tersebut, maka perlu dilakukan usaha untuk menangkal pengaruh budaya
globalisasi tersebut dengan penggalian kembali nilai-nilai luhur budaya asli
yang selanjutnya disosialisasikan kepada generasi muda. Salah satunya melalui
dunia pendidikan yang menggali lagi tentang kearifan lokal yang bisa diterapkan
untuk membangun karakter siswa.
Ki Hajar
Dewantara sudah mencontohkan bagaimana mendesain kurikulum pengajaran dengan
strategi budaya yang tepat. Kurikulum yang disusun bukan atas landasan
kebudayaan kita, akan kehilangan ruhnya, dan tak mampu mengisi ruang batin para
murid. Tepatlah jika Ki Hajar Dewantara mengibaratkan kurikulum pendidikan
tanpa kebudayaan sendiri, seperti perahu di lautan tanpa panduan arah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian kearifan lokal?
2.
Bagaimana hakikat kearifan lokal?
3.
Apa fungsi kearifan lokal?
4.
Apa saja landasan dari kearifan
lokal?
5.
Apa tujuan kearifan lokal?
6.
Bagaimana langkah implementasi
kearifan lokal di sekolah?
7.
Bagaimana pengembangan sekolah
berbasis kearifan lokal?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kearifan Lokal
Pengertian
kearifan lokal menurut Haryati Soebadio merupakan sebuah identitas atau
kepribadian buadaya sebuah bagsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu
menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lain menjadi
watak dan kemampuan mandiri. Kearifan lokal sifatnya menyatu dengan karakter
masyrakat, karena keberadaannya selalu dilaksanakan dan dilestarikan (dalam
kondisi tertentu malah dihormati).
Rahyono mendefinisikan
kearifan lokal sebagai sebuah kecerdasan yang dimiliki oleh kelompok etnis
tertentu, yang diperoleh melalui pengalaman etnis tersebut bergulat dengan
lingkungan hidupnya. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa
kearifan lokal merupakan buah atau hasil dari masyarakat/etnis tertentu melalui
pengalaman dan belum tentu dialamai oleh masyarakat lain. Kearifan lokal ini
akan melekat sangat kuat pada masyarakat/etnis tertentu. Ini karena nilai-nilai
kearifan lokal teruji dan melalui proses panjang, bahkan usianya hampir
menyamai keberadaan sebuah masyarakat atau etnis tertentu.
Suhartini mendefinisikan
kearifan lokal sebagai sebuah warisan nenek moyang yang berkaitan dengan nilai
kehidupan. Tata nilai kehidupan ini menyatu tidak hanya dalam bentuk religi,
tetapi juga dalam budaya, dan adat istiadat. Ketika sebuah masyarakat melakukan
adaptasi terhadap lingkungannya, mereka mengembangkan suatu kearifan baik yang
berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat, nilai budaya,
aktivitas mengelola lingkungan guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Sebuah kearifan
yang berkaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan inilah yang disebut
Suhartini sebagai kearifan lokal.
Selanjutnya,
Francis Wahono, secara lengkap memberikan definisi mengenai kearifan lokal yang
merupakan kepandaian dan startegi-strategi pengelolaan alam semesta dalam
menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai
bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan lokal tidak hanya berhenti
pada etika, tetapi samapai pada norma, tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan
lokal dapat menjadi seperti religi yang menjadi pedoman manusia dalam bersikap
dan bertindak, baik dalam kontes kehidupan sehari-hari maupun menentukan
peradaban manusia yang lebih jauh.
Kearifan lokal
teruji dan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Moendarjito menyatakan bahwa
kearifan dapat digali dan dijadikan basis pendidikan karakter. Itu karena
kearifan lokal mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:
1.
Mampu bertahan terhadap budaya luar;
2.
Memiliki kemapuan mengakomodasi
unsur-unsur budaya luar;
3.
Mempunyai kemampuan mengintegrasikan
unsur budaya luar ke dalam budaya asli;
4.
Mempunyai kemampuan mengendalikan;
dan
5.
Mampu memberi arah pada perkembagan
budaya.[1]
B.
