Wednesday, December 3, 2014

Makalah Ilmu Qiraat



DAFTAR ISI

Halaman judul………………………………………………………………………………. 1
Pendahuluan...……………………………………………………………………………......2
Daftar isi .....................……………………………………………………………………....
.3
BAB I PENDAHULUAN
A Latar belakang......................................................................................................................4
B Rumusan Masalah.................................................................................................................5
C Tujuan...................................................................................................................................5
D Manfaat.................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN

A
Hakikat qiroat…………………………………........................………………………….. 6

B
Maszhab qiroat………………..........................................................................................7
C Contoh-contoh berbagai qiroat…………………..................................................................8
D pengaruh qiroat terhadap istinbath hokum islam..................................................................9

BAB III PENUTUP..................................................................................................................11
1.Kesimpulan............................................................................................................................11
2.Daftar Pustaka.....………….………………………………………………………….........12






BAB I
PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang
Qiraat merupakan cabang ilmu tersendiri dalam ulum Al-Qur’an. Tidak banyak orang yang tertarik dengan ilmu qiraat.banyak faktor yang menyebabkan hal itu.Di antaranya karena memang ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari .tidak seperti ilmu fiqih,hadits dan tafsir, misalnya .sebab ilmu qiraat tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan halal-haram atau hukum-hukum tertentu .akan terasa asing kedengaranya kalau ada orang berceramah di atas mimbar membicarakan masalah qiraat . Masyarakat umum tentu akan kesulitan menerimanya ,bahkan mungkin mereka akan bertanya-tanya : “ini apa sih ?” Atau ;”untuk apa masalah seperti ini disampaikan di sini ?”
Pada intinya ilmu qiraat mempelajari manhaj (cara, metode) masing-masing qurro’ sab’ah atau ‘asyroh dalam membaca Al-qur’an .Hal ini biasa di sebut dalam istilah qiroat dengan “ushul al-qori” .kemudian satu hal lagi yang termasuk inti dalam ilmu qiraat adalah bagaimana para qurro’ sab’ah atau ‘asyroh membaca lafadz-lafadz tertentu dalam Al-qur’an diluar manhaj mereka .seperti misalnya kalimat syurokaa a .Hal-hal semacam ini tidak terdapat dalam ushul al-qori’. Dalam ilmu qiraat ,yang demikian ini diistilahkan dengan “farsy al-huruf” .
Untuk membaca Al-Qur’an dengan suatu qiraat atau riwayat diperlukan penguasaan ushul al-qori dan farsy al-huruf secara bersama. Karena jika hanya menguasai ushul al-qori’ tanpa farsy al-huruf atau menguasai farsy al-huruf saja sedangkan ushul al-qori’-nya setengah-setengah ,kemudian membaca Al-qur’an dengan qiraat tertentu ,akan kacau jadinya .Bukan Al-qur’an dari sisi Allah swt yang ia baca ,melainkan Al-qur’an “made in” dia sendiri .Dan jelas ini haram hukumnya ! biasanya memang orang yang membaca dengan qiraat ,pasti pernah bertalaqqi langsung dengan syekh qiroat .bahkan talaqqi merupakan syarat yang harus dipenuhi jika seseorang ingin membaca dengan qiraat .demi menghindari kesalahan yang tidak diharapkan .
Dalam bab ini kami hanya akan memberikan ushul al-qori’ .Di samping hal-hal lain yang mendukung ilmu ini.Adapun farsy al-huruf tidak bisa kami sampaikan di sini ,karena tentu akan banyak sekali menyita halaman .sebab dalam farsy al-huruf mesti menjelaskan cara membaca masing-masing qurro’ pada kalimat-kalimat tertentu dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas.Buku ini jelas tidak mencukupi untuk itu .bahkan satu kitab khusus yang membahas masalah farsy al-huruf .
Katakanlah ini bukan ilmu qiraat ,tetapi pengantar ilmu qiraat Allahu a’lam .

