BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan komponen penting dalam memajukan suatu bangsa. Dengan pendidikan mata
rantai kemiskinan akan terputus secara terhormat. Dengan ciri khasnya yang
sering kita dengar, Jepang merupakan suatu negara yangs angat menjunjung tinggi
pendidikan. Ketika perang dunia II dan terjadi pengeboman di wilayah Hiroshima
dan Nagasaki, hal pertama yang ditanyakan oleh kaisar Hiro Hito adalah, “Berapa
jumlah guru yang masih tersisa?”. Hal ini membuktikan bahwasannya dengan adanya
guru, maka kehancuran Jepang akibat Bom Nuklir dapat dibangun kembali sebuah
peradaban berpendidikan yang lebih baik.
Pada
masa sebelum abad ke-20 pendidikan di Jepang telah menunjukkan kemajuannya
dalam berbagai bidang. Walaupun persepsi masyarakat Jepang dahulu terhadap
pendidikan tidaklah seaktif sekarang ini. Dahulu kala rakyat Jepang masih
enggan untuk mendapatkan pendidikan, tetapi secara tidak langsung mereka telah
mendapatkan pendidikan budi pekerti dari keluarga. Namun, dari hari kehari perhatianmasyarakat
terhadap pendidikan mulai terbenetuk. Telah terbersit keinginan mereka untuk
mendapatkan pendidikan, ditambah lagi dengan upaya pemerintah yang sangat baik
dalam bidang pendidikan.
Oleh
karenanya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sejarah Pendidikan di Jepang
sebelum abad ke-20 makalah ini ditulis untuk memenuhi keingintahuan publik
mengenai pendidikan di Jepang.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
Kondisi Masyarakat di Jepang abad ke-20?
2.
Bagaimana
Kondisi pendidikan di Jepang sebelum abad ke- 20?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui kondisi Masyarakat di Jepang abad ke-20
2.
Untuk
mengetahui kondisi pendidikan di Jepang sebelum abad ke-20
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi
Masyarakat Di Jepang Sebelum Abad Ke-20
Jepang merupakan suatu negara
yang sangat padat penduduknya. Rakyatnya tinggal di gugusan pulau yang
bergunung-gunung di muka pantai benua Asia. Letak gunung yang demikian
memungkinkan bangsa Jepang berkembang dengan agak bebas dari pengaruh
tetangganya yaitu negara-negara Timur jauh. Pengaruh kebudayaan yang terbesar
kepadanya memang berasal dari negara-negara itu. Namun bangsa Jepang telah
berkali-kali berusaha menghilangkan tradisi itu.[1]
Banyaknya kekuatan yang telah
membentuk kebudayaan dan pendidikan Jepang dapat dikilas-balik pada abad-abad
pertama Masehi. Catatan sejarah Jepang tertua yang ditulis pada awal abad ke-8
Masehi menyebutkan bahwa kekaisaran Jepang didirikan pada tahun 660 SM. Namun
terdapat bukti yang cukup nyata bahwa yang ada saat itu hanyalah
komunitas-komunitas suku. Bahkan, pada catatn-catatan pertama bangsa Cina
tentang Jepang yang ditulis pada abad pertama Masehi, para penulisnya
menyebutkan bahwa bangsa Jepang adalah bangsa yang sangat bar-bar. Mereka juga
mengulas karakteristik bangsa Jepang yang hingga kini masih bisa ditemukan oleh
pengunjung modern seperti kecintaan terhadap alam, menyukai kebersihan,
kejujuran, kesopanan, lemah-lembut dalam suasana damai gagah berani dalam
peperangan. [2]
Kebudayaan-kebudayaan Cina
pertama yang dibawa masuk ke Jepang lewat Korea diantaranya adalah tulisan
Cina, kesusasteraan, aritmetika, dan penangganalan Cina. Menjelang akhir abad
ke-6, diantara bangsa-bangsa Asia Timur telah berkembang suatu hubungan tetap
pertukaran cendikiawan. Cendikiawan Jepang pergi belajar ke istana Cina atau
Korea dan cendikiawan Cina berdatangan untuk mengajari tetangganya yang masih
terbelakang itu.
Membicarakan mengenai tradisi
Jepang tidak akan jauh dengan Shintoisme, agama nenek moyang masyarakat Jepang.