Hakikat
Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan jawaban kreatif terhadap
situasi goegrafis-politis, historis, dan situasional yang bersifat lokal yang
mengandung sikap, pandangan, dan kemampuan suatu masyarakat didalam mengelola
lingkungan rohani dan jasmaninya. Semua itu merupakan upaya untuk dapat
memberikan kepada warga masyarakatnya suatu daya tahan dan daya tumbuh di
wilayah dimana masyarakat itu berada. Oleh sebab itu, kearifan lokal merupakan
perwujudan dari daya tahan dan daya tumbuh yang dimanifestasikan melalui pandangan
hidup, pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang berupa aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat lokal untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan hidupnya, sekaligus memelihara kebudayaannya.
Dalam pengertian inilah kearifan lokal sebagai jawaban
untuk bertahan dan menumbuhkan secara berkelanjutan kebudayaan yang
didukungnya. Setiap masyarakat termasuk masyarakat tradisional, dalam konteks
kearifan lokal seperti itu pada dasarnya terdapat suatu proses untuk menjadi
pintar dan berpengetahuan. Hal itu berkaitan dengan adanya keinginan agar dapat
mempertahankan dan melangsungkan kehidupan. Wujud kearifan lokal yang umumnya
berkembang didaerah pedesaan karena ada kebutuhan untuk menghayati,
mempertahankan dan melangsungkan hidup sesuai dengan situasi dan kondisi serta
kemampuan dan nilai-nilai yang dihayati didalam masyarakatnya.[2]
Kadangkala pengetahuan lokal biasa disebut dengan
kearifan masyarakat yang tidak relevan dan tidak memiliki kekuatan untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan produktivitas dalam dunia modern. Padahal
pengetahuan lokal yang dianggap tidak rasional dan bersifat tradisional serta
kerapkali dianggap unik itu masih dijumpai dan berkembang didalam kehidupan
masyarakat, terutama di pedesaan untuk menjawab perubahan lingkungan alam saat
ini. Dalam konteks itulah kearifan lokal menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan masyarakat.[3]
C.
Fungsi Kearifan
Lokal
Kearifan lokal berkaitan erat dengan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Masyarakat memiliki sudut pandang
tersendiri terhadap alam dan lingkungannya. Masyarakat mengembangkan cara-cara
tersendiri untuk memelihara keseimbangan alam dan lingkungannya guna memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan melalui
pengembangan kearifan lokal memiliki kelebihan tersendiri. Selain untuk
memelihara keseimbangan sumber daya alam dan lingkungannya, kebudayaan
masyarakat setempat pun dapat dilestarikan.
Kearifan lokal memiliki banyak
fungsi. Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa
nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Bentuk yang bermacam-macam
ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi
tersebut antara lain adalah: [4]
1.
Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi
dan pelestarian sumber daya alam.
2.
Kearifan lokal berfungsi untuk
mengembangkan sumber daya manusia.
3.
Kearifan lokal berfungsi sebagai
pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4.
Kearifan lokal berfungsi sebagai petuah,
kepercayaan, sastra, dan pantangan.
D.
Landasan Pendidikan
Berbasis Kearifan Lokal
Ada beberapa
landasan pendidikan berbasis kearifan lokal, antara lain:
1.
Landasan Historis
Kearifan lokal dapat bersumber dari kebudayaan
masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu. Dalam perspektif historis, kearifan
lokal dapat membentuk suatu sejarah lokal. Sebab kajian sejarah lokal, yaitu
studi tentang kehidupan masyarakat atau khususnya komunitas dari suatu
lingkungan sekitar tertentu dalam dinamika perkembangannya dalam berbagai aspek
kehidupan. Awal pembentukan kearifan lokal dalam suatu masyarakat umumnya tidak
diketahui secara pasti kapan kearifan lokal tersebut muncul. Pada umumnya
terbentuk mulai sejak masyarakat belum mengenal tulisan (praaksara). Tradisi
praaksara ini yang kemudian melahirkan tradisi lisan.[5]
Secara historis tradisi lisan banyak menjelaskan
tentang masa lalu suatu masyarakat atau asal-usul suatu komunitas. Perkembangan
tradisi lisan ini dapat menjadi kepercayaan atau keyakinan masyarakat. Dalam
masyarakat yang belum mengenal tulisan terdapat upaya untuk mengabadikan
pengalaman masa lalunya melalui cerita yang disampaikan secara lisan dan terus
menerus diwariskan dari generasi ke genarasi. Pewarisan ini dilakukan dengan
tujuan masyarakat yang menjadi generasi berikutnya memiliki rasa kepemilikan
atau mencintai cerita masa lalunya. Tradisi lisan merupakan cara mewariskan
sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, dalam bentuk pesan verbal
yang berupa pernyataan yang pernah dibuat di masa lampau oleh generasi yang
hidup sebelum generasi yang sekarang ini.