B.          Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini dapat dirumuskan:
A.Hakikat Qiraat
B.Maszhab Qiraat
C.Contoh-contoh berbagai qiraat
D.Pengaruh qiraat terhadap istinbath hokum islam

C.       Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui hakikat qiro’at sab’ah
2. Untuk mengetahui Berbagai Maszhab qiraat
3.Untuk mengetahui Contoh-contoh berbagai qiraat
4. Untuk dapat mengetahui pengaruh qiro’at terhadap istinbath hokum islam











BAB II
PEMBAHASAN

A.HAKIKAT QIRO’AT
Secara etimologi, term qira’at seakar dengan term al-qur’an, yaitu akar kata dari kata qara’a yang berarti tala (membaca). Term qira’ah merupakan bentuk  masdar (verbal noun) dari kata qara;a, yaitu artinya bacaan. [1]
Sedangkan secara termenologi, terdapat berbagai ungkapan atau redaksi yang dikemukakan oleh para ulama, sehubungan dengan pengertian qira’at ini ditetapkan berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada rasulullah. Periode qurra’(ahli atau imam qiraat) yang mengajarkan bacaan al-qur’an kepada orang-orang menurut cara mereka masing-masing dengan berpedoman kepada masa para sahabat. Maka ada  beberapa definisi yang diintrodusir para ulama diantaranya sebagai berikut:

1.      Menurut Az-Zarkasyi:
إختلاف الفاظ الوحي المدكور فى كتا بة الحروف أو كيفيتهما من تخفيف وتشقيل وغيرها.

            Artinya:
           
            “Qira’at adalah perbedaan perbedaan (cara mengucapkan) lafadz-lafadz al-qur’an, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut,seperti takhfif (meringankan) tastqil (memberatkan),dan atau yang lainnya. [2]


2.      Menurut As-Shabuni:
مدهب من مدهب النطق فى القرأن يدهب به امام من الأئمة بأسا نيدها الى رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Artinya:

“Qira’at adalah suatu madzhab pelafalan Al-Qur’an yang dianut salah seorang  imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada rasul. [3]

  3.      Menurut Al-Qasthalani:

“Suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut persoalan lughat,I’rab,itsbat,fashl, dan washal yang kesemuanya diperoleh secara periwayatan.

Dari definisi di atas, tampak bahwa qira’at al-qur’an itu berasal dari Nabi Saw. Melalui al-sima’ dan al-naql. Maksud dari al-sima’ disini sebagian ulama menjelaskan bahwa al-sima’ tersebut adalah qira’at yang diperoleh dengan cara langsung mendengar dari Nabi Saw. Sementara yang dimaksud dengan al-naql yaitu qira’at yang diperoleh melalui riwayat yang menyatak bahwa qira’at itu dibacakan Nabi Saw.






B.MASZHAB QIROAT
MACAM-MACAM JENIS QIROAT 
Ditinjau dari para Qurra’,ada tiga macam yaitu:
1.       Qira’ah Sab’ah,yang qira’ahnya disandarkan kepada tujuh tokoh ahli qira’ah yang termasyhur.qira’ah tersebut mulai terkenal sejak abad 2H,pada masa pemerintahan Al-Makmun.7orang pakar qira’ah tersebut ialah:
o Nafi’ bin Abd.Rahman
o Ashim bin Abi Najud Al-Asady
o Hamzah bin Habib At-Taymi
o Ibnu Amir Al-Yashhubi
o Abdullah ibnu Katsir
o Abu Amr ibnul Ala
o Abu Ali Al-Kisa’i
            Imam Al-Makki menngatakan,ada 2 alasan mengapa dinamakan qira’ah sab’ah,yaitu:Pertama,khalifah utsman ketika mengirim copy mushhhaf kedaerah-daerah ,itu ada 7 buah yang masing-masing disertai dengan ahli qira’ah yang mengajarkannya,karena itu nama qira’ah tersebut berasal dari jumlah qurra’ yang mengajarkannya,yakni sab’ah.Kedua,karena 7 qira’ah itu adalah sama dengan 7 cara (dialek) bacaan diturunkannya Al-Qur’an 
2.         Qira’ah Asyrah,yang qira’ahnya didasarkan kepada 10 orang ahli qira’at yang mengajarkannya.Menurut sebagian ‘Ulama’,pembatasan terhadap tujuh ahli qira’at itu kurang tepat,karena ternyata masih banyak ‘ulama’ lain yang pandai memahami qira’atil qur’an.Jadi,qira’ah asyrah itu ialah qira’ah yang disandarkan kepada 10 orang ahli qira’at,yaitu 7 orang yang tersebut dalam qira’ah sab’ah ditambah dengan 3 orang lagi,yaitu:
o Abu Ja’far Yazid ibnul Qa’qa Al-Qari
o Abu Muhammad Ya’kub bin Ishaq Al-Hadhari
o Abu Muhammad Khalaf  bin Hisyam Al-A’masyy
3. Qira’ah Arba’a Asyrata,yang qira’ahnya disandarkan kepada 14 orang ahli qira’at yang mengajarkannya.14 ahli qira’at tersebut ialah 10 orang ahli qira’at ‘asyrah ditambah 4 orang lagi,yaitu:
o Hasan Al-Basyri
o Ibnu Muhaish
o Yahya ibnul Mubarak Al-Yazidi
o Abul Faraj ibnul Ahmad Asy-Syambudzi
Ditinjau dari para perawi,ada 6 macam,yaitu:
a)       Mutawatir,yaitu qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang   tidak mungkin bersepakat untuk berdusta,dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya,yakni Rasulullah
b)Masyhur,yaitu qira’at yng shahih sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawatir,sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasam utsmani serta terkenal pula dikalangan para ahli qira’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang salah .Kedua macam qira’at ini harus dipercayai benarnya,tidak boleh diingkari.
c)    Ahad,yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasam utsmani atau menyalahi kaidah bahasa arab
d)      Syadz,yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya
e)       Maudhu’,yaitu qira’at yang tidak ada asalnya
f)       Mudraj,yaitu yang ditambahkan kedalam qira’at  sebagai penafsiran
Keempat macam terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya.



