Saturday, April 22, 2017

SEJARAH PENDIDIKAN DI JEPANG

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan komponen penting dalam memajukan suatu bangsa. Dengan pendidikan mata rantai kemiskinan akan terputus secara terhormat. Dengan ciri khasnya yang sering kita dengar, Jepang merupakan suatu negara yangs angat menjunjung tinggi pendidikan. Ketika perang dunia II dan terjadi pengeboman di wilayah Hiroshima dan Nagasaki, hal pertama yang ditanyakan oleh kaisar Hiro Hito adalah, “Berapa jumlah guru yang masih tersisa?”. Hal ini membuktikan bahwasannya dengan adanya guru, maka kehancuran Jepang akibat Bom Nuklir dapat dibangun kembali sebuah peradaban berpendidikan yang lebih baik.
Pada masa sebelum abad ke-20 pendidikan di Jepang telah menunjukkan kemajuannya dalam berbagai bidang. Walaupun persepsi masyarakat Jepang dahulu terhadap pendidikan tidaklah seaktif sekarang ini. Dahulu kala rakyat Jepang masih enggan untuk mendapatkan pendidikan, tetapi secara tidak langsung mereka telah mendapatkan pendidikan budi pekerti dari keluarga. Namun, dari hari kehari perhatianmasyarakat terhadap pendidikan mulai terbenetuk. Telah terbersit keinginan mereka untuk mendapatkan pendidikan, ditambah lagi dengan upaya pemerintah yang sangat baik dalam bidang pendidikan.
Oleh karenanya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sejarah Pendidikan di Jepang sebelum abad ke-20 makalah ini ditulis untuk memenuhi keingintahuan publik mengenai pendidikan di Jepang.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.       Bagaimana Kondisi Masyarakat di Jepang abad ke-20?
2.       Bagaimana Kondisi pendidikan di Jepang sebelum abad ke- 20?
C.     TUJUAN PENULISAN
1.       Untuk mengetahui kondisi Masyarakat di Jepang abad ke-20
2.       Untuk mengetahui kondisi pendidikan di Jepang sebelum abad ke-20


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Kondisi Masyarakat Di Jepang Sebelum Abad Ke-20
Jepang merupakan suatu negara yang sangat padat penduduknya. Rakyatnya tinggal di gugusan pulau yang bergunung-gunung di muka pantai benua Asia. Letak gunung yang demikian memungkinkan bangsa Jepang berkembang dengan agak bebas dari pengaruh tetangganya yaitu negara-negara Timur jauh. Pengaruh kebudayaan yang terbesar kepadanya memang berasal dari negara-negara itu. Namun bangsa Jepang telah berkali-kali berusaha menghilangkan tradisi itu.[1]
Banyaknya kekuatan yang telah membentuk kebudayaan dan pendidikan Jepang dapat dikilas-balik pada abad-abad pertama Masehi. Catatan sejarah Jepang tertua yang ditulis pada awal abad ke-8 Masehi menyebutkan bahwa kekaisaran Jepang didirikan pada tahun 660 SM. Namun terdapat bukti yang cukup nyata bahwa yang ada saat itu hanyalah komunitas-komunitas suku. Bahkan, pada catatn-catatan pertama bangsa Cina tentang Jepang yang ditulis pada abad pertama Masehi, para penulisnya menyebutkan bahwa bangsa Jepang adalah bangsa yang sangat bar-bar. Mereka juga mengulas karakteristik bangsa Jepang yang hingga kini masih bisa ditemukan oleh pengunjung modern seperti kecintaan terhadap alam, menyukai kebersihan, kejujuran, kesopanan, lemah-lembut dalam suasana damai gagah berani dalam peperangan. [2]
Kebudayaan-kebudayaan Cina pertama yang dibawa masuk ke Jepang lewat Korea diantaranya adalah tulisan Cina, kesusasteraan, aritmetika, dan penangganalan Cina. Menjelang akhir abad ke-6, diantara bangsa-bangsa Asia Timur telah berkembang suatu hubungan tetap pertukaran cendikiawan. Cendikiawan Jepang pergi belajar ke istana Cina atau Korea dan cendikiawan Cina berdatangan untuk mengajari tetangganya yang masih terbelakang itu.