Asal mula shinto bermacam-macam banyak ritualnya dan belakangan menjadi agama
persatuan. Pemujaan terhadap nenek moyang, alam, animisme, pemujaan kesuburan,
dan shamanisme (pedukunan) semua sudah dikenal pada zaman awal shinto.[3]
B. Kondisi
Pendidikan Di Jepang Sebelum Abad Ke-20
Ada begitu banyak upaya penting
yang dibuat para penguasa Jepang pada periode awal untuk merancang serangkaian
Undang-Undang yang digunakan pejabat pemerintah untuk mengurus rakyat. Kitab
Undang-Undang ini muncul pada tahun 701 Masehi dan dikenal sebagai
Undang-Undang Taiho. Undang-Undang Taiho mencakup setiap tahap dalam
pemerintahan- sipil, militer, peradilan, agama, dan pendidikan. Undang-Undang
Taiho tetap menjadi hukum dasar di Jepang samapai setelah restorasi Meiji Tahun
1868.
Meskipun dalam tahun 668 Masehi
sudah didirikan sebuah Universitas Nasional, namun perkembangan institusi ini
dan pendirian fasilitas lain untuk pendidikan lanjutan harus menunggu peresmian
Undang-Undang Taiho. Universitas tersebut diorganisasi pada tahun 702. Para
dosen diangkat untuk mengajar kaligrafi, ilmu kedokteran versi Cina yang
mengutamakan akupuntur, pembuatan alamanak, astronomi, musik, dan bunyi-bunyian
dari karakter Cina. Sesuai perintah, di setiap Provinsi dibangun satu sekolah
yang memberikan pelajaran kkurang lebih sama dengan pelajaran di Universitas,
walaupun tak diragukan lagi pelajaran yang diberikan masih kurang maju dan
lebih rendah mutunya. Siswa-siswa yang cakap dari keluarga-keluarga bangsawan
diseleksi untuk bersekolah di sekolah Propinsi dan Universitas Nasional.
Sebagaimana di Cina, tujuan dari siswa-siswa tersebut adalah menjadi pegawai
pemerintah.
Lebih lanjut lagi Undang-Undang
Taiho menerangkan secara terperinci hukum khusus mengenai tugas-tugas guru dan
dosen dan persyaratan akademik siswa. Para siswa merupakan putra-putra pejabat
pemerintah tingkat tinggi berusia antara 13 dan 16 tahun. Mereka diperkenankan
memasuki semua cabang pendidikan. Masa studi maksimum bagi siswa untuk
merampungkan seluruh pelajaran adalah 9 tahun. Ujian diadakan setahun sekali
dan hasilnya menentukan kualifikasi siswa tersebut untuk jabatan pemerintahan.
Tampak bahwa rancangan pendidikan
klaisk bagi pemuda-pemuda yang berdasarkan status kelahirannya dipersiapkan
untuk mejadi pejabat pemerintah. Bagi rakyat biasa, ada anjuran dari kerajaan
seperti “. . . setiap rumah harus menyimpan sebuh salinan buku bebahasa Cina
tentang Bakti Anak (Filial Piety) yang membacanya siang dan malam”; tetapi
tidak ada sekolah bagi mereka.