D.PENGARUH QIRAAT TERHADAP ISTINBATH HUKUM ISLAM
Kata istinbath berasal dari bahasa Arab yang kata akarnya al-Nabth yang artinya air yang pertama kali keluar atau tampak pada saat seseorang menggali sumur. Adapun menurut bahasa berarti mengeluarkan air dari mata air (dalam tanah).
Adapun secara terminologi adalah mengeluarkan kandungan hukum dari nash-nash yang ada (al-Quran dan al-Sunnah) dengan ketajaman nalar serta kemampuan yang optimal. Sedangkan kata hukum (hukum Islam) yang sering kali identik dengan syari’at , merupakan salah satu aspek pokok ajaran Islam yang terkandung dalam al-Quran. Karena itu ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan hukum biasanya disebut dengan ayat-ayat hukum (ايات الأحكام ). Secara etimonolgi hukum berati menetapkan sesuatu terhadap sesuatu atau meniadakannya. Disamping itu bisa juga berarti menolak atau mencegah. Karena itu seorang qodhi disebut hakim, karena ia berupaya mencegah perbuatan zhulm (kezholiman) dari pelakunya.
Sementara dari terminologi ada perbedaan pendapat antara Ulama’, diantaranya Ulama’ ahli ushul mengartikan “Khitab syari’ (firman Allah dan sabd Nabi) yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik yang bersifat thalab, takhyir atau wad”.
Sedangkan menurut Ulama fiqh mengartikan “Pesan dan kesan yang terkandung dalam khitab syari’ menyangkut perbuatan orang-orang mukallaf, seperti wajib, haram dan mubah”. Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa esensi istinbath yaitu upaya melahirkan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat baik dalam al-Quran maupun al-Sunnh. Pada garis besarnya terdapat dua cara dalam melakukan istinbath hukum, yakni;
- Cara lafdhiah (طرق لفظية ) yaitu cara istinbath hukum berdasarkan pesan yang terdapat dalam nash.
- Cara maknawiyyah ( طرق معنوية ) yaitu cara istinbath hukum berdasarkan kesan yang terkandung dalam nash.
Dengan adanya perbedaan qiroat, adakalanya yang berpengaruh terhadap istinbath hukum dan adakalanya tidak berpengaruh pada istinbath hukum. Diatara yang berpengaruh pada istinbath hukum seperti surat al-Nisa’ ayat 43, yang berbunyi; Ayat diatas menjelaskan bahwa salah satu penyebab yang mengharuskan seseorang bertayamum dan dalam kondisi tidak ada air yaitu apabila ia telah “menyentuh” wanita (لمستم النساء ). Sementara itu, Ibn Katsir, Nafi’, ‘Ashim, Abu ‘Amr dan Ibn ‘Amir membaca لامستم النساء . Sedangkan Hamzah dan al-Kisa’i membaca لمستم النساء . Berdasarkan qiroat لمستم , ada tiga versi pendapat para ulama mengenai maknanya yaitu, 1) bersetubuh, 2) bersentuhan, 3) bersentuhan serta bersetubuh.
Demikian pula makna qiroat لامستم menurut kebanyakan ulama. Akan tetapi Muhammad Ibn Yazid berpendapat bahwa yang lebih tepat makna لامستم adalah berciuman, karena kedua belah pihak (yang berciuman) bersifat aktif, sementara makna لمستم adalah menyentuh, karena pihak wanita (yang disentuh) tidak aktif .
Sehubungan dengan ini, para ulama berbeda pendapat tentang apa sebenarnya yang dimaksud لمستم dalam ayat tersebut. Ibn Abbas, al-Hasan, Mujahid, Qatadah dan Abu Hanifah berpendapat bahwa yang dimaksud adalah bersetubuh. Sementara Ibn Mas’ud, Ibn Umar, al-Nakha’i dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa yang dimaksud adalah bersentuh kulit baik dalam persetubuhan maupun dalam bentuk lainnya. Al-Razi berpendapat bahwa pendapat yang terakhir adalah lebih kuat, karena kata al-lums dalam qiroat لمستم النساء makna hakikinya adalah menyentuh dengan tangan. Menurut al-Razi, pada dasarnya suatu lafaz harus diartikan dengan pengertian hakiki. Sementara kata mulamasat pada qiroat لامستم makna hakikinya saling menyentuh dan bukan berarti bersetubuh.
Dalam pada itu, para ulama yang berpendapat bahwa kata al-lums dalam ayat tersebut berarti bersetubuh, berargumentasi bahwa kata اللمس dan المس terdapat dalam al-Quran dengan pengertian الجماع (bersetubuh). Seperti firman Allah وان طلقتموهن من قبل ان تمسوهن dan firman Allah فتحرير رقبة من قبل ان يتماسا . Ulama berpendapat bahwa yang dimaksud kata tersebut adalah bersentuh kulit, mereka berbeda pendapat pula pada rinciannya, yakni sebagai berikut; - Imam Syafi’i berpendapat batal wudlu seorang laki-laki apabila ia menyentuh anggota tubuh seorang wanita, baik dengan tangannya maupun dengan anggota tubuh lainnya, - Al-Awza’i berpendapat apabila menyentuhnya dengan tangan, maka batal wudlunya. Dan apabila menyentuhnya bukan dengan tangan maka tidak batal wudlunya, - Imam Malik berpendapat apabila menyentuhnya disertai dengan syahwat maka batal wudlunya. Tetapi bila menyentuhnya tidak disertai dengan syahwat maka tidak batal wudlunya, - Ibn al-Majisyun berpendapat jika menyentuhnya dilakukan secara sengaja maka batal wudlunya baik disertai dengan syahwat maupun tidak. Dari uraian diatas bisa diambil kesimpulan bahwa perbedaan qiroat dalam ayat diatas hanya berpengaruh terhadap cara istinbath hukum, dimana menurut sebagian ulama versi qiroat لمستم النساء sedikit lebih mempertegas pendapat, yang dimaksud dengan لامستم النساء dalam ayat tersebut adalah al-lums dalam arti hakiki yaitu “bersentuh kulit” antara laki-laki dan perempuan.
Adapun qiroat yang tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum seperti firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 95; Ayat diatas menjelaskan bahwa bila seseorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan dengan sengaja maka salah satu alternatif dendanya yaitu memberi makan orang-orang miskin (او كفارة طعام مساكين ) seimbang dengan harga binatang ternak yang akan digunakan untuk pengganti binatang ternak yang dibunuhnya. Sehubungan dengan ayat di atas, Ibn Katsir, ‘Ashim, Abu ‘Amr, Hamzah dan al-Kisa’i membaca او كفارة طعام مساكين dengan cara lafat tho’am dijadikan khabar dari mubtada’ mahdzuf. Sedangkan Nafi’ dan Ibn ‘Amir membaca dengan cara mengidhofahkan lafat kaffarah pada lafat tho’am tanpa terjadi perubahan hukum yang terkandung di dalamnya.