2.
Landasan Psikologis
Secara psikologis pembelajaran berbasis kearifan lokal
memberikan sebuah pengalaman psikologis kepada siswa selaku pengamat dan
pelaksana kegiatan. Dampak psikologis bisa terlihat dari keberanian siswa dalam
bertanya tentang ketidaktahuannya, mengajukan pendapat, persentasi di depan kelas,
dan berkomunikasi dengan masyarakat. Dengan pemanfaatan lingkungan maka
kebutuhan siswa tentang perkembangan psikologisnya akan diperoleh. Karena
lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar. Terhadap faktor
lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti
pengalaman.
3.
Landasan Politik dan Ekonomi
Secara politik dan ekonomi pembelajaran berbasis
kearifan lokal ini memberikan sumbangan kompetensi untuk mengenal persaingan
dunia kerja. Dari segi ekonomi pembelajaran ini memberikan contoh nyata
kehidupan sebenarnya kepada siswa untuk mengetahui kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Karena pada akhirnya siswa dididik dan disiapkan untuk
menghadapi persaingan global yang menuntut memiliki ketrampilan dan kompetensi
yang tinggi di lingkungan sosial.
4.
Landasan Yuridis
Secara yuridis pembelajaran berbasis kearifan lokal
mengarahkan peserta didik untuk lebih menghargai warisan budaya Indonesia.
Sekolah Dasar tidak hanya memiliki peran membentuk peserta didik menjadi
generasi yang berkualitas dari sisi kognitif, tetapi juga harus membentuk sikap
dan perilaku peserta didik sesuai dengan tuntutan yang berlaku. Apa jadinya
jika di sekolah peserta didik hanya dikembangkan ranah kognitifnya, tetapi
diabaikan afektifnya. Tentunya akan banyak generasi penerus bangsa yang pandai
secara akademik, tapi lemah pada tataran sikap dan perilaku. Hal demikian tidak
boleh terjadi, karena akan membahayakan peran generasi muda dalam menjaaga
keutuhan bangsa dan Negara Indonesia. Nilai-nilai kearifan lokal yang ada di
sekitar sekolah dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran di Sekolah Dasar. Tak
terkecuali dalam pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme. Dengan
diintegrasikannya nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran di Sekolah
Dasar diharapkan siswa akan memiliki pemahaman tentang kerifan lokalnya
sendiri, sehingga menimbulkan kecintaan terhadap budayanya sendiri.[6]
E.
Tujuan
Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Tujuan dari pendidikan berbasis
kearifan lokal ialah sesuai dengan yang telah termaktub dalam undang- undang
nasional yaitu Undang- undang (UU) No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Sedangkan manfaat dari pendidikan yang berbasis kepada
kearifan lokal antara lain ialah:
1.
Melahirkan generasi-generasi yang
kompeten dan bermartabat.
2.
Merefleksikan nilai-nilai budaya.
3.
Berperan serta dalam membentuk
karakter bangsa.
4.
Ikut berkontribusi demi terciptanya
identitas bangsa.
5.
Ikut andil dalam melestarikan budaya
bangsa.[7]
F.
Langkah
Implementasi Kearifan Lokal di Sekolah
Sekolah
berbasis kearifan lokal tidak serta merta muncul begitu saja, tetapi melalui
proses dan langkah-langkah yang menjadikan sekolah tersebut dapat dikatakan
sebagai sekolah berbasis kearifan lokal. Adapun langkah-langkahnya antara lain
sebagai berikut:[8]
1.
