Tuesday, December 16, 2014

Gender



BAB 1
PEMBAHASAN
Jika berbicara mengenai Gender, maka sebagian orang akan berfikir mengenai ketidaksamaan hak antara laki-laki dengan perempuan, dimana perempuan sebagai korban dalam teori Gender. Dalam keyakinan masyarakat zaman dahulu, ada beberapa yang masih menganut sistem Gender. Wanita tidak boleh sekolah terlalu tinggi, dan pekerjaan utamanya adalah mengurus rumah dan memasak di dapur. Tidak ada kebebasan dalam pilihan hidup yang sebenarnya para kaum wanita inginkan. Selain dari pernyataan tersebut, ada juga pemahaman ketika membicarakan mengenai Gender. Memiliki arti yang sama dengan berbicara sekitar hubungan antara laki-laki dan perempuan. Apabila hal ini dikaitkan dengan islam maka pada prinsipnya dapat disebut sama dengan berbicara sekitar kemitrasejajaran lai-laki dan perempuan. Sebab dalam islam secara prinsip, hubungan kedua jenis kelamin ini adalah sejajar dihadapan Allah (khaliq).
Lalu sebenarnya apa yang disebut dengan Gender?. Gender di definisikan sebagai jenis kelamin ( sex ) serta peran manusia baik laki-laki maupun perempuan dalam melakukan tindakan sosial tanpa membedakan jenis kelamin. Tetapi kemudian bisa menjadi pengertian yang dipahami masyarakat awam. Gender adalah atribut yang dilekatkan secara kultural maupun sosial kepada perempuan maupun laki-laki. Misalnya perempuan itu harus lemah lembut, anggun, feminim. Sedangkan laki-laki harus maskulin dan keras.