Perpindahan ibukota dari Nara ke
Tokyo menyebabkan berdirinya Universitas
Nasional baru pada akhir abad ke-8. Selama abad ke-9 dan abad ke-10, ke-11,
institusi pendidikan swasta memberikan konstribusi terpenting bagi ilmu
pengetahuan. Bangsawan-bangsawan yang berkuasa di Propinsi-Propinsi dan Ibu
Kota mendirikan dan mensubsidi sekolah swasta untuk mendidik pemuda-pemuda dari
golongan mereka. Kesenian dan kesusasteraan maju pesat dibawah pengajaran
guru-guru Budha dan pengajar awam, tetapi bersamaan dengan hal itu, pendidikan
swasta mendapatkan status sedangkan sekolah negeri kehilangan signifikansinya. [4]
Sesudah Jepang kalah perang dalam
Perang Dunia II, maka Tentara Pendudukan Amerika melancarkan program perombakan secara
besar-besaran sebagai suatu reaksi terhadap ciri-ciri Jepang dari zaman sebelum perang. Tujuan
pemerintahan pendudukan itu tiada lain daripada mendirikan suatu masyarakat
baru yang demokratis dan cinta damai. [5]
Ciri-Ciri
Pendidikan Jepang
Jepang menjadi suatu kasus yang
relevan sekali untuk orang Amerika untuk diselidiki karena kedua bangsa ini
memiliki banyak sekali kesamaan. Keduanya termasuk negara kapitalis yang maju
dan sistem politiknya sama-sama demokratis. Jumlah penduduk Jepang sedikit
lebih banyak dari pada seperdua penduduk Amerika Serikat. Tingkat pendidikan
orang Jepang yang sudah dewasa tinggi, begitu pula di Amerika. Sejak perang
dunia II sistem sekolahnya mirip sekali dengan yang kebanyakan didaerah
Amerika, yaitu satu jalur yang terbagi menjadi Sekolah Dasar yang lamanya 6
tahun, kemudian Sekolah Menengah Pertama lamanya 3 tahun, lalu Sekolah Menengah
Atas lamanya 3 tahun. Setelah itu bermacam-macam lembaga pendidikan yang
terpusat pada Universitas. Sistem pendidikan di Jepang sekarang memberi
kesempatan pada siswa tamatan sekolah menengah atas untuk mendapatkan
pendidikan lebih lanjut dan bermacam-macam dan kesempatan tersebut seperti yang
ada di Amerika.
Tetapi pendidikan di Jepang jelas
sekali berbeda. Penduduknya lebih terpusat penghuninya, tidak tersebar, lebih
padat dan homogen. Kebudayaannya lebih kompleks sebab bersumber kepada
bermacam-macam kebudayaan Asia dan kebudayaan Barat. Dari kebudayaan barat
banyak sekali yang diserap dalam waktu seratus tahun belakangan ini. Dalam
beberapa hal pendidikan di Jepang sangat berbeda dari Pendidikan di Amerika
Serikat. Perbedaan-perbedaan yang disebutkan dibawah ini amat penting bagi kami
untuk menerangkan keberhasilan pendidikan Jepang merombak masyarakat.[6]
Ciri pendidikan di Jepang adalah:[7]
1.
Perhatian
pada pendidikan datang dari bermacam-macam pihak
Jepang sebagai negara terlambat
dalam perkembangannya termasuk negara yang paling dulu memakai pendidikan
sebagai alat guna memajukan bangsa dan negara. Pemerintah pusat dan golongan
elite dalam bisnis memandang pendidikan sebagai satu jalan untuk melatih tenaga
kerja menjadi tenaga yang terampil dan ahli, untuk mencari calon-calon orang
elite dalam bisnis memandang pendidikan sebagai satu jalan untuk melatih tenaga
kerja menjadi tenaga yang terampil dan ahli, untuk mencari calon-calon orang
elite dan untuk mengajarkan satu kebudayaan bagi seluruh rakyat.
Dalam periode susdah perang maka
Persatuan Guru Jepang yang sangat berpengaruh telah tampil kedepan menentang
kebijkasanaan pendidikan tradisional dari golongan elite yang berkuasa. Mereka
dengan tegas menyatakan bahwa sistem pendidikan sanggup mengembangkan
tokoh-tokoh yang besar serta kemampuan berfikir yang kritis; bersama-sama
dengan partai politik yang progresif mereka berkali-kali mencari dukungan dari
kalangan guru dalam usaha politiknya. Untuk menggulingkan rezim konservatif
yang sedang berkuasa.
Tanggapan orang terhadap
pendidikan yang berlain-lain dan kerap bertentangan. Namun dari respons yang
bermacam-maccam itu timbul perhatian yang sangat menakjubkan terhadap
pendidikan.
2.
Sekolah
Jepang tidak mahal
Biaya pendidikan yang dipikul
pembayar pajak boleh dikata rendah bila orang ingat akan tingginya taraf yang
telah dicapai. Pada tahun 1973 biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang
untuk pendidikan hanya sebanyak 4,9 persen dari pendapatan nasional. Jumlah
guru di Jepang lebih banyak dari siswa hal inilah yang menjadi sebab mengapa
pengeluaran untuk pegawai staf sangat rendah. Perlu diketahui bahwa karyawan
pembantu sekolah di Jepang jumlahnya boleh dikata sedikit. Siswa dan guru
bersama-sama melakukan bermacam-macam pekerjaan yang mungkin dilakukan karyawan
khusus di negara lain. Guru yang pekerjaannya mengajar melakukan pekerjaan
administrasi dan penyuluhan.
