Saturday, April 22, 2017

SEJARAH PENDIDIKAN DI JEPANG

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan komponen penting dalam memajukan suatu bangsa. Dengan pendidikan mata rantai kemiskinan akan terputus secara terhormat. Dengan ciri khasnya yang sering kita dengar, Jepang merupakan suatu negara yangs angat menjunjung tinggi pendidikan. Ketika perang dunia II dan terjadi pengeboman di wilayah Hiroshima dan Nagasaki, hal pertama yang ditanyakan oleh kaisar Hiro Hito adalah, “Berapa jumlah guru yang masih tersisa?”. Hal ini membuktikan bahwasannya dengan adanya guru, maka kehancuran Jepang akibat Bom Nuklir dapat dibangun kembali sebuah peradaban berpendidikan yang lebih baik.
Pada masa sebelum abad ke-20 pendidikan di Jepang telah menunjukkan kemajuannya dalam berbagai bidang. Walaupun persepsi masyarakat Jepang dahulu terhadap pendidikan tidaklah seaktif sekarang ini. Dahulu kala rakyat Jepang masih enggan untuk mendapatkan pendidikan, tetapi secara tidak langsung mereka telah mendapatkan pendidikan budi pekerti dari keluarga. Namun, dari hari kehari perhatianmasyarakat terhadap pendidikan mulai terbenetuk. Telah terbersit keinginan mereka untuk mendapatkan pendidikan, ditambah lagi dengan upaya pemerintah yang sangat baik dalam bidang pendidikan.
Oleh karenanya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sejarah Pendidikan di Jepang sebelum abad ke-20 makalah ini ditulis untuk memenuhi keingintahuan publik mengenai pendidikan di Jepang.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.       Bagaimana Kondisi Masyarakat di Jepang abad ke-20?
2.       Bagaimana Kondisi pendidikan di Jepang sebelum abad ke- 20?
C.     TUJUAN PENULISAN
1.       Untuk mengetahui kondisi Masyarakat di Jepang abad ke-20
2.       Untuk mengetahui kondisi pendidikan di Jepang sebelum abad ke-20


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Kondisi Masyarakat Di Jepang Sebelum Abad Ke-20
Jepang merupakan suatu negara yang sangat padat penduduknya. Rakyatnya tinggal di gugusan pulau yang bergunung-gunung di muka pantai benua Asia. Letak gunung yang demikian memungkinkan bangsa Jepang berkembang dengan agak bebas dari pengaruh tetangganya yaitu negara-negara Timur jauh. Pengaruh kebudayaan yang terbesar kepadanya memang berasal dari negara-negara itu. Namun bangsa Jepang telah berkali-kali berusaha menghilangkan tradisi itu.[1]
Banyaknya kekuatan yang telah membentuk kebudayaan dan pendidikan Jepang dapat dikilas-balik pada abad-abad pertama Masehi. Catatan sejarah Jepang tertua yang ditulis pada awal abad ke-8 Masehi menyebutkan bahwa kekaisaran Jepang didirikan pada tahun 660 SM. Namun terdapat bukti yang cukup nyata bahwa yang ada saat itu hanyalah komunitas-komunitas suku. Bahkan, pada catatn-catatan pertama bangsa Cina tentang Jepang yang ditulis pada abad pertama Masehi, para penulisnya menyebutkan bahwa bangsa Jepang adalah bangsa yang sangat bar-bar. Mereka juga mengulas karakteristik bangsa Jepang yang hingga kini masih bisa ditemukan oleh pengunjung modern seperti kecintaan terhadap alam, menyukai kebersihan, kejujuran, kesopanan, lemah-lembut dalam suasana damai gagah berani dalam peperangan. [2]
Kebudayaan-kebudayaan Cina pertama yang dibawa masuk ke Jepang lewat Korea diantaranya adalah tulisan Cina, kesusasteraan, aritmetika, dan penangganalan Cina. Menjelang akhir abad ke-6, diantara bangsa-bangsa Asia Timur telah berkembang suatu hubungan tetap pertukaran cendikiawan. Cendikiawan Jepang pergi belajar ke istana Cina atau Korea dan cendikiawan Cina berdatangan untuk mengajari tetangganya yang masih terbelakang itu.
Membicarakan mengenai tradisi Jepang tidak akan jauh dengan Shintoisme, agama nenek moyang masyarakat Jepang. Asal mula shinto bermacam-macam banyak ritualnya dan belakangan menjadi agama persatuan. Pemujaan terhadap nenek moyang, alam, animisme, pemujaan kesuburan, dan shamanisme (pedukunan) semua sudah dikenal pada zaman awal shinto.[3]