Membicarakan mengenai tradisi Jepang tidak akan jauh dengan Shintoisme, agama nenek moyang masyarakat Jepang. Asal mula shinto bermacam-macam banyak ritualnya dan belakangan menjadi agama persatuan. Pemujaan terhadap nenek moyang, alam, animisme, pemujaan kesuburan, dan shamanisme (pedukunan) semua sudah dikenal pada zaman awal shinto.[3]

B.     Kondisi Pendidikan Di Jepang Sebelum Abad Ke-20
Ada begitu banyak upaya penting yang dibuat para penguasa Jepang pada periode awal untuk merancang serangkaian Undang-Undang yang digunakan pejabat pemerintah untuk mengurus rakyat. Kitab Undang-Undang ini muncul pada tahun 701 Masehi dan dikenal sebagai Undang-Undang Taiho. Undang-Undang Taiho mencakup setiap tahap dalam pemerintahan- sipil, militer, peradilan, agama, dan pendidikan. Undang-Undang Taiho tetap menjadi hukum dasar di Jepang samapai setelah restorasi Meiji Tahun 1868.
Meskipun dalam tahun 668 Masehi sudah didirikan sebuah Universitas Nasional, namun perkembangan institusi ini dan pendirian fasilitas lain untuk pendidikan lanjutan harus menunggu peresmian Undang-Undang Taiho. Universitas tersebut diorganisasi pada tahun 702. Para dosen diangkat untuk mengajar kaligrafi, ilmu kedokteran versi Cina yang mengutamakan akupuntur, pembuatan alamanak, astronomi, musik, dan bunyi-bunyian dari karakter Cina. Sesuai perintah, di setiap Provinsi dibangun satu sekolah yang memberikan pelajaran kkurang lebih sama dengan pelajaran di Universitas, walaupun tak diragukan lagi pelajaran yang diberikan masih kurang maju dan lebih rendah mutunya. Siswa-siswa yang cakap dari keluarga-keluarga bangsawan diseleksi untuk bersekolah di sekolah Propinsi dan Universitas Nasional. Sebagaimana di Cina, tujuan dari siswa-siswa tersebut adalah menjadi pegawai pemerintah.
Lebih lanjut lagi Undang-Undang Taiho menerangkan secara terperinci hukum khusus mengenai tugas-tugas guru dan dosen dan persyaratan akademik siswa. Para siswa merupakan putra-putra pejabat pemerintah tingkat tinggi berusia antara 13 dan 16 tahun. Mereka diperkenankan memasuki semua cabang pendidikan. Masa studi maksimum bagi siswa untuk merampungkan seluruh pelajaran adalah 9 tahun. Ujian diadakan setahun sekali dan hasilnya menentukan kualifikasi siswa tersebut untuk jabatan pemerintahan.
Tampak bahwa rancangan pendidikan klaisk bagi pemuda-pemuda yang berdasarkan status kelahirannya dipersiapkan untuk mejadi pejabat pemerintah. Bagi rakyat biasa, ada anjuran dari kerajaan seperti “. . . setiap rumah harus menyimpan sebuh salinan buku bebahasa Cina tentang Bakti Anak (Filial Piety) yang membacanya siang dan malam”; tetapi tidak ada sekolah bagi mereka.