Siswa menghidangkan makanan
siang, membersihkan ruang kelas dan halaman sekolah serta mengurus
fasilitas-fasilitas sekolah seperti perpustakaan dan papan pengumuman. Karena
untuk pekerjaan itu orang tidak dibayar maka biaya dapat ditekan hingga menjadi
rendah sekali. Maka akibatnya sekolah Jepang mempunyai uang lebih banyak yang
dapat dipakai untuk keperluan gedung.
3.
Di
Jepang tidak ada Diskriminasi terhadap sekolah
Perhatian masyarakat sesudah
Perang Dunia II terhadap pendidikan telah memaksa pemerintah pusat memperkecil
perbedaan biaya untuk tiap siswa. Sekarang pada tingkat pendidikan wajib
disemua prefektur praktis tidak ada perbedaan dalam hal biaya yang setiap tahun
dikelurkan untuk setiap siswa.
Belum lama berselang pemerintah
mulai memberi dana tambahan kepada sekolah yang menerima anak-anak dari
golongan “Outcaste”, yakni dari masyarakat burakimin.
Anak-anak “outcaste” ini sejak dahulu tidak menunjukkan prestasi yang
tinggi disekolahnya, maka tunjangan tambahan itu untuk membayar pelajaran
diluar jam pelajaran wajib dan untuk tujuan-tujuan kompensatoris.
Program-program itu begitu intensif hingga biaya untuk tiap siswa dari golongan
“outcaste” ini tiga kali pengeluaran untuk siswa lain.
Sistem keuangan untuk keperluan
pendidikan di Jepang memungkinkan terwujudnya pengeluaran untuk bermacam-macam
tujuan sama besarnya dimana-mana. Dewan sekolah tidak bergantung kepada pajak
kekayaan lokal, berbeda dengan Amerika. Wilayah sekolah di Jepang umumnya lebih
besar hingga sekolah dapat memperoleh sumbangan dari bermacam-macam sumber
pajak. Lagi pula untuk berbagai keperluan seperti gaji, buku, dan makanan,
pemerintah memikul seperdua dari biayanya. Hal itu ditetapkan dengan
Undang-Undang Negara.
4.
Kurikulum
Sekolah Jepang Sangat Berat
Karena pendapatan sekolah untuk
menutup kebutuhannya sebagian besar berasal dari pemerintah pusat maka
pemerintah memiliki pengaruh pada segi tertentu dari proses pendidikan.
Pemerintah pusat merancang jalur
studi yang sangat terperinci, menentukan apa yang harus diajarkan dan memeriksa
buku-buku pelajaran yang dijual untuk menjamin isi buku-buku itu sesuai dengan
standar resmi. Dengan cara ini maka siswa diseluruh negeri mendapatkan pengetahuan
yang sama isinya dan dalam urutan yang sama. Itulah keuntungannya.
Tetapi kurikulum ini memiliki banyak tuntutan.
Matapelajaran yang tercantum didalamnya lebih banyak jenisnya daripada yang ada
dalam kurikulum sekolah Amerika. Isinya pun lebih mendalam. Mulai tingkat satu
di SD sudah tampak perbedaannya. Jumlah jam pelajaran kesenian, musik dan olah
raga memiliki jumlah lebih banyak dari pada SD di Amerika.
Dibanyak sekolah rendah di
Amerika tidak ada matapelajaran tentang sesuatu jenis ilmu, di Jepang
matapelajaran itu diberikan mulai dari tingkat satu. Matapelajaran berhitung di
Jepang maupun di Amerika merupakan matapelajaran pokok, tetapi buku-buku hitung
Jepang mengajarkan matapelajaran lebih cepat dibandingkan buku-buku hitung
Amerika.
Agar kurikulum yang berat tersebut terpenuhi, maka
pemerintah mengaharuskan setiap sekolah memberi pelajaran sekurang-kurangnya
240 hari setahun, di Amerika sekolah-sekolah buka hanya 180 hari setahun. Maka
hal ini berarti bahwa umumnya siswa Jepang masuk sekolah 6 hari setiap minggu,
selama 40 pekan. Sehingga menduduki tempat yang penting dalam kehidupan anak
Jepang.
