Friday, October 4, 2019

GAYA KEPEMIMPINAN DI PONDOK PESANTREN


HASIL PENELITIAN
Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang memiliki arti mengetuai atau mengepalai rapat, perserikatan, pengarahan. Kata pemimpin memiliki arti yang sama dengan kata bimbing dan tntun; yang sama-sama meliki arti mengarahkan atau memberi petunjuk. Kepemimpinan erat kaitannya dengan keterampilan atau seni mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu atau seni mempengaruhi dan menggerakkan orang untuk bekerja secara terkoordonasi, dimana setiap orang tergerak mengerjakan pekerjaannya serta menyelesaikan tugasnya dengan baik berdasarkan program yang telah dicanangkan dalam kinerja keorganisasian secara menyeluruh.[1]
 Pertanyaan mendasar tentang kepemimpinan dapat diajuakan seperti; apakah kepemimpinan itu dan apa pula pekerjaan seorang pemimpin. Untuk pemimpin yang efetif tidak cukup hanya apa yang dikerjakan oleh pemimpin, tetapi sesama pentingnya ialah menanyakan bagaimana ia berbuat dalam memimpin. Pemimpin melaksanakan tugasnya dalam situasu ditengah-tengah manusia. Hal ini mengandung aspek kejiwaan dalam peran pemimpin. Apakah bahannya tunduk padanya dengan fasif atau aktif bekerja sama. Disini aspek kejiwaan antara pemimpin dan bawahan.[2]
Kiai
Kata kiai merupakan kata yang sudah cukup akrab di dalam masyarakat Indonesia. Kiai adalah sebutan bagi alim ulama‘ Islam.  Kata ini merujuk kepada figur tertentu yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai dalam ilmu-ilmu agama Islam karena kemampuannya yang tidak diragukan lagi, dalam struktur masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa, figur kiai memperoleh pengakuan akan posisi pentingnya di masyarakat. Menurut Dhofier Perkataan “kiai” dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga gelar yang berbeda, diantaranya: pertama, Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, umpamanya, “Kiai garuda kencana’’ dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di Yogyakarta; kedua, Gelar kehormatan bagi orang-oarang tua pada umumnya. Ketiga, Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki kelimuan agama yang cukup matang, atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik pada santrinya.[3]
Demokratis dalam pengembangan kebijakan pendidikan di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem
Kepemimpinan Kiai dalam sebuah tatanan pondok pesantren menjadi bagian sentral dalam segala aktivitas kepesantrenan. Baik berupa apa-apa yang mengatur lembaga formal dan lembaga non formal dalam sistem yayasan . Kiai sebagai pemimpin ataupun pengasuh serta tokoh penting dalam sebuah pesantren, sehingga segala kebijakan yang di dalam pesantren berada dibawah keputusannya secara demokratis. Hal ini dikarenakan Kiyai sebagai pemilik serta pendiri Pondok Pesantren dipandang sebagai orang yang berkontribusi besar dalam pengembangan dan perluasannya sebagai bagian dari titik tonggak berdirinya.
Kepemimpinan demokratis  yaitu menempatkan manusia sebagai faktor utama dan yang terpenting dalam setiap kelompok. Tipe ini diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi yang efektif berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai satu sama yang lainnya. Ralph White dan Ronald Lippi mengatakan, tipe kepemimipinan demokratis ini mempunyai karakter sebagai berikut: Pertama, semua kebijakan menjadi pembahasan kelompok dan keputusan kelompok dirangsang dan dibantu oleh pemimpin. Kedua, perspektif aktifitas dicapai selama diskusi berlangsung. Dilukiskan langkah-langkah umum kearah tujuan kelompok dan apa bila diperlukan nasehat teknis, maka pemimpin menyarankan dua atau lebih prosedur-prosedur alternatif  yang dapat dipilih. Ketiga, para anggota bebas bekerja dengan siapa yang mereka kehendaki dan pembagian tugas terserah kepada kelompok. Keempat, pemimpin bersifat obyektif. Seorang pemimpin hanya bertindak sebagai mediator atau anggota kelompok tanpa terlampau banyak melakukan intervensi.[4]