B.     Kondisi Pendidikan Di Jepang Sebelum Abad Ke-20
Ada begitu banyak upaya penting yang dibuat para penguasa Jepang pada periode awal untuk merancang serangkaian Undang-Undang yang digunakan pejabat pemerintah untuk mengurus rakyat. Kitab Undang-Undang ini muncul pada tahun 701 Masehi dan dikenal sebagai Undang-Undang Taiho. Undang-Undang Taiho mencakup setiap tahap dalam pemerintahan- sipil, militer, peradilan, agama, dan pendidikan. Undang-Undang Taiho tetap menjadi hukum dasar di Jepang samapai setelah restorasi Meiji Tahun 1868.
Meskipun dalam tahun 668 Masehi sudah didirikan sebuah Universitas Nasional, namun perkembangan institusi ini dan pendirian fasilitas lain untuk pendidikan lanjutan harus menunggu peresmian Undang-Undang Taiho. Universitas tersebut diorganisasi pada tahun 702. Para dosen diangkat untuk mengajar kaligrafi, ilmu kedokteran versi Cina yang mengutamakan akupuntur, pembuatan alamanak, astronomi, musik, dan bunyi-bunyian dari karakter Cina. Sesuai perintah, di setiap Provinsi dibangun satu sekolah yang memberikan pelajaran kkurang lebih sama dengan pelajaran di Universitas, walaupun tak diragukan lagi pelajaran yang diberikan masih kurang maju dan lebih rendah mutunya. Siswa-siswa yang cakap dari keluarga-keluarga bangsawan diseleksi untuk bersekolah di sekolah Propinsi dan Universitas Nasional. Sebagaimana di Cina, tujuan dari siswa-siswa tersebut adalah menjadi pegawai pemerintah.
Lebih lanjut lagi Undang-Undang Taiho menerangkan secara terperinci hukum khusus mengenai tugas-tugas guru dan dosen dan persyaratan akademik siswa. Para siswa merupakan putra-putra pejabat pemerintah tingkat tinggi berusia antara 13 dan 16 tahun. Mereka diperkenankan memasuki semua cabang pendidikan. Masa studi maksimum bagi siswa untuk merampungkan seluruh pelajaran adalah 9 tahun. Ujian diadakan setahun sekali dan hasilnya menentukan kualifikasi siswa tersebut untuk jabatan pemerintahan.
Tampak bahwa rancangan pendidikan klaisk bagi pemuda-pemuda yang berdasarkan status kelahirannya dipersiapkan untuk mejadi pejabat pemerintah. Bagi rakyat biasa, ada anjuran dari kerajaan seperti “. . . setiap rumah harus menyimpan sebuh salinan buku bebahasa Cina tentang Bakti Anak (Filial Piety) yang membacanya siang dan malam”; tetapi tidak ada sekolah bagi mereka.
Perpindahan ibukota dari Nara ke Tokyo  menyebabkan berdirinya Universitas Nasional baru pada akhir abad ke-8. Selama abad ke-9 dan abad ke-10, ke-11, institusi pendidikan swasta memberikan konstribusi terpenting bagi ilmu pengetahuan. Bangsawan-bangsawan yang berkuasa di Propinsi-Propinsi dan Ibu Kota mendirikan dan mensubsidi sekolah swasta untuk mendidik pemuda-pemuda dari golongan mereka. Kesenian dan kesusasteraan maju pesat dibawah pengajaran guru-guru Budha dan pengajar awam, tetapi bersamaan dengan hal itu, pendidikan swasta mendapatkan status sedangkan sekolah negeri kehilangan signifikansinya. [4]
Sesudah Jepang kalah perang dalam Perang Dunia II, maka Tentara Pendudukan Amerika  melancarkan program perombakan secara besar-besaran sebagai suatu reaksi terhadap ciri-ciri Jepang  dari zaman sebelum perang. Tujuan pemerintahan pendudukan itu tiada lain daripada mendirikan suatu masyarakat baru yang demokratis dan cinta damai. [5]
Ciri-Ciri Pendidikan Jepang