A.    PENGERTIAN-PENGERTIAN GENDER

-          Webster’s New World Dictionary, jender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dari segi nilai dan tingkah laku.[1]
-          Women’s Studies Encyclopedy, jender adalah konsep yang bersifat budaya yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuanyang berkembang dalam masyarakat.
-          Menurut Nasruddin Umar, beliau tidak setuju apabila jender diartikan sebagai jenis kelamin karena kata sex juga berarti jenis kelamin. Menurut beliau pula, kata jender adalah kosa kata baru yang belum ditemukan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
-          Menurut Mansour Fakih, jender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun cultural. Misalnya perempuan dikenal lemah lembut, keibuan. Tetapi ada juga yang rasional, kuat dan perkasa.
Oleh Oakley (1972), dalam karyanya Gender, Sex and Society, seperti dikutip Mansour, mendefinisikan Gender dengan perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial bukan berdasar biologi dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan sex adalah perbedaan berdasarkan sex (biologi) karena kodrat Tuhan. Karena itu gender bisa berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ketempat lain. Sementara biologi ( sex ) tetap sama. Dengan sendirinya, kalau perbedaan sex berarti kodrati, karenanya perbedaanya permanen. Sementara gender tidak kodrati karenanya tidak permanen. Dengan ungkapan yang berbeda, Caplan ( 1987 ) dalam bukunya The Cultural Contruction of Sexuality menyebut, perbedaan antara laki-laki dn perempuan bukan sekedar biologi, namun secara sosial dan kultural.
Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender disebabkan beberapa hal, diantaranya: dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikontruksi secara sosial dan kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang tersebut maka pada akhirnya disebut kodrat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gender dapat terbentuk. Dibawah ini ada empat teoritik yang di eksplorasi dari beberapa hal yang melandasi terbentuknya pemahaman akan pentingnya memahani gender yaitu:
1). Melalui sosialisasi
2). Aparat ideologis
3). Melalui pebedaan
4). Penindasan (represi melalui praktik disiplin dan wacana)
Ada sejumlah nash yang berbicara tentang kemitraan kesejajaran perempuan dan laki-laki yang dapat dikelompokkan minimal menjadi delapan, yakni :
1). Statment umum tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan
2). Asal usul
3). Amal
4). Saling kasih dan mencintai
5). Keadilan dan persamaan
6). Jaminan sosial
7). Saling tolong menolong
8). Kesempatan mendapatkan pendidikan
Gender mainstreaming, strategi mutakhir gerakan perempuan dunia menggugat. Strategi gerakan perempuan untuk mewujudkan keadilan sosial yang sejati dari perspektif kaum perempuan pada dasarnya telah ditempuh melalui berbagai strategi. Semuanya dilakukan untuk memperjuangkan kaum perempuan di dalam mendapatkan hak-hak sosial dan budayanya atas superioritas kaum laki-laki. Dari situlah sebenarnya gerakan itu dimulai,. Adapun strategi yang dimaksudkan adalah:[2]
a). Meningkatkan peran wanita atau konkretnya melibatkan kaum wanita dalam pembangunan, ini sekitar 1970-an. Diskursus ini dikenal dengan Woman in Development (WID).
b). Melahirkan cara pandang baru yakni Gender And Development (GAD) dan ini dianggap alternatif WID.
c). Gender Mainstreaming, yang mengagendakan strategi percepatan terciptanya pemberdayaaan suatu keadilan gender di mayarakat luas.
Dari berbagai strategi yang dilakukan, pendek kata, semuanya untuk membangun apa yang disebut dengan kesetaraan gender. Kesetaraan gender dimaksudkan agar kedudukan laki-laki dan perempuan sudah tidak dalam ruang subordinasi lagi, baik di wilayah domestik maupun publik.
Adapun bentuk ketidakadilan karena gender adalah :
·         Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi
·         Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik
·         Pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif
·         Kekerasan ( violence)
·         Beban kerja lebih panjang dan lebih banyak
·         Serta sosialisasi ideologi nilai peran gender
Dengan ungkapan lain, ada 5 teori yang dapat digunakan dengan menggunakan pendekatan atau analisis gender, yaitu:
1.      Marginalisasi ( peminggiran )
2.      Subordinasi ( penomor duaan / pembawahan )
3.      Pembentukan stereotipe ( pelabelan negative)
4.      Kekerasan
5.      Beban kerja
Sebab-sebab lahirnya konsep bias jender dalam islam sebagai berikut.
A.    Belum ada kesadaran pentingnya perbedaan nash.
B.     Normatif - universal.
C.     Praktis - temporal.
D.    Penggunaan studi islam yang parsial.
E.     Sejumlah nash memarjinalkan wanita. Sebagai akibat penggunaan parsial.
F.      Budaya – budaya muslim merasuk terhadap ajaran islam.
G.    Generalisasi (mengambil hukum umum) dari kasus khusus.
H.    Hukum sebagai produk hukum penetapan berdasarkan siyasah al – syar’iyah.
I.       Kajian islam yang literalis dan ahistoris (tekstual).
J.       Peran kekuasaan (penguasa).
K.    Kajian islam dengan pendekatan agama murni.
L.     Dominasi teologi laki – laki dalam memahami nash.
Berbicara mengenai pendekatan gender kurang lengkap sebelum membicarakan pendekatan feminis. Sebab dapat dikatakan bahwa gender itu sendiri adalah bagian dari feminis, diantaranya yang terpenting ada 4 yakni :
Ø  Feminisme liberal
Feminisme liberal adalah teori yang beranggapan bahwa latar belakang dan ketidakmampuan kaum wanita bersaing dengan laki-laki adalah karena kelemahan kaum wanita sendiri, yaitu akibat kebodohan dan irrasional yang berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional. Maka akar kebebasan ( freedom ) dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara hidup dan privat publik.
Ø  Feminisme Radikal
Yaitu teori yang berpendapat bahwa akar penindasan laki-laki terhadap  perempuan adalah jenis kelamin itu sendiri ( biologi ) dan ideologi patriakirnya. Dengan ungkapan lain, penindasan terhadap wanita terjadi karena dominasi laki-laki terhadap perempuan dan adanya kepercayaan di masyarakat bahwa laki-laki memang lebih mampu dari pada perempuan
Ø  Feminisme Marxisme
Adalah aliran yang berpendapat bahwa penyebab penindasan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi, dan penindasan merupakan kelanjutan sistem eksploitasi yang bersifat struktur. Karena itu, mereka berpendapat, patriarki atau kaum laki-laki bukan permasalahan seperti yang dipegang kelompok radikal, tetapi sistem kapitalis. Maka penyelesaiannya adalah harus bersifat struktural, yaitu dengan melakukan perubahan struktur kelas. Perubahan struktur kelas inilah yang mereka sebut sebagai proses revolusi. Perubahan struktural belum cukup karena perempuan masih dirugikan dengan tanggung jawab domestik. Jalan keluarnya adalah urusan rumah tangga ditranformasikan menjadi urusan sosial, dan urusan menjaga, mendidik dan membesarkan anak menjadi urusan publik. Dengan perspektif ini diyakini emansipasi perempuan terjadi hanya jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus rumah tangga.
Ø  Feminisme Sosial
Menurut teori ini sumber ketidakadilan adalah karena penilaian dan anggapan terhadap perbedaan biologi laki-laki dan perempuan (kontruksi sosial). Maka yang diperangi feminisme sosial adalah kontruksi visi dan ideologi masyarakat serta struktur dan sistem yang dibangun atas bias gender.