5.
Sekolah
Sebagai Unit Pendidikan
Orang asing akan sangat terkesan
melihat sekolah di Jepang menjadi unit dasar pendidikan, bukan tingkat kelas
atau ruangannya. Di sekolah dasar ada peningkatan yang sangat teratur dari
tahap ketahap yaitu dari tahap mempersiapkan anak untuk pendidikan pada
tahun-tahun pertama samapai ke tahap pelajaran kognitif yang intensif lagi
berdisiplin pada tahun terakhir. Guru wali kelas merasa wajib menegur siswa
yang berkelakuan kurang pantas di koridor atau serambi sekolah.
6.
Guru
terjamin tidak akan kehilangan jabatannya
Jabatan guru di Jepang adalah
jabatan yang terhormat. Guru mempunyai status sosial dan mendapat gaji yang
layak. Kebanyakan ingin tetap menjadi guru seumur hidup. Sebagai pengabdi
masyarakat maka secara otomatis mereka tetap berhak atas jabatannya sejak
diangkat asal saja tidak terjadi sesuatu yang luar biasa. Di masa lampau bila
ada seseorang dari golongan elite setempat atau seorang pegawai menganggap guru
tidak menjalankan tugasnya dengan baik, maka hal itu dapat mengakibatkan
pemecatannya. Tetapi sekarang di banyak daerah guru tidak perlu takut akan
dipecat semata-mata atas alasan serupa itu. Kurang lebih tiga seperempat dari
jumlah guru menjadi anggota perserikatan guru siap memperjuangkan hak guru atas
pekerjaannya.
7.
Guru
Jepang penuh dedikasi
Di sekolah ada sejumlah mekanisme
yang menyebabkan guru bekerja sebaik-baiknya. Disetiap sekolah guru menyediakan
banyak waktu untuk membicarakan pengajaran pada umumnya, dalam pertemuan setiap
pagi dan pertemuan staf seminggu sekali, serta pertemuan penelitian dua pekan
sekali dan seminar umum tiap tiga bulan sekali.
8.
Guru
Jepang merasa wajib memberi pendidikan “Orang seutuhnya”
Persaingan dalam ujian yang sangat ditakuti dan
perhatian orang tua terhadap perkembangan kognitif anak telat disebut diatas.
Guru-guru Jepang sadar akan tuntutan-tuntutan ini dan bekerja sebaik-baiknya
menanggapi tuntutan-tuntutan itu. Akan tetapi pada pendapat mereka tugas mereka
yang paling penting tiada lain daripada mengembangkan orang seutuhnya.
Tujuan sekolah di Jepang yaitu membentuk anak mempunyai hati
yang bersih dan lapang, jasmani yang kuat lagi sehat, memajukan keingintahuan
dan mempunyai prestasi intelektual, merangsang kesediaan menderita apa saja
dalam setiap usahanya, membantu setiap anak menyadari bahwa kesanggupannya
melengkapi kesanggupan teman-teman sekelasnya.
Kesediaan guru mengembangkan
orang seutuhnya merupakan faktor yang penting buat mendatangkan perubahan.
Dengan mengajarkan nilai-nilai kepada siswa, mereka mempengaruhi cara siswa
menanggapi pola tingkah laku yang ada di masyarakat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ciri
pendidikan di Jepang adalah:
1.
Perhatian
pada pendidikan datang dari bermacam-macam pihak
2.
Sekolah
Jepang tidak mahal
3.
Di
Jepang tidak ada Diskriminasi terhadap Sekolah
4.
Kurikulum
sekolah Jepang sangat berat
5.
Sekolah
sebagai unit pendidikan
6.
Guru
terjamin tidak akan kehilangan jabatannya
7.
Guru
jepang penuh dedikasi
8.
Guru
Jepang merasa wajib mendidik manusia seutuhnya
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Don, dkk, “Pola-Pola
Pendidikan dalam Masyarakat Kontemporer (Educational Patterns in Contemporary
Societies)”, Pustaka Pelajar,
(Yogyakarta: 2005).
Cummings, William, “Pendidikan
dan Kualitas Manusia di Jepang”, Gadjah
Mada University Press, (Yogyakarta: 1980).