Jepang menjadi suatu kasus yang relevan sekali untuk orang Amerika untuk diselidiki karena kedua bangsa ini memiliki banyak sekali kesamaan. Keduanya termasuk negara kapitalis yang maju dan sistem politiknya sama-sama demokratis. Jumlah penduduk Jepang sedikit lebih banyak dari pada seperdua penduduk Amerika Serikat. Tingkat pendidikan orang Jepang yang sudah dewasa tinggi, begitu pula di Amerika. Sejak perang dunia II sistem sekolahnya mirip sekali dengan yang kebanyakan didaerah Amerika, yaitu satu jalur yang terbagi menjadi Sekolah Dasar yang lamanya 6 tahun, kemudian Sekolah Menengah Pertama lamanya 3 tahun, lalu Sekolah Menengah Atas lamanya 3 tahun. Setelah itu bermacam-macam lembaga pendidikan yang terpusat pada Universitas. Sistem pendidikan di Jepang sekarang memberi kesempatan pada siswa tamatan sekolah menengah atas untuk mendapatkan pendidikan lebih lanjut dan bermacam-macam dan kesempatan tersebut seperti yang ada di Amerika.
Tetapi pendidikan di Jepang jelas sekali berbeda. Penduduknya lebih terpusat penghuninya, tidak tersebar, lebih padat dan homogen. Kebudayaannya lebih kompleks sebab bersumber kepada bermacam-macam kebudayaan Asia dan kebudayaan Barat. Dari kebudayaan barat banyak sekali yang diserap dalam waktu seratus tahun belakangan ini. Dalam beberapa hal pendidikan di Jepang sangat berbeda dari Pendidikan di Amerika Serikat. Perbedaan-perbedaan yang disebutkan dibawah ini amat penting bagi kami untuk menerangkan keberhasilan pendidikan Jepang merombak masyarakat.[6]
Ciri pendidikan di Jepang adalah:[7]
1.       Perhatian pada pendidikan datang dari bermacam-macam pihak
Jepang sebagai negara terlambat dalam perkembangannya termasuk negara yang paling dulu memakai pendidikan sebagai alat guna memajukan bangsa dan negara. Pemerintah pusat dan golongan elite dalam bisnis memandang pendidikan sebagai satu jalan untuk melatih tenaga kerja menjadi tenaga yang terampil dan ahli, untuk mencari calon-calon orang elite dalam bisnis memandang pendidikan sebagai satu jalan untuk melatih tenaga kerja menjadi tenaga yang terampil dan ahli, untuk mencari calon-calon orang elite dan untuk mengajarkan satu kebudayaan bagi seluruh rakyat.
Dalam periode susdah perang maka Persatuan Guru Jepang yang sangat berpengaruh telah tampil kedepan menentang kebijkasanaan pendidikan tradisional dari golongan elite yang berkuasa. Mereka dengan tegas menyatakan bahwa sistem pendidikan sanggup mengembangkan tokoh-tokoh yang besar serta kemampuan berfikir yang kritis; bersama-sama dengan partai politik yang progresif mereka berkali-kali mencari dukungan dari kalangan guru dalam usaha politiknya. Untuk menggulingkan rezim konservatif yang sedang berkuasa.
Tanggapan orang terhadap pendidikan yang berlain-lain dan kerap bertentangan. Namun dari respons yang bermacam-maccam itu timbul perhatian yang sangat menakjubkan terhadap pendidikan.
2.       Sekolah Jepang tidak mahal
Biaya pendidikan yang dipikul pembayar pajak boleh dikata rendah bila orang ingat akan tingginya taraf yang telah dicapai. Pada tahun 1973 biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang untuk pendidikan hanya sebanyak 4,9 persen dari pendapatan nasional. Jumlah guru di Jepang lebih banyak dari siswa hal inilah yang menjadi sebab mengapa pengeluaran untuk pegawai staf sangat rendah. Perlu diketahui bahwa karyawan pembantu sekolah di Jepang jumlahnya boleh dikata sedikit. Siswa dan guru bersama-sama melakukan bermacam-macam pekerjaan yang mungkin dilakukan karyawan khusus di negara lain. Guru yang pekerjaannya mengajar melakukan pekerjaan administrasi dan penyuluhan.