Perpindahan ibukota dari Nara ke Tokyo  menyebabkan berdirinya Universitas Nasional baru pada akhir abad ke-8. Selama abad ke-9 dan abad ke-10, ke-11, institusi pendidikan swasta memberikan konstribusi terpenting bagi ilmu pengetahuan. Bangsawan-bangsawan yang berkuasa di Propinsi-Propinsi dan Ibu Kota mendirikan dan mensubsidi sekolah swasta untuk mendidik pemuda-pemuda dari golongan mereka. Kesenian dan kesusasteraan maju pesat dibawah pengajaran guru-guru Budha dan pengajar awam, tetapi bersamaan dengan hal itu, pendidikan swasta mendapatkan status sedangkan sekolah negeri kehilangan signifikansinya. [4]
Sesudah Jepang kalah perang dalam Perang Dunia II, maka Tentara Pendudukan Amerika  melancarkan program perombakan secara besar-besaran sebagai suatu reaksi terhadap ciri-ciri Jepang  dari zaman sebelum perang. Tujuan pemerintahan pendudukan itu tiada lain daripada mendirikan suatu masyarakat baru yang demokratis dan cinta damai. [5]
Ciri-Ciri Pendidikan Jepang
Jepang menjadi suatu kasus yang relevan sekali untuk orang Amerika untuk diselidiki karena kedua bangsa ini memiliki banyak sekali kesamaan. Keduanya termasuk negara kapitalis yang maju dan sistem politiknya sama-sama demokratis. Jumlah penduduk Jepang sedikit lebih banyak dari pada seperdua penduduk Amerika Serikat. Tingkat pendidikan orang Jepang yang sudah dewasa tinggi, begitu pula di Amerika. Sejak perang dunia II sistem sekolahnya mirip sekali dengan yang kebanyakan didaerah Amerika, yaitu satu jalur yang terbagi menjadi Sekolah Dasar yang lamanya 6 tahun, kemudian Sekolah Menengah Pertama lamanya 3 tahun, lalu Sekolah Menengah Atas lamanya 3 tahun. Setelah itu bermacam-macam lembaga pendidikan yang terpusat pada Universitas. Sistem pendidikan di Jepang sekarang memberi kesempatan pada siswa tamatan sekolah menengah atas untuk mendapatkan pendidikan lebih lanjut dan bermacam-macam dan kesempatan tersebut seperti yang ada di Amerika.
Tetapi pendidikan di Jepang jelas sekali berbeda. Penduduknya lebih terpusat penghuninya, tidak tersebar, lebih padat dan homogen. Kebudayaannya lebih kompleks sebab bersumber kepada bermacam-macam kebudayaan Asia dan kebudayaan Barat. Dari kebudayaan barat banyak sekali yang diserap dalam waktu seratus tahun belakangan ini. Dalam beberapa hal pendidikan di Jepang sangat berbeda dari Pendidikan di Amerika Serikat. Perbedaan-perbedaan yang disebutkan dibawah ini amat penting bagi kami untuk menerangkan keberhasilan pendidikan Jepang merombak masyarakat.[6]
Ciri pendidikan di Jepang adalah:[7]
1.       Perhatian pada pendidikan datang dari bermacam-macam pihak
Jepang sebagai negara terlambat dalam perkembangannya termasuk negara yang paling dulu memakai pendidikan sebagai alat guna memajukan bangsa dan negara. Pemerintah pusat dan golongan elite dalam bisnis memandang pendidikan sebagai satu jalan untuk melatih tenaga kerja menjadi tenaga yang terampil dan ahli, untuk mencari calon-calon orang elite dalam bisnis memandang pendidikan sebagai satu jalan untuk melatih tenaga kerja menjadi tenaga yang terampil dan ahli, untuk mencari calon-calon orang elite dan untuk mengajarkan satu kebudayaan bagi seluruh rakyat.
Dalam periode susdah perang maka Persatuan Guru Jepang yang sangat berpengaruh telah tampil kedepan menentang kebijkasanaan pendidikan tradisional dari golongan elite yang berkuasa. Mereka dengan tegas menyatakan bahwa sistem pendidikan sanggup mengembangkan tokoh-tokoh yang besar serta kemampuan berfikir yang kritis; bersama-sama dengan partai politik yang progresif mereka berkali-kali mencari dukungan dari kalangan guru dalam usaha politiknya. Untuk menggulingkan rezim konservatif yang sedang berkuasa.
Tanggapan orang terhadap pendidikan yang berlain-lain dan kerap bertentangan. Namun dari respons yang bermacam-maccam itu timbul perhatian yang sangat menakjubkan terhadap pendidikan.