Ø  Feminisme islam
Menurut teori ini islam memberikan kesejajaran antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan karya ( amal). Karena sesungguhnya, Allah melihat derajat manusia dari segi ketaqwaannya kepada Allah SWT. Menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukannya. Kemudian menjadikan Al-Quran dan Hadist sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan. Bahkan dalam islam sangat menjunjung tinggi perempuan. Walaupun ada surat dalam Al-Quran yang menyebutkan bahwasanya laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan. Namun, apabila dilihat dari sisi ilmiah maksud dari ayat tersebut bahwa, kaum laki-laki sebagai pelindung kaum wanita karena kemulyaannya dalam agama islam. Bahkan Rasulullah mengatakan surga berada di bawah telapak kaki ibu. Apakah tidak benar-benar terlihat bagaimana islam benar-benar memuliakan wanita.
Dalam kehidupan, gender sangat erat hubungannya dengan HAM (Hak Asasi Manusia). Abdurrahman Wahid menegaskan, bahwa manusia mempunyai posisi yang tinggi dan kasmologi, sehingga ia harus diperlakukan secara profesional padda posisi yang mulia. Sebelum seorang individu dilahirkan dan setelah meninggal dunia, dia memiliki hak-hak yang diformulasikan dan dilindungi oleh hukum. Karena manusia mempunyai hak dan kemampuan untuk menggunakannya. Allah menjadikannya Khalifah-Nya di muka bumi.
Sebagaimana telah ditegaskan dalam Al-Quran surat Al-Isra’ ayat 70, “ Dan sesungguhnya telah kami angkat mereka di daratn dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Ahmad Syafi’i Ma’arif mencatat bahwa ada beberapa kemuliaan yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia, sehingga mengakibatkan dirinya diangkat-Nya menjadi khalifah di muka bumi.
1.      Karamah Fardiyah (kemuliaan individu)
Yang memiliki pengertian bahwa islam melindungi aspek kehidupan manusia seutuhnya. Terlihat sekali menjelaskan bahwa perbedaan gender bukan merupakan hal yang baik dan islam sendiri melindungi hak setiap manusia tanpa pandang buluh dalam artian ( Taqwa).
2.      Karamah Ijtima’iyah ( kemuliaan kolektif)
Yang mempunyai pengertian islam menjamin sepenuhnya persamaan diantara individu-individu kecuali prestasi, iman dan taqwanya.
3.      Karamah Siyasiyah ( kemuliaan politik )[3]
Yang memiliki pengertian islam meberikan hak politik individu untuk memilih sekaligus menetukan nasib ataupun posisi dirinya sebagai wakil Allah.
Berkaitan dengan Al-Quran surat Al-Isra’ ayat 70 dan kedua pendapat diatas maka dapat ditegaskan disini bahwa islam sejak awal sudah memberikan hak-hak pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termasuk didalamnya secara implisit kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebagai hak dasar manusia yang dianugerahkan Allah SWT padanya. Yang disini dapat disimpulkan menjadi tiga prinsip:
a.       Persamaan manusia
b.      Martabat manusia
c.       Kebebasan manusia




B.     Identifikasi ayat-ayat gender
Ayat-ayat gender ialah ayat-ayat yang berbicara status dan peran laki-laki dan perempuan. Kata kunci yang dapat dipegang untuk mengetahui ayat-ayat gender ialah semua istilah yang sering digunakan untuk menyebut laki-laki dan perempuan seperti kata, al-rijal dan an-nisa, al-zakar dan al-untsa, al-imru dan al-mar’ah, az-zauj dan az-zaujah.
Kata an-Nisa dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 59 kali dalam Al-Qur’an dengan kecenderungan pengertian dan maksud sebagai berikut:
1.      An-Nisa dalam arti gender perempuan, seperti
a.       QS. An-Nisa / 4:7
ÉA%y`Ìh=Ïj9Ò=ŠÅÁtR$£JÏiBx8ts?Èb#t$Î!ºuqø9$#tbqç/tø%F{$#urÏä!$|¡ÏiY=Ï9urÒ=ŠÅÁtR$£JÏiBx8ts?Èb#t$Î!ºuqø9$#šcqç/tø%F{$#ur$£JÏB¨@s%çm÷ZÏB÷rr&uŽèYx.4$Y7ŠÅÁtR$ZÊrãøÿ¨BÇÐÈ
7.      bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
b.      QS. An-Nisa / 4:32
Ÿwur(#öq¨YyJtGs?$tBŸ@žÒsùª!$#¾ÏmÎ/öNä3ŸÒ÷èt/4n?tã<Ù÷èt/4ÉA%y`Ìh=Ïj9Ò=ŠÅÁtR$£JÏiB(#qç6|¡oKò2$#(Ïä!$|¡ÏiY=Ï9urÒ=ŠÅÁtR$®ÿÊeEtû÷ù|¡tGø.$#4(#qè=t«óur©!$#`ÏBÿ¾Ï&Î#ôÒsù3¨bÎ)©!$#šc%Ÿ2Èe@ä3Î/>äó_x«$VJŠÎ=tãÇÌËÈ
32. dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Kata an-nisa menunjukkan gender perempuan. Porsi pembagian hak dalam ayat ini tidak semata-mata ditentukan oleh realitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki. Melainkan berkaitan erat dengan realitas gender yang ditentukan oleh faktor budaya yang bersangkutan. Ada atau  tidaknya warisan ditentukan oleh keberadaan seseorang. Begitu seseorang lahir dari kalangan muslim yang sah, apapun jenis kelaminnya, dengan sendirinya langsung menjadi ahli waris. Sementara itu, besar kecilnya porsi pembagian peran ditentukan oleh faktor eksternal, atau menurut istilah ayat ini ditentukan oleh usaha yang bersangkutan (mimmaktasabna dan iktasabu).