Siswa menghidangkan makanan siang, membersihkan ruang kelas dan halaman sekolah serta mengurus fasilitas-fasilitas sekolah seperti perpustakaan dan papan pengumuman. Karena untuk pekerjaan itu orang tidak dibayar maka biaya dapat ditekan hingga menjadi rendah sekali. Maka akibatnya sekolah Jepang mempunyai uang lebih banyak yang dapat dipakai untuk keperluan gedung.
3.       Di Jepang tidak ada Diskriminasi terhadap sekolah
Perhatian masyarakat sesudah Perang Dunia II terhadap pendidikan telah memaksa pemerintah pusat memperkecil perbedaan biaya untuk tiap siswa. Sekarang pada tingkat pendidikan wajib disemua prefektur praktis tidak ada perbedaan dalam hal biaya yang setiap tahun dikelurkan untuk setiap siswa.
Belum lama berselang pemerintah mulai memberi dana tambahan kepada sekolah yang menerima anak-anak dari golongan “Outcaste”, yakni dari masyarakat burakimin. Anak-anak “outcaste” ini sejak dahulu tidak menunjukkan prestasi yang tinggi disekolahnya, maka tunjangan tambahan itu untuk membayar pelajaran diluar jam pelajaran wajib dan untuk tujuan-tujuan kompensatoris. Program-program itu begitu intensif hingga biaya untuk tiap siswa dari golongan “outcaste” ini tiga kali pengeluaran untuk siswa lain.
Sistem keuangan untuk keperluan pendidikan di Jepang memungkinkan terwujudnya pengeluaran untuk bermacam-macam tujuan sama besarnya dimana-mana. Dewan sekolah tidak bergantung kepada pajak kekayaan lokal, berbeda dengan Amerika. Wilayah sekolah di Jepang umumnya lebih besar hingga sekolah dapat memperoleh sumbangan dari bermacam-macam sumber pajak. Lagi pula untuk berbagai keperluan seperti gaji, buku, dan makanan, pemerintah memikul seperdua dari biayanya. Hal itu ditetapkan dengan Undang-Undang Negara.
4.       Kurikulum Sekolah Jepang Sangat Berat
Karena pendapatan sekolah untuk menutup kebutuhannya sebagian besar berasal dari pemerintah pusat maka pemerintah memiliki pengaruh pada segi tertentu dari proses pendidikan.
Pemerintah pusat merancang jalur studi yang sangat terperinci, menentukan apa yang harus diajarkan dan memeriksa buku-buku pelajaran yang dijual untuk menjamin isi buku-buku itu sesuai dengan standar resmi. Dengan cara ini maka siswa diseluruh negeri mendapatkan pengetahuan yang sama isinya dan dalam urutan yang sama. Itulah keuntungannya.
Tetapi kurikulum ini memiliki banyak tuntutan. Matapelajaran yang tercantum didalamnya lebih banyak jenisnya daripada yang ada dalam kurikulum sekolah Amerika. Isinya pun lebih mendalam. Mulai tingkat satu di SD sudah tampak perbedaannya. Jumlah jam pelajaran kesenian, musik dan olah raga memiliki jumlah lebih banyak dari pada SD di Amerika.
Dibanyak sekolah rendah di Amerika tidak ada matapelajaran tentang sesuatu jenis ilmu, di Jepang matapelajaran itu diberikan mulai dari tingkat satu. Matapelajaran berhitung di Jepang maupun di Amerika merupakan matapelajaran pokok, tetapi buku-buku hitung Jepang mengajarkan matapelajaran lebih cepat dibandingkan buku-buku hitung Amerika.
Agar kurikulum yang berat tersebut terpenuhi, maka pemerintah mengaharuskan setiap sekolah memberi pelajaran sekurang-kurangnya 240 hari setahun, di Amerika sekolah-sekolah buka hanya 180 hari setahun. Maka hal ini berarti bahwa umumnya siswa Jepang masuk sekolah 6 hari setiap minggu, selama 40 pekan. Sehingga menduduki tempat yang penting dalam kehidupan anak Jepang.
5.       Sekolah Sebagai Unit Pendidikan