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan    
Sebagaimana lazimnya ayat-ayat al-Qur’an dalam qira’at yang sama pun dapat ditafsirkan secara berbeda, terlebih lagi ayat-ayat al-Qur’an dalam qira’at yang berbeda. Hanya saja pada segi-segi tertentu perbedaan qira’at tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap penafsiran. Sebagai kesimpulan akhir baik diulas kembali di sini bahwa perbedaan qira’at pada al-Qur’an adakalanya menyebabkan terjadinya perbedaan makna dan adakalanya tidak. Perbedaan makna pada qira’at itu akan berpengaruh terhadap penafsiran. Sebaliknya, tidak adanya perbedaan makna tidak akan berpengaruh pada penafsiran.















DAFTAR PUSTAKA
- Hasanuddin AF, Anatomi Al-Quran: Perbedaan Qiroat Dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam Al-Quran, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta 1995.
- http://mahasiswastainkerinci.blogspot.com/2011/10/makalah-ulumul-quran-qiraat.html 
- http://uswatunhasanah.blogspot.com/2011/09/urgensi-mempelajari-ulumul-quran.html

No comments:

Post a Comment

Outsourcing Sumber Daya Manusia

Outsourcing Sumber Daya Manusia Oleh: Cahyani Susan Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan bisnis saat ini menuntut p...