Tahap Inventarisasi Keunggulan Lokal
Tahap ini
merupakan tahap untuk mengidentifikasi seluruh keunggulan lokal yang terdapat
pada daerah sekitar sekolah. Keunggulan lokal diinventarisasi dari aspek sumber
daya manusia, sumber daya alam, geografis, sejarah, dan budaya yang dilakukan
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan/atau studi literatur.
2.
Tahap Analisis Kesiapan Satuan
Pendidikan
Pada tahap ini,
pendidik yang ditugaskan untuk menganalisis keunggulan aspek internal dan
eksternal satuan pendidikan yang dilihat dari berbagai aspek. Dalam melihatnya
dapat dilakukan dengan cara mengelompokan keunggulan yang saling berkaitan satu
sama lain.
3.
Tahap Penentuan Tema dan Jenis Keunggulan
Lokal
Tahap ini
mempertimbangkan 3 hal, yaitu:
a.
Hasil inventarisasi proses
keunggulan lokal yang dihasilkan. Keunggulan lokal yang bernilai komparatif dan
kompetitif.
b.
Hasil analisis internal dan
eksternal satuan pendidikan.
c.
Minat dan bakat peserta didik.
4.
Tahap Implementasi Lapangan
Tahap
implementasi lapangan harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing satuan
pendidikan. Sedikitnya terdapat 3 model implementasi kearifan lokal dalam
pembelajaran yang perlu dipertimbangkan, yaitu:[9]
a.
Model komplementatif (single
subject)
Implementasi
kearifan lokal ditambahkan ke dalam program pendidikan kurikuler dan struktur
kurikulum. Pelaksanaannya dapat berupa menambahkan mata pelajaran khusus
kearifan lokal dalam struktur kurikulum atau menyelenggarakan program sesuai
dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam kalender pendidikan. Model ini
membutuhkan waktu tambahan dan guru tambahan. Model ini dapat digunakan secara
optimal dan intensif untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal pada peserta
didik.
b.
Model terpadu (integrative)
Implementasi
kearifan lokal melekat dan terpadu dalam program kurikuler, kurikulum yang ada,
dan/atau mata pelajaran yang ada, bahkan proses pembelajaran. Program kurikuler
atau mata pelajaran yang ada hendaknya bermuatan nilai-nilai kearifan lokal.
Model ini membutuhkan kesiapan dan kemampuan tinggi dari sekolah, kepala
sekolah, dan guru. Kepala sekolah dan guru dituntut untuk kreatif, inisiatif,
dan kaya akan gagasan. Selain itu, harus pandai dan cekatan menyiasati serta menjabarkan
kurikulum, mengelola pembelajaran, dan mengembangkan penilaian. Keuntungannya
adalah model ini relatif murah dan tidak membebani sekolah.
c.
Model terpisah (discreet)
Implementasikan
kearifan lokal disendirikan, dipisahkan, dan dilepas dari program kurikuler.
Pelaksanaannya dapat berupa pengembangan kearifan lokal yang dikemas dan
disajikan secara khusus pada peserta didik. Penyajiannya dapat dikaitkan dengan
program kurikuler atau berbentuk program ekstrakurikuler. Model ini memerlukan
perencanaan yang baik agar tidak salah penerapan.
Pemilihan model
yang diterapkan tersebut sangat tergantung dari berbagai kesiapan beberapa
aspek termasuk karakteristik sekolah. Melalui proses evaluasi diri, uji coba,
validasi, impelemntasi, dan evaluasi akan disiapkan pola yang cocok untuk
masing-masing sekolah.
G.
Pengembangan
Sekolah Berbasis Kearifan Lokal
Ada beberapa
alternatif dalam mengembangkan sekolah berbasis kearifan lokal, antara lain:[10]
1.
Membuat teamwork
Kepala sekolah sangat perlu untuk
membentuk teamwork yang khusus menangani sekolah berbasis kearifan
lokal. Hal tersebut bertujuan untuk menggali secara dalam semua hal yang
berkaitan dengan program ini, baik materi, sarana dan prasarana, tenaga
pengajar, prospek masa depan, serta tindak lanjut ke depan.