Orang asing akan sangat terkesan melihat sekolah di Jepang menjadi unit dasar pendidikan, bukan tingkat kelas atau ruangannya. Di sekolah dasar ada peningkatan yang sangat teratur dari tahap ketahap yaitu dari tahap mempersiapkan anak untuk pendidikan pada tahun-tahun pertama samapai ke tahap pelajaran kognitif yang intensif lagi berdisiplin pada tahun terakhir. Guru wali kelas merasa wajib menegur siswa yang berkelakuan kurang pantas di koridor atau serambi sekolah.
6.       Guru terjamin tidak akan kehilangan jabatannya
Jabatan guru di Jepang adalah jabatan yang terhormat. Guru mempunyai status sosial dan mendapat gaji yang layak. Kebanyakan ingin tetap menjadi guru seumur hidup. Sebagai pengabdi masyarakat maka secara otomatis mereka tetap berhak atas jabatannya sejak diangkat asal saja tidak terjadi sesuatu yang luar biasa. Di masa lampau bila ada seseorang dari golongan elite setempat atau seorang pegawai menganggap guru tidak menjalankan tugasnya dengan baik, maka hal itu dapat mengakibatkan pemecatannya. Tetapi sekarang di banyak daerah guru tidak perlu takut akan dipecat semata-mata atas alasan serupa itu. Kurang lebih tiga seperempat dari jumlah guru menjadi anggota perserikatan guru siap memperjuangkan hak guru atas pekerjaannya.
7.       Guru Jepang penuh dedikasi
Di sekolah ada sejumlah mekanisme yang menyebabkan guru bekerja sebaik-baiknya. Disetiap sekolah guru menyediakan banyak waktu untuk membicarakan pengajaran pada umumnya, dalam pertemuan setiap pagi dan pertemuan staf seminggu sekali, serta pertemuan penelitian dua pekan sekali dan seminar umum tiap tiga bulan sekali.
8.       Guru Jepang merasa wajib memberi pendidikan “Orang seutuhnya”
Persaingan dalam ujian yang sangat ditakuti dan perhatian orang tua terhadap perkembangan kognitif anak telat disebut diatas. Guru-guru Jepang sadar akan tuntutan-tuntutan ini dan bekerja sebaik-baiknya menanggapi tuntutan-tuntutan itu. Akan tetapi pada pendapat mereka tugas mereka yang paling penting tiada lain daripada mengembangkan orang seutuhnya.
Tujuan sekolah di  Jepang yaitu membentuk anak mempunyai hati yang bersih dan lapang, jasmani yang kuat lagi sehat, memajukan keingintahuan dan mempunyai prestasi intelektual, merangsang kesediaan menderita apa saja dalam setiap usahanya, membantu setiap anak menyadari bahwa kesanggupannya melengkapi kesanggupan teman-teman sekelasnya.
Kesediaan guru mengembangkan orang seutuhnya merupakan faktor yang penting buat mendatangkan perubahan. Dengan mengajarkan nilai-nilai kepada siswa, mereka mempengaruhi cara siswa menanggapi pola tingkah laku yang ada di masyarakat.


BAB III
                                                         PENUTUP
KESIMPULAN
Ciri pendidikan di Jepang adalah:
1.       Perhatian pada pendidikan datang dari bermacam-macam pihak
2.       Sekolah Jepang tidak mahal
3.       Di Jepang tidak ada Diskriminasi terhadap Sekolah
4.       Kurikulum sekolah Jepang sangat berat
5.       Sekolah sebagai unit pendidikan
6.       Guru terjamin tidak akan kehilangan jabatannya
7.       Guru jepang penuh dedikasi
8.       Guru Jepang merasa wajib mendidik manusia seutuhnya


DAFTAR PUSTAKA
Adams, Don, dkk, “Pola-Pola Pendidikan dalam Masyarakat Kontemporer (Educational Patterns in Contemporary Societies)”, Pustaka Pelajar, (Yogyakarta: 2005).
Cummings, William, “Pendidikan dan Kualitas Manusia di Jepang”, Gadjah Mada University Press, (Yogyakarta: 1980).







No comments:

Post a Comment

Outsourcing Sumber Daya Manusia

Outsourcing Sumber Daya Manusia Oleh: Cahyani Susan Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan bisnis saat ini menuntut p...