C.    Teologi Feminis Dan Dominasi Patriakhis Dalam Islam
Patriakhis yang berpijak dari konsep superioritas laki-laki dewasa atas perempuan dan anak-anak telah menjadi isu sentral dalam wacana feminisme. Laki-laki sebagai patriarch menguasai anggota keluarga, harta dn sumber-sumber ekonomi serta posisi pengambil keputusan ( R.A Sydie. 1999). Dalam relasi sosial suproritas laki-laki juga mengendalikan norma dan hukum kepantasan secara sepihak. Dalam catatan sejarah (patriakhi), perempuan dipandang sebagai makhluk inferior, emosional dan kurang akalnya. Pytagoras pernah menuliskan bahwa “The good principle cretes order, light, the man. The evil principle creates chaos, darkness and the woman” ( Paul Efdokimov. 1994 : 168). Kentalnya budaya patriakhi seringkali tidak mampu direntas secara tuntas oleh agama-agama yang dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan berbasis etnik, ras, agama maupun gender. Setelah para utusan Tuhan pewarta wahyu wafat maka secara berangsur-angsur penafsiran kitab suci kembali dikendalikan oleh nilai-nilai patriakhis.[4]
Budaya patriakhis terjadi karena adanya dominansi kelompok tertentu terhadap kelompok lain. Kelmpok pertama tidka saja berkuasa secara fisik terhadap kelompok kedua, tetapi juga menetukan ideologi budaya yang melanggengkan kebudayaanya. Mereka mengkontruksi nilai, norma dan moralitas yang mempertinggikan kedudukan mereka dalam komunitas yang mereka kuasai. Pada mulanya kekuasaan ini ditegakkan berdasarkan pad kekuatan fisik, misal laki-laki terhadap perempuan, laki-laki dewasa terhadap anak-anak. Selanjutnya laki-laki mengkontruksi kekuasaan tersebut dalam sistem relasi dan interaksi kolektif, sehingga perbudaan diantara mereka yang memiliki kekuatan fisik seimbang menjadi  niscaya. 
Pemikiran feminisme di dunia islam, boleh jadi sudah dikenal sejak awal abad ini, walaupun barangkali mereka tidak menggunakan istilah tersebut. Isalnya lewat pemikiran-pemikiran Aisyah Taymuriah, penulis dan penyair Mesir ; Zainab Fawwaz, R.A. Kartini, serta Fatme Aliye dari Turki. Mereka dikenal sebagai para perintis besar dalam menumbuhkan kesadaran atas persoalan gender termasuk dalam melawan kebudayaan dan ideologi masyarakat yang hendak mengukung kebebasan perempuan.
Sebagai sebuah istilah yang mapan secara keilmuan, di Indonesia sendiri, feminisme sudah dikenal sejak awal 1970an. Terutama penulisan tentang feminisme muncul di surat-surat kabar dan majalah. Masih banyak orang yang menganggap feminisme adalah gerakan para perempuan yang anti laki-laki, anti perkawinan, anti perusak keluarga, orang yang tidak mau mempunyai anak, gerakan lesbian dan sebagainya.
Perkembangan mutakhir ini terutama tahun 1990-an istilah feminisme dan selanjutnya kaitan islam dan feminisme bisa diterima, meskipunn dengan sikap yang ekstra hati-hati. Yang diperlukan saat ini bukan  hanya keterlibatan perempuan, oleh karena sejak awal pula perempuan sebenarnya sudah terlibat dalam berbagai kehidupan sosial, semisal dalam dunia pertanian. Tetapi terciptanya relasi gender yang adil dalam semua hubungan laki-laki dan perempuan diberbagai sektor kehidupan. Mulai dari rumah tangga, kehidupan masyarakat, sosial, ekonomi dan politik, hingga kesetaraan dalam hukum. Kesadarn ini memberikan pergeseran program pembangunan berkaitan dengan Womann In Development (WID) tadi, kepada gender dan Development (WID).
Umat islam jangan terlalu terpukau dengan pola-pola pikiran barat (feminis) dan kurang memanfaatkan warisan islam, apalagi diterangi bahwa “feminist who have criticized various aspect of islam or islamic society base their positions upon a world view radically alien to the islamic worldview”. Akhirnya perlu ditegskan disini bahwa dalam konteks kajian persoalan gender dalam islam, tawaran kombinasi antara model normatif-deduktif dan empiris-induktif, terutama bagi seorang fuqaha (bukan non- Muslim) merupakan satu keniscayaan. Sebab, perdebatan seputar wanita dalam fiqh tidak bisa didekati secara normatif an sich tetapi juga harus melalui realitas umat berdasarkan tarikan-tarikan kepentingan diantara mereka melalui penelitian lapangan, dan disini reductionist approach cukup berperan. [5]


DAFTAR PUSTAKA
·         Abdurrahman Wahid, Hukum Pidana Islam dan Hak-hak Asasi Manusia, Jakarta, Leppanas, 1983.
·         Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta : LP3ES, 1987.
·         Andy Darmawan, MA. Ag, Muqowim, M. Ag, Prof. Dr. Khoiruddin, M.A, Pengantar Studi Islam,  Yogyakarta : Pokja Akademika UIN Sunan Kalijaga, 2005.
·         Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta : ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009.
·         Siti Ruhaini Dzuhayatin, Budhy Munawar-Rachman, Nasaruddin Umar, Rekontruksi MetodologisWacana Kesetaraan Gender dalam Islam, Yogyakarta, PSW IAIN SUNAN KALIJAGA, 2002.








[1]Abdurrahman Wahid,”Hukum Pidana Islam dan Hak-hak Asasi Manusia”, Jakarta, Leppanas, 1983, hlm. 94

[2]Ahmad Syafi’i Ma’arif, “Islam dan Masalah Kenegaraan”,(Jakarta : LP3ES, 1987), hlm. 130

[3]Andy Darmawan”, Pengantar Studi Islam”,(Yogyakarta : Pokja Akademika UIN Sunan Kalijaga, 2005). hlm. 155

[4]Khoiruddin Nasution”, Pengantar Studi Islam”, (Yogyakarta : ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009). hlm. 296

[5]Siti Ruhaini Dzuhayatin,”Rekontruksi MetodologisWacana Kesetaraan Gender dalam Islam”, (Yogyakarta: PSW IAIN SUNAN KALIJAGA).Hal.76.