2.       Sekolah Jepang tidak mahal
Biaya pendidikan yang dipikul pembayar pajak boleh dikata rendah bila orang ingat akan tingginya taraf yang telah dicapai. Pada tahun 1973 biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang untuk pendidikan hanya sebanyak 4,9 persen dari pendapatan nasional. Jumlah guru di Jepang lebih banyak dari siswa hal inilah yang menjadi sebab mengapa pengeluaran untuk pegawai staf sangat rendah. Perlu diketahui bahwa karyawan pembantu sekolah di Jepang jumlahnya boleh dikata sedikit. Siswa dan guru bersama-sama melakukan bermacam-macam pekerjaan yang mungkin dilakukan karyawan khusus di negara lain. Guru yang pekerjaannya mengajar melakukan pekerjaan administrasi dan penyuluhan.
Siswa menghidangkan makanan siang, membersihkan ruang kelas dan halaman sekolah serta mengurus fasilitas-fasilitas sekolah seperti perpustakaan dan papan pengumuman. Karena untuk pekerjaan itu orang tidak dibayar maka biaya dapat ditekan hingga menjadi rendah sekali. Maka akibatnya sekolah Jepang mempunyai uang lebih banyak yang dapat dipakai untuk keperluan gedung.
3.       Di Jepang tidak ada Diskriminasi terhadap sekolah
Perhatian masyarakat sesudah Perang Dunia II terhadap pendidikan telah memaksa pemerintah pusat memperkecil perbedaan biaya untuk tiap siswa. Sekarang pada tingkat pendidikan wajib disemua prefektur praktis tidak ada perbedaan dalam hal biaya yang setiap tahun dikelurkan untuk setiap siswa.
Belum lama berselang pemerintah mulai memberi dana tambahan kepada sekolah yang menerima anak-anak dari golongan “Outcaste”, yakni dari masyarakat burakimin. Anak-anak “outcaste” ini sejak dahulu tidak menunjukkan prestasi yang tinggi disekolahnya, maka tunjangan tambahan itu untuk membayar pelajaran diluar jam pelajaran wajib dan untuk tujuan-tujuan kompensatoris. Program-program itu begitu intensif hingga biaya untuk tiap siswa dari golongan “outcaste” ini tiga kali pengeluaran untuk siswa lain.
Sistem keuangan untuk keperluan pendidikan di Jepang memungkinkan terwujudnya pengeluaran untuk bermacam-macam tujuan sama besarnya dimana-mana. Dewan sekolah tidak bergantung kepada pajak kekayaan lokal, berbeda dengan Amerika. Wilayah sekolah di Jepang umumnya lebih besar hingga sekolah dapat memperoleh sumbangan dari bermacam-macam sumber pajak. Lagi pula untuk berbagai keperluan seperti gaji, buku, dan makanan, pemerintah memikul seperdua dari biayanya. Hal itu ditetapkan dengan Undang-Undang Negara.
4.       Kurikulum Sekolah Jepang Sangat Berat
Karena pendapatan sekolah untuk menutup kebutuhannya sebagian besar berasal dari pemerintah pusat maka pemerintah memiliki pengaruh pada segi tertentu dari proses pendidikan.
Pemerintah pusat merancang jalur studi yang sangat terperinci, menentukan apa yang harus diajarkan dan memeriksa buku-buku pelajaran yang dijual untuk menjamin isi buku-buku itu sesuai dengan standar resmi. Dengan cara ini maka siswa diseluruh negeri mendapatkan pengetahuan yang sama isinya dan dalam urutan yang sama. Itulah keuntungannya.
Tetapi kurikulum ini memiliki banyak tuntutan. Matapelajaran yang tercantum didalamnya lebih banyak jenisnya daripada yang ada dalam kurikulum sekolah Amerika. Isinya pun lebih mendalam. Mulai tingkat satu di SD sudah tampak perbedaannya. Jumlah jam pelajaran kesenian, musik dan olah raga memiliki jumlah lebih banyak dari pada SD di Amerika.
Dibanyak sekolah rendah di Amerika tidak ada matapelajaran tentang sesuatu jenis ilmu, di Jepang matapelajaran itu diberikan mulai dari tingkat satu. Matapelajaran berhitung di Jepang maupun di Amerika merupakan matapelajaran pokok, tetapi buku-buku hitung Jepang mengajarkan matapelajaran lebih cepat dibandingkan buku-buku hitung Amerika.