2.
Bekerja sama dengan aparat desa dan
tokoh masyarakat
Sekolah harus mengikutsertakan
aparat dan tokoh masyarakat dalam proses perencanaan, kajian, uji coba, dan
mengambil keputusan. Pelaksanaan program membutuhkan dukungan dari semua elemen
masyarakat lokal, sehingga keberadaan diapresiasi dan ide-ide diakomodasi
secara proporsional.
3.
Mempersiapkan software dan hardware
Software berupa program kurikulum dan tenaga pengajar, sedangkan hardware
berupa sarana dan prasarana yang menjadi fasilitas pendukung pelaksanaan
program yang disiapkan secara rapi.
4.
Menyiapkan strategi pelaksanaan
Program kearifan lokal membutuhkan
strategi pelaksanaan yang tepat. Jika ditambahkan di intrakurikuler, maka
menjadi satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh peserta didik. Jika di
ekstrakurikuler, maka akan diajarkan pada waktu sore dan sesuaikan bakat minat
peserta didik, namun waktunya lebih bebas, luas, dan menyenangkan.
5.
Studi banding
Studi banding ke lembaga pendidikan
yang sukses menerapkan sekolah berbasis kearifan lokal dapat mempercepat proses
perencanaan, pelaksanaan, dan penentuan target. Studi banding dapat melahirkan
imajinasi dan ide-ide baru dalam mengembangkan sekolah berbasis kearifan lokal.
BAB III
PENUTUP
Kearifan lokal merupakan jawaban kreatif terhadap
situasi goegrafis-politis, historis, dan situasional yang bersifat lokal yang
mengandung sikap, pandangan, dan kemampuan suatu masyarakat didalam mengelola
lingkungan rohani dan jasmaninya. Semua itu merupakan upaya untuk dapat
memberikan kepada warga masyarakatnya suatu daya tahan dan daya tumbuh di
wilayah dimana masyarakat itu berada. Oleh sebab itu, kearifan lokal merupakan
perwujudan dari daya tahan dan daya tumbuh yang dimanifestasikan melalui
pandangan hidup, pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang berupa
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk menjawab berbagai masalah
dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, sekaligus memelihara kebudayaannya.
Tujuan dari pendidikan berbasis
kearifan lokal ialah sesuai dengan yang telah termaktub dalam undang- undang
nasional yaitu Undang- undang (UU) No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Musanna. “Artikulasi Pendidikan Guru Berbasis Kearifan Lokal
untuk Mempersiapkan Guru yang Memiliki Kompetensi Budaya”. Artikel.
Sekolah Tinggi Agama Islam Gajah Putih Takengon. 2012.
Http://erwinblog-erwinpermana12.blogspot.co.id/2012/03/makalah-kearifanlokal.html.
Diakses Tanggal 05 April 2017 Pukul 20.41 WIB.
Koentjaningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Aksara baru.
Sartini.
“Menggali Karifan Lokal Nusantara: Sebuah Kajian Filsafati”. Jurnal
Filsafati. 2004.
Suhartini.
“Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan”. Jurnal Prosiding Seminar Nasional Penelitian. Universitas
negeri Yogyakarta. 2009.
Takari, Muhammad. “Kearifan Lokal”. Jurnal, http://www.etnomusikologiusu.com./artikel-kearifan-lokal.html.
Diakses Tanggal 05 April 2017 Pukul 21.03 WIB.
Wagiran.
“Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal dalam Mendukung Visi Pembangunan
Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta 2020 (Tahun Kedua)”. Jurnal Penelitian
dan Pengembangan. Volume III Nomor 3. 2011.
Wahyudi,
Agung. “Implementasi Sekolah Berbasis Kearifan Lokal di SD Negeri Sendangsari
Pajangan”. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta. 2004.
Wibowo,
Agus dan Gunawan. 2015. Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal di
Sekolah (Konsep, Strategi, dan Implementasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Terimaksih kak
ReplyDelete