BAB 1
PEMBAHASAN
Jika berbicara mengenai Gender, maka sebagian orang akan berfikir mengenai ketidaksamaan hak antara laki-laki dengan perempuan, dimana perempuan sebagai korban dalam teori Gender. Dalam keyakinan masyarakat zaman dahulu, ada beberapa yang masih menganut sistem Gender. Wanita tidak boleh sekolah terlalu tinggi, dan pekerjaan utamanya adalah mengurus rumah dan memasak di dapur. Tidak ada kebebasan dalam pilihan hidup yang sebenarnya para kaum wanita inginkan. Selain dari pernyataan tersebut, ada juga pemahaman ketika membicarakan mengenai Gender. Memiliki arti yang sama dengan berbicara sekitar hubungan antara laki-laki dan perempuan. Apabila hal ini dikaitkan dengan islam maka pada prinsipnya dapat disebut sama dengan berbicara sekitar kemitrasejajaran lai-laki dan perempuan. Sebab dalam islam secara prinsip, hubungan kedua jenis kelamin ini adalah sejajar dihadapan Allah (khaliq).
Lalu sebenarnya apa yang disebut dengan Gender?. Gender di definisikan sebagai jenis kelamin ( sex ) serta peran manusia baik laki-laki maupun perempuan dalam melakukan tindakan sosial tanpa membedakan jenis kelamin. Tetapi kemudian bisa menjadi pengertian yang dipahami masyarakat awam. Gender adalah atribut yang dilekatkan secara kultural maupun sosial kepada perempuan maupun laki-laki. Misalnya perempuan itu harus lemah lembut, anggun, feminim. Sedangkan laki-laki harus maskulin dan keras.