Agar kurikulum yang berat tersebut terpenuhi, maka pemerintah mengaharuskan setiap sekolah memberi pelajaran sekurang-kurangnya 240 hari setahun, di Amerika sekolah-sekolah buka hanya 180 hari setahun. Maka hal ini berarti bahwa umumnya siswa Jepang masuk sekolah 6 hari setiap minggu, selama 40 pekan. Sehingga menduduki tempat yang penting dalam kehidupan anak Jepang.
5.       Sekolah Sebagai Unit Pendidikan
Orang asing akan sangat terkesan melihat sekolah di Jepang menjadi unit dasar pendidikan, bukan tingkat kelas atau ruangannya. Di sekolah dasar ada peningkatan yang sangat teratur dari tahap ketahap yaitu dari tahap mempersiapkan anak untuk pendidikan pada tahun-tahun pertama samapai ke tahap pelajaran kognitif yang intensif lagi berdisiplin pada tahun terakhir. Guru wali kelas merasa wajib menegur siswa yang berkelakuan kurang pantas di koridor atau serambi sekolah.
6.       Guru terjamin tidak akan kehilangan jabatannya
Jabatan guru di Jepang adalah jabatan yang terhormat. Guru mempunyai status sosial dan mendapat gaji yang layak. Kebanyakan ingin tetap menjadi guru seumur hidup. Sebagai pengabdi masyarakat maka secara otomatis mereka tetap berhak atas jabatannya sejak diangkat asal saja tidak terjadi sesuatu yang luar biasa. Di masa lampau bila ada seseorang dari golongan elite setempat atau seorang pegawai menganggap guru tidak menjalankan tugasnya dengan baik, maka hal itu dapat mengakibatkan pemecatannya. Tetapi sekarang di banyak daerah guru tidak perlu takut akan dipecat semata-mata atas alasan serupa itu. Kurang lebih tiga seperempat dari jumlah guru menjadi anggota perserikatan guru siap memperjuangkan hak guru atas pekerjaannya.
7.       Guru Jepang penuh dedikasi
Di sekolah ada sejumlah mekanisme yang menyebabkan guru bekerja sebaik-baiknya. Disetiap sekolah guru menyediakan banyak waktu untuk membicarakan pengajaran pada umumnya, dalam pertemuan setiap pagi dan pertemuan staf seminggu sekali, serta pertemuan penelitian dua pekan sekali dan seminar umum tiap tiga bulan sekali.
8.       Guru Jepang merasa wajib memberi pendidikan “Orang seutuhnya”
Persaingan dalam ujian yang sangat ditakuti dan perhatian orang tua terhadap perkembangan kognitif anak telat disebut diatas. Guru-guru Jepang sadar akan tuntutan-tuntutan ini dan bekerja sebaik-baiknya menanggapi tuntutan-tuntutan itu. Akan tetapi pada pendapat mereka tugas mereka yang paling penting tiada lain daripada mengembangkan orang seutuhnya.
Tujuan sekolah di  Jepang yaitu membentuk anak mempunyai hati yang bersih dan lapang, jasmani yang kuat lagi sehat, memajukan keingintahuan dan mempunyai prestasi intelektual, merangsang kesediaan menderita apa saja dalam setiap usahanya, membantu setiap anak menyadari bahwa kesanggupannya melengkapi kesanggupan teman-teman sekelasnya.
Kesediaan guru mengembangkan orang seutuhnya merupakan faktor yang penting buat mendatangkan perubahan. Dengan mengajarkan nilai-nilai kepada siswa, mereka mempengaruhi cara siswa menanggapi pola tingkah laku yang ada di masyarakat.


BAB III
                                                         PENUTUP
KESIMPULAN
Ciri pendidikan di Jepang adalah:
1.       Perhatian pada pendidikan datang dari bermacam-macam pihak
2.       Sekolah Jepang tidak mahal
3.       Di Jepang tidak ada Diskriminasi terhadap Sekolah
4.       Kurikulum sekolah Jepang sangat berat
5.       Sekolah sebagai unit pendidikan
6.       Guru terjamin tidak akan kehilangan jabatannya
7.       Guru jepang penuh dedikasi
8.       Guru Jepang merasa wajib mendidik manusia seutuhnya


DAFTAR PUSTAKA
Adams, Don, dkk, “Pola-Pola Pendidikan dalam Masyarakat Kontemporer (Educational Patterns in Contemporary Societies)”, Pustaka Pelajar, (Yogyakarta: 2005).