Pesantren an-Nur Ngrukem merupakan salah satu Pesantren di Bantul yang telah memiliki lembaga pendidikan formal hingga Perguruan Tinggi Negeri. Lembaga-lembaga pendidikan ini berada dalam satu payung yayasan pesantren, dimana setiap masing-masing lembaga pendidikan dipimpin oleh para keluarga kiyai. Walaupun sistem kebijakan kepemimpinannya diketuai oleh para keluarga ndalem, akan tetapi keputusan dalam setiap kebijakan untuk pesantren dan lembaga merupakan keputusan serentak hasil dari beberapa rapat evaluasi serta usulan masing-masing dewan anggota.
Tamyiz, S.Pd selaku Sekertaris Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem mengatakan,
“Segala kebijakan di pondok pesantren ditetapkan secara bersama-sama dengan para anggota ataupun pengurus, sehingga pimpinan pondok pesantren memutuskan segala usulan dalam setiap hasil dari kebijakan-kebijakan yang dirapatkan. Rapat evaluasi di Pondok dilaksanakan setiap 3 bulan sekali dan membahasa berbagai usulan-usulan dari santri ataupun perluasan wilayah dan hal-hal yang bersifat luas seperti mengenai anggaran pondok dan penetapan hari libur bagi setiap lembaga pendidikan pada acara-acara internal pondok seperti Haul dan pengajian-pengajian penting.”[5]
Yayasan menaungi setiap lembaga pendidikan di An-Nur, sehingga apa yang telah ditetapkan yayasan harus disetujui oleh masing-masing lembaga pendidikan. Akan tetapi keputusan yang ditetapkan tidak pernah memberatkan lembaga karena perkara yang ditangani adalah bersifat universal. Artinya hal-hal yang dirapatkan dan disetujui oleh ketua yayasan adalah perkara-perkara umum yang tidak menggangu kebijakan pendidikan lokal masing-masing lembaga seperti kurikulum, perekrutan guru, hukuman bagi siswa yang membolos, atau tindakan-tindakan pelanggaran santri. Yayasan tetap memberikan kebebasan kepada masing-masing lembaga untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang bersifat internal di dalam sekolah.
Sistem Kepemimpinan di dalam sekolah-sekolah An-Nur diketuai oleh anak-anak Pengasuh Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem. Diketahui bahwasannya Pengasuh Pondok Pesantren an-Nur Ngrukem, selaku pendiri Pondok tersebut adalah Bapak KH. Nawawi Abdul Aziz. Setelah beliau wafat, maka pengasuh dan ketua yayasan digantikan oleh anak tertuanya yakni KH. ‘Ashim Nawawi. Sedangkan lembaga-lembaga pendidikan lainnya diketuai oleh keluarga-keluarga dari KH. ‘Ashim Nawawi. Seperti KH Kharis Masduqi selaku menantu dari KH. Nawawi sebagai ketua di salah satu lembaga pendidikan formal Madrasah Aliyah an-Nur Ngrukem.
Gaya kepemimpinan Demokratis merupakan salah satu bentuk kepemimpinan dalam kebijakan yang bersifat demokratis. Membebaskan para anggota, staff dan bawahan untuk bersama-sama membangun sebuah kebijakan dalam pengembangan lembaga. Dalam hal ini pondok an-Nur ngrukem, tidak bersifat otoriter ataupun keputusan sepihak dari atasan tanpa mempertimbangkan segala usulan serta tidak adanya wewenang santri. Pengasuh An-Nur, KH. ‘Ashim Nawawi memberikan wewenang seluas-luasnya terhadap para anggota dan pengurus untuk bersama-sama membangun pondok sebagai bagian dari tujuan bersama. Gaya kepemimpinan dalam pemutusan kebijakan seperti inilah yang bersifat luwes dan terbuka terhadap segala tata aturan yang dibuat. Tidak kolot, tidak mengekang dan tidak bersifat sepihak dikarenakan segala usulan merupakan hasil buah pikir bersama terhadap penanganan permasalahan yang dihadapi dari masing-masing lembaga terhadap yayasan.
Akan tetapi keluwesan dalam penyerahan kebebasan wewenang bukan berarti membebaskan segala bentuk kebijakan tanpa memperhatikan posisi Pengurus di dalamnya. Tetap saja sebagai santri, nilai-nilai ketawadhuan menjadi bagian terpenting di dalam siklus kebijakan pondok pesantren. Kiyai tetap menjadi posisi tertinggi sebagai pimpinan dan pengurusan yang berwenang memberikan keputusan terhadap apa yang telah dirapatkan para anggota staff dan pengurus masing-masing lembaga. Pola kepemipinan ini tetap menjadikan Kiyai sebagai poros yang harus dihormati atas segala keputusan kebijakan yang telah dirapatkan oleh anggotas staff dan pengurus.
Faktor-Faktor Pendukung Dan Penghambatan Dalam Pengembangan Kebijakan Pendidikan Islam Di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem
Penerapan dan pengembangan kebijakan pendidikan di dalam sebuah lembaga sangatlah tidak mudah. Begitu banyak kendala-kendala yang sering ditemui ketika permasalahan ini menyangkut banyak orang. Akan tetapi, kendala-kendala dapat dijadikan sebuah tanjakan dalam pengembangan kebijakan yang lebih baik. Ketika terjadi banyaknya kendala yang ditemui maka kekompakkan dan kerjasama antar anggota staff serta pengurus harus tetap terjalin kuat agar permasalahan ini dapat dipikirkan efektifitas penyelesaiannya.