A.    PENGERTIAN-PENGERTIAN GENDER

-          Webster’s New World Dictionary, jender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dari segi nilai dan tingkah laku.[1]
-          Women’s Studies Encyclopedy, jender adalah konsep yang bersifat budaya yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuanyang berkembang dalam masyarakat.
-          Menurut Nasruddin Umar, beliau tidak setuju apabila jender diartikan sebagai jenis kelamin karena kata sex juga berarti jenis kelamin. Menurut beliau pula, kata jender adalah kosa kata baru yang belum ditemukan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
-          Menurut Mansour Fakih, jender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun cultural. Misalnya perempuan dikenal lemah lembut, keibuan. Tetapi ada juga yang rasional, kuat dan perkasa.
Oleh Oakley (1972), dalam karyanya Gender, Sex and Society, seperti dikutip Mansour, mendefinisikan Gender dengan perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial bukan berdasar biologi dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan sex adalah perbedaan berdasarkan sex (biologi) karena kodrat Tuhan. Karena itu gender bisa berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ketempat lain. Sementara biologi ( sex ) tetap sama. Dengan sendirinya, kalau perbedaan sex berarti kodrati, karenanya perbedaanya permanen. Sementara gender tidak kodrati karenanya tidak permanen. Dengan ungkapan yang berbeda, Caplan ( 1987 ) dalam bukunya The Cultural Contruction of Sexuality menyebut, perbedaan antara laki-laki dn perempuan bukan sekedar biologi, namun secara sosial dan kultural.
Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender disebabkan beberapa hal, diantaranya: dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikontruksi secara sosial dan kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang tersebut maka pada akhirnya disebut kodrat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gender dapat terbentuk. Dibawah ini ada empat teoritik yang di eksplorasi dari beberapa hal yang melandasi terbentuknya pemahaman akan pentingnya memahani gender yaitu:
1). Melalui sosialisasi
2). Aparat ideologis
3). Melalui pebedaan
4). Penindasan (represi melalui praktik disiplin dan wacana)
Ada sejumlah nash yang berbicara tentang kemitraan kesejajaran perempuan dan laki-laki yang dapat dikelompokkan minimal menjadi delapan, yakni :
1). Statment umum tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan
2). Asal usul
3). Amal
4). Saling kasih dan mencintai
5). Keadilan dan persamaan
6). Jaminan sosial
7). Saling tolong menolong
8). Kesempatan mendapatkan pendidikan
Gender mainstreaming, strategi mutakhir gerakan perempuan dunia menggugat. Strategi gerakan perempuan untuk mewujudkan keadilan sosial yang sejati dari perspektif kaum perempuan pada dasarnya telah ditempuh melalui berbagai strategi. Semuanya dilakukan untuk memperjuangkan kaum perempuan di dalam mendapatkan hak-hak sosial dan budayanya atas superioritas kaum laki-laki. Dari situlah sebenarnya gerakan itu dimulai,. Adapun strategi yang dimaksudkan adalah:[2]
a). Meningkatkan peran wanita atau konkretnya melibatkan kaum wanita dalam pembangunan, ini sekitar 1970-an. Diskursus ini dikenal dengan Woman in Development (WID).
b). Melahirkan cara pandang baru yakni Gender And Development (GAD) dan ini dianggap alternatif WID.
c). Gender Mainstreaming, yang mengagendakan strategi percepatan terciptanya pemberdayaaan suatu keadilan gender di mayarakat luas.
Dari berbagai strategi yang dilakukan, pendek kata, semuanya untuk membangun apa yang disebut dengan kesetaraan gender. Kesetaraan gender dimaksudkan agar kedudukan laki-laki dan perempuan sudah tidak dalam ruang subordinasi lagi, baik di wilayah domestik maupun publik.
Adapun bentuk ketidakadilan karena gender adalah :
·         Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi
·         Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik
·         Pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif
·         Kekerasan ( violence)
·         Beban kerja lebih panjang dan lebih banyak
·         Serta sosialisasi ideologi nilai peran gender
Dengan ungkapan lain, ada 5 teori yang dapat digunakan dengan menggunakan pendekatan atau analisis gender, yaitu:
1.      Marginalisasi ( peminggiran )
2.      Subordinasi ( penomor duaan / pembawahan )
3.      Pembentukan stereotipe ( pelabelan negative)
4.      Kekerasan
5.      Beban kerja
Sebab-sebab lahirnya konsep bias jender dalam islam sebagai berikut.
A.    Belum ada kesadaran pentingnya perbedaan nash.
B.     Normatif - universal.
C.     Praktis - temporal.
D.    Penggunaan studi islam yang parsial.
E.     Sejumlah nash memarjinalkan wanita. Sebagai akibat penggunaan parsial.
F.      Budaya – budaya muslim merasuk terhadap ajaran islam.
G.    Generalisasi (mengambil hukum umum) dari kasus khusus.
H.    Hukum sebagai produk hukum penetapan berdasarkan siyasah al – syar’iyah.
I.       Kajian islam yang literalis dan ahistoris (tekstual).
J.       Peran kekuasaan (penguasa).
K.    Kajian islam dengan pendekatan agama murni.
L.     Dominasi teologi laki – laki dalam memahami nash.
Berbicara mengenai pendekatan gender kurang lengkap sebelum membicarakan pendekatan feminis. Sebab dapat dikatakan bahwa gender itu sendiri adalah bagian dari feminis, diantaranya yang terpenting ada 4 yakni :
Ø  Feminisme liberal
Feminisme liberal adalah teori yang beranggapan bahwa latar belakang dan ketidakmampuan kaum wanita bersaing dengan laki-laki adalah karena kelemahan kaum wanita sendiri, yaitu akibat kebodohan dan irrasional yang berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional. Maka akar kebebasan ( freedom ) dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara hidup dan privat publik.
Ø  Feminisme Radikal
Yaitu teori yang berpendapat bahwa akar penindasan laki-laki terhadap  perempuan adalah jenis kelamin itu sendiri ( biologi ) dan ideologi patriakirnya. Dengan ungkapan lain, penindasan terhadap wanita terjadi karena dominasi laki-laki terhadap perempuan dan adanya kepercayaan di masyarakat bahwa laki-laki memang lebih mampu dari pada perempuan
Ø  Feminisme Marxisme
Adalah aliran yang berpendapat bahwa penyebab penindasan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi, dan penindasan merupakan kelanjutan sistem eksploitasi yang bersifat struktur. Karena itu, mereka berpendapat, patriarki atau kaum laki-laki bukan permasalahan seperti yang dipegang kelompok radikal, tetapi sistem kapitalis. Maka penyelesaiannya adalah harus bersifat struktural, yaitu dengan melakukan perubahan struktur kelas. Perubahan struktur kelas inilah yang mereka sebut sebagai proses revolusi. Perubahan struktural belum cukup karena perempuan masih dirugikan dengan tanggung jawab domestik. Jalan keluarnya adalah urusan rumah tangga ditranformasikan menjadi urusan sosial, dan urusan menjaga, mendidik dan membesarkan anak menjadi urusan publik. Dengan perspektif ini diyakini emansipasi perempuan terjadi hanya jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus rumah tangga.
Ø  Feminisme Sosial
Menurut teori ini sumber ketidakadilan adalah karena penilaian dan anggapan terhadap perbedaan biologi laki-laki dan perempuan (kontruksi sosial). Maka yang diperangi feminisme sosial adalah kontruksi visi dan ideologi masyarakat serta struktur dan sistem yang dibangun atas bias gender.


Ø  Feminisme islam
Menurut teori ini islam memberikan kesejajaran antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan karya ( amal). Karena sesungguhnya, Allah melihat derajat manusia dari segi ketaqwaannya kepada Allah SWT. Menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukannya. Kemudian menjadikan Al-Quran dan Hadist sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan. Bahkan dalam islam sangat menjunjung tinggi perempuan. Walaupun ada surat dalam Al-Quran yang menyebutkan bahwasanya laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan. Namun, apabila dilihat dari sisi ilmiah maksud dari ayat tersebut bahwa, kaum laki-laki sebagai pelindung kaum wanita karena kemulyaannya dalam agama islam. Bahkan Rasulullah mengatakan surga berada di bawah telapak kaki ibu. Apakah tidak benar-benar terlihat bagaimana islam benar-benar memuliakan wanita.
Dalam kehidupan, gender sangat erat hubungannya dengan HAM (Hak Asasi Manusia). Abdurrahman Wahid menegaskan, bahwa manusia mempunyai posisi yang tinggi dan kasmologi, sehingga ia harus diperlakukan secara profesional padda posisi yang mulia. Sebelum seorang individu dilahirkan dan setelah meninggal dunia, dia memiliki hak-hak yang diformulasikan dan dilindungi oleh hukum. Karena manusia mempunyai hak dan kemampuan untuk menggunakannya. Allah menjadikannya Khalifah-Nya di muka bumi.
Sebagaimana telah ditegaskan dalam Al-Quran surat Al-Isra’ ayat 70, “ Dan sesungguhnya telah kami angkat mereka di daratn dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Ahmad Syafi’i Ma’arif mencatat bahwa ada beberapa kemuliaan yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia, sehingga mengakibatkan dirinya diangkat-Nya menjadi khalifah di muka bumi.
1.      Karamah Fardiyah (kemuliaan individu)
Yang memiliki pengertian bahwa islam melindungi aspek kehidupan manusia seutuhnya. Terlihat sekali menjelaskan bahwa perbedaan gender bukan merupakan hal yang baik dan islam sendiri melindungi hak setiap manusia tanpa pandang buluh dalam artian ( Taqwa).
2.      Karamah Ijtima’iyah ( kemuliaan kolektif)
Yang mempunyai pengertian islam menjamin sepenuhnya persamaan diantara individu-individu kecuali prestasi, iman dan taqwanya.
3.      Karamah Siyasiyah ( kemuliaan politik )[3]
Yang memiliki pengertian islam meberikan hak politik individu untuk memilih sekaligus menetukan nasib ataupun posisi dirinya sebagai wakil Allah.
Berkaitan dengan Al-Quran surat Al-Isra’ ayat 70 dan kedua pendapat diatas maka dapat ditegaskan disini bahwa islam sejak awal sudah memberikan hak-hak pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termasuk didalamnya secara implisit kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebagai hak dasar manusia yang dianugerahkan Allah SWT padanya. Yang disini dapat disimpulkan menjadi tiga prinsip:
a.       Persamaan manusia
b.      Martabat manusia
c.       Kebebasan manusia