Cummings, William, “Pendidikan dan Kualitas Manusia di Jepang”, Gadjah Mada University Press, (Yogyakarta: 1980).







PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS


BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG.
Pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Salah satu proses yang dilakukan didalam pendidikan adalah belajar. Dengan belajar peserta didik dapat mengalami trasformasi ilmu. Pemahaman ilmu dari proses belajar inilah yang akan menambah wawasan dan pengetahuan peserta didik dalam berperilaku dan bertindak.
UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization = Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan telah menggariskan empat pilar utama pendidikan, Yaitu a) Learning to Know (belajar untuk megetahui, sebagai landasan ilmu Pengetahuan) yakni pembelajaran yang berlangsung di sekolah umumnya dimaksudkan mendorong siswa memperoleh pengetahuan secara terstruktur, disamping penguasaan alat belajar. Dengan demikian pembelajaran merupakan sarana sekaligus sebagai upaya mencapai tujuan akhir eksistensi manusia. b) Learning To Do (belajar untuk bekerja, aplikasi) yakni belajar sebagai kesiapan dalam menghadapi dunia kerja yang menuntut seseorang untuk terus mengasah keterampilan dan life skill nya.  c) Learning to Be (belajar untuk menjadi, menggali potensi diri ) yakni, pendidikan harus berkontribusi untuk menyelesaikan pengembangan setiap orang, rohani dan jasmani, kecerdasan, kepekaan, spiritualitas, estetika, dan apresiasi. d) Learning to Life Together ( belajar untuk hidup bersama, hidup bermitra dan sekaligus berkompetisi, hidup berdampingan dan  bersahabat antarbangsa) yakni, tugas pendidikan, baik dalam rangka pembelajaran bagi siswa dan mahasiswa tentang keragaman manusia maupun untuk menanamkan kesadaran diri tentang persamaan dan saling ketergantungan semua orang esensinya adalah bagaimana mereka mampu hidup bersama dengan orang lain secara bersahabat dan menyenangkan.
Didasarkan Peraturan  Pemerintah  No 19 tahun 2006 Pasal 19 ayat 1 dinyatakan bahwa: (1)          Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk menuju ke arah tersebut memerlukan disain atau rencana pembelajaran yang harus disusun berdasarkan strategi yang tepat.
Materi Pelajaran Asmaul-Khusna merupakan salah satu materi PAI yang sulit dihafalkan dan dipahami maknanya oleh siswa. Hal ini disebabkan, Asmaul-Khusna berjumlah banyak yakni 99 nama-nama Allah dan siswa kurang berminat untuk menghafalkannya. Ada beberapa hal yang menyebabkan siswa sulit untuk memahami dan menghafalkan Asmaul-Khusna adalah: a. Kurangnya minat dan motivasi siswa untuk belajar ; b. Guru tidak menggunakan strategi pembelajaran yang aktif ; c. Kurangnya sarana dan prasarana ; d. Lingkungan yang tidak kondusif dan kurang mendukung proses belajar siswa.
Oleh karenanya, strategi pembelajaran dirasa penting untuk diterapkan didalam mempelajari Asmaul-Khusna. Karena materi ini merupakan materi pokok yang harus siswa pahami, sebagai ungkapan dari sikap spiritual, kognitif dan psikomotoriknya.
Strategi pembelajaran Shorting Cards merupakan salah satu metode yang mengajak siswa untuk aktif dan melatih mereka untuk menghafal dan memahami. Shorting Cards ini merupakan salah satu strategi yang ditulis oleh Melvin L. Silberman dalam bukunya Active learning (101 Cara Belajar Siswa Aktif). Akan tetapi masih sangat jarang guru menggunakan strategi ini sebagai sebuah