Di pondok pesantren an-Nur Ngrukem sebagai salah satu lembaga pendidikan berbasis Agama Islam memiliki berbagai macam kendala-kendala yang ditemui dalam pengembangan kebijakannya. Karena membangun sebuah lembaga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat berdiri dan berkembang dengan sangat baik. Lamanya masa berdiri suatu lembaga tidak lepas kemungkinan dari permasalahan-permasalahan baik internal maupun eksternal. Tamyiz selaku sekertaris pondok membenarkan hal tersebut dan menjelaskannya sebagai berikut,
“Sering kita menemui berbagai macam kendala-kendala di lapangan. Kendala ini seperti kurangnya komunikasi dan koordinasi antara pimpinan dengan anggota sehingga terkadang segala sesuatu diputuskan secara mendadak dan tiba-tiba. Hal ini dikarenakan pemimpin yayasan sibuk, sehingga koordinasi dalam beberapa menjadi kurang efisien dikarenakan waktu yang terbatas juga. Jadi kami sebagai santri kalau mau sowan ke ndalem susah karena Bapak sering tidak ada di pondok”.[6]
Koordinasi dan komunikasi merupakan salah satu hal penting dalam sebuah organisasi. Ketika koordinasi dan komunikasi tidak berlangsung lancar, maka segala kebijakan dan tugas-tugas yang direncanakan menjadi terbengkalai dan tidak dapat selesai tepat waktu, ataupun tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan pada awalnya. Sehingga, ketika koordinasi tidak berjalan dengan baik, maka keputusan kebijakan menjadi tertunda-tunda. Hal ini dikarenakan posisi Kiai sebagai ketua Pimpinan pondok dan sebagai Ketua Yayasan tidak berada di tempat untuk mengesahkan apa yang telah dirapatkan dan direncanakan. Ketika menemui hal tersebut maka alternatif selanjutnya sebagai pengesahan suatu kebijakan adalalah Ibu Nyai atau Istri dari KH. ‘Ashim Nawawi yang begitu aktif menggatikan suaminya ketika ditemukan beberapa permasalahan yang harus diselesaiakan segera.
Tamyiz mengatakan bahwasannya,
”Ketika Bapak Kiyai tindak atau sedang tidak ada di pondok, sedangkan ada beberapa hal yang harus diputuskan secara cepat. Misalkan kemaren itu mau mengadakan acara ziarah wali, ataupun biasanya keputusan-keputusan yang mendesak, kami tetap meminta persetujuan pengesahan kepada keluarga ndalem, biasanya Ibu Nyai yang memberikan masukan-masukan dan arahan menggatikan Bapak yang tidak ada di tempat”.[7]
Dalam hal ini, pemberi keputusan dengan kekuasaan terpandang selain Ketua Yayasan adalah Istri dari Ketua Yayasan, atau Istri dari KH. ‘Ashim Nawawi. Akan tetapi walaupun keputusan disahkan  oleh Ibu Nyai, apa yang disahkannya tetap diberitahukan kepada ketua yayasan sebagai bentuk pertimbangan penetapan keputusan yang tepat. Sehingga keputusan tidak semena-mena disetujui tanpa adanya restu dari ketua yayasan.
Selain faktor penghambatnya, ada beberapa hal yang mendukung pengembangan kebijakan pendidikan Islam di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem. Faktor-faktor pendukung tersebut disampaikan oleh Tamyiz selaku sekertaris pondok pesantren An-Nur Ngrukem. Tamyiz menyampaikan bahwasannya,
Ketawadhuan santri kepada pondok, serta besarnya rasa pengabdian kami kepada pondok, membuat kami bekerja dan berjuang disini dengan senang hati. Kami berjuangan bersama-sama memajukan pondok untuk ke arah yang lebih baik dengan gembira. Ya karena ini adalah bentuk pengabdian kita. Tidak ada penyesalan atau rasa lelah. Bahagia saja melakukannya karena kami tulus dan ikhlas. Jadi ngedumel atau bersikap acuh kepada suatu keputusan yang mendadak tetap kami hormati dan kami indahkan sebagai keputusan Bapak Kiyai”.[8]
Ketulusan dan keikhlasan hati para staff dan pengurus pondok dalam sebuah bentuk pengabdian yang luar biasa menjadi salah satu hal yang mahal dalam pengembangan dan kerjasama organisasi. Ketika setiap anggota bersama-sama merasa bertanggungjawab atas sebuah lembaga, maka segala kesulitan yang dihadapi akan dapat diselesaikan dengan baik, atas dasar kerjasama dan kecintaan mereka sebagai santri yang mengabdi di dalam pondok pesantren.


[1] [1] Sulaiman, Pola Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Pendidikan Di Pondok Pesantren, Jurnal Edukasi (Kajian Ilmu-Ilmu Manajemen dan Pendidikan), Volume 6, No. 1 Tahun 2014, hlm.3

[2] Ibid. Hlm. 3
[3] Ibid., hlm. 5-6
[4] Sulaiman, Pola Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Pendidikan Di Pondok Pesantren, Jurnal Edukasi (Kajian Ilmu-Ilmu Manajemen dan Pendidikan), Volume 6, No. 1 Tahun 2014, hlm. 11-12
[5] Hasil Wawanacara di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem Pada Tanggal ..........
[6] Hasil Wawanacara di Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem Pada Tanggal....
[7]
[8]

No comments:

Post a Comment

Outsourcing Sumber Daya Manusia

Outsourcing Sumber Daya Manusia Oleh: Cahyani Susan Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan bisnis saat ini menuntut p...