B.     Identifikasi ayat-ayat gender
Ayat-ayat gender ialah ayat-ayat yang berbicara status dan peran laki-laki dan perempuan. Kata kunci yang dapat dipegang untuk mengetahui ayat-ayat gender ialah semua istilah yang sering digunakan untuk menyebut laki-laki dan perempuan seperti kata, al-rijal dan an-nisa, al-zakar dan al-untsa, al-imru dan al-mar’ah, az-zauj dan az-zaujah.
Kata an-Nisa dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 59 kali dalam Al-Qur’an dengan kecenderungan pengertian dan maksud sebagai berikut:
1.      An-Nisa dalam arti gender perempuan, seperti
a.       QS. An-Nisa / 4:7
ÉA%y`Ìh=Ïj9Ò=ŠÅÁtR$£JÏiBx8ts?Èb#t$Î!ºuqø9$#tbqç/tø%F{$#urÏä!$|¡ÏiY=Ï9urÒ=ŠÅÁtR$£JÏiBx8ts?Èb#t$Î!ºuqø9$#šcqç/tø%F{$#ur$£JÏB¨@s%çm÷ZÏB÷rr&uŽèYx.4$Y7ŠÅÁtR$ZÊrãøÿ¨BÇÐÈ
7.      bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
b.      QS. An-Nisa / 4:32
Ÿwur(#öq¨YyJtGs?$tBŸ@žÒsùª!$#¾ÏmÎ/öNä3ŸÒ÷èt/4n?tã<Ù÷èt/4ÉA%y`Ìh=Ïj9Ò=ŠÅÁtR$£JÏiB(#qç6|¡oKò2$#(Ïä!$|¡ÏiY=Ï9urÒ=ŠÅÁtR$®ÿÊeEtû÷ù|¡tGø.$#4(#qè=t«óur©!$#`ÏBÿ¾Ï&Î#ôÒsù3¨bÎ)©!$#šc%Ÿ2Èe@ä3Î/>äó_x«$VJŠÎ=tãÇÌËÈ
32. dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Kata an-nisa menunjukkan gender perempuan. Porsi pembagian hak dalam ayat ini tidak semata-mata ditentukan oleh realitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki. Melainkan berkaitan erat dengan realitas gender yang ditentukan oleh faktor budaya yang bersangkutan. Ada atau  tidaknya warisan ditentukan oleh keberadaan seseorang. Begitu seseorang lahir dari kalangan muslim yang sah, apapun jenis kelaminnya, dengan sendirinya langsung menjadi ahli waris. Sementara itu, besar kecilnya porsi pembagian peran ditentukan oleh faktor eksternal, atau menurut istilah ayat ini ditentukan oleh usaha yang bersangkutan (mimmaktasabna dan iktasabu).





C.    Teologi Feminis Dan Dominasi Patriakhis Dalam Islam
Patriakhis yang berpijak dari konsep superioritas laki-laki dewasa atas perempuan dan anak-anak telah menjadi isu sentral dalam wacana feminisme. Laki-laki sebagai patriarch menguasai anggota keluarga, harta dn sumber-sumber ekonomi serta posisi pengambil keputusan ( R.A Sydie. 1999). Dalam relasi sosial suproritas laki-laki juga mengendalikan norma dan hukum kepantasan secara sepihak. Dalam catatan sejarah (patriakhi), perempuan dipandang sebagai makhluk inferior, emosional dan kurang akalnya. Pytagoras pernah menuliskan bahwa “The good principle cretes order, light, the man. The evil principle creates chaos, darkness and the woman” ( Paul Efdokimov. 1994 : 168). Kentalnya budaya patriakhi seringkali tidak mampu direntas secara tuntas oleh agama-agama yang dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan berbasis etnik, ras, agama maupun gender. Setelah para utusan Tuhan pewarta wahyu wafat maka secara berangsur-angsur penafsiran kitab suci kembali dikendalikan oleh nilai-nilai patriakhis.[4]
Budaya patriakhis terjadi karena adanya dominansi kelompok tertentu terhadap kelompok lain. Kelmpok pertama tidka saja berkuasa secara fisik terhadap kelompok kedua, tetapi juga menetukan ideologi budaya yang melanggengkan kebudayaanya. Mereka mengkontruksi nilai, norma dan moralitas yang mempertinggikan kedudukan mereka dalam komunitas yang mereka kuasai. Pada mulanya kekuasaan ini ditegakkan berdasarkan pad kekuatan fisik, misal laki-laki terhadap perempuan, laki-laki dewasa terhadap anak-anak. Selanjutnya laki-laki mengkontruksi kekuasaan tersebut dalam sistem relasi dan interaksi kolektif, sehingga perbudaan diantara mereka yang memiliki kekuatan fisik seimbang menjadi  niscaya. 
Pemikiran feminisme di dunia islam, boleh jadi sudah dikenal sejak awal abad ini, walaupun barangkali mereka tidak menggunakan istilah tersebut. Isalnya lewat pemikiran-pemikiran Aisyah Taymuriah, penulis dan penyair Mesir ; Zainab Fawwaz, R.A. Kartini, serta Fatme Aliye dari Turki. Mereka dikenal sebagai para perintis besar dalam menumbuhkan kesadaran atas persoalan gender termasuk dalam melawan kebudayaan dan ideologi masyarakat yang hendak mengukung kebebasan perempuan.
Sebagai sebuah istilah yang mapan secara keilmuan, di Indonesia sendiri, feminisme sudah dikenal sejak awal 1970an. Terutama penulisan tentang feminisme muncul di surat-surat kabar dan majalah. Masih banyak orang yang menganggap feminisme adalah gerakan para perempuan yang anti laki-laki, anti perkawinan, anti perusak keluarga, orang yang tidak mau mempunyai anak, gerakan lesbian dan sebagainya.
Perkembangan mutakhir ini terutama tahun 1990-an istilah feminisme dan selanjutnya kaitan islam dan feminisme bisa diterima, meskipunn dengan sikap yang ekstra hati-hati. Yang diperlukan saat ini bukan  hanya keterlibatan perempuan, oleh karena sejak awal pula perempuan sebenarnya sudah terlibat dalam berbagai kehidupan sosial, semisal dalam dunia pertanian. Tetapi terciptanya relasi gender yang adil dalam semua hubungan laki-laki dan perempuan diberbagai sektor kehidupan. Mulai dari rumah tangga, kehidupan masyarakat, sosial, ekonomi dan politik, hingga kesetaraan dalam hukum. Kesadarn ini memberikan pergeseran program pembangunan berkaitan dengan Womann In Development (WID) tadi, kepada gender dan Development (WID).
Umat islam jangan terlalu terpukau dengan pola-pola pikiran barat (feminis) dan kurang memanfaatkan warisan islam, apalagi diterangi bahwa “feminist who have criticized various aspect of islam or islamic society base their positions upon a world view radically alien to the islamic worldview”. Akhirnya perlu ditegskan disini bahwa dalam konteks kajian persoalan gender dalam islam, tawaran kombinasi antara model normatif-deduktif dan empiris-induktif, terutama bagi seorang fuqaha (bukan non- Muslim) merupakan satu keniscayaan. Sebab, perdebatan seputar wanita dalam fiqh tidak bisa didekati secara normatif an sich tetapi juga harus melalui realitas umat berdasarkan tarikan-tarikan kepentingan diantara mereka melalui penelitian lapangan, dan disini reductionist approach cukup berperan. [5]


DAFTAR PUSTAKA
·         Abdurrahman Wahid, Hukum Pidana Islam dan Hak-hak Asasi Manusia, Jakarta, Leppanas, 1983.
·         Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta : LP3ES, 1987.
·         Andy Darmawan, MA. Ag, Muqowim, M. Ag, Prof. Dr. Khoiruddin, M.A, Pengantar Studi Islam,  Yogyakarta : Pokja Akademika UIN Sunan Kalijaga, 2005.
·         Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta : ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009.
·         Siti Ruhaini Dzuhayatin, Budhy Munawar-Rachman, Nasaruddin Umar, Rekontruksi MetodologisWacana Kesetaraan Gender dalam Islam, Yogyakarta, PSW IAIN SUNAN KALIJAGA, 2002.








[1]Abdurrahman Wahid,”Hukum Pidana Islam dan Hak-hak Asasi Manusia”, Jakarta, Leppanas, 1983, hlm. 94

[2]Ahmad Syafi’i Ma’arif, “Islam dan Masalah Kenegaraan”,(Jakarta : LP3ES, 1987), hlm. 130

[3]Andy Darmawan”, Pengantar Studi Islam”,(Yogyakarta : Pokja Akademika UIN Sunan Kalijaga, 2005). hlm. 155

[4]Khoiruddin Nasution”, Pengantar Studi Islam”, (Yogyakarta : ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009). hlm. 296

[5]Siti Ruhaini Dzuhayatin,”Rekontruksi MetodologisWacana Kesetaraan Gender dalam Islam”, (Yogyakarta: PSW IAIN SUNAN KALIJAGA).Hal.76.

No comments:

Post a Comment

Outsourcing Sumber Daya Manusia

Outsourcing Sumber Daya Manusia Oleh: Cahyani Susan Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan bisnis saat ini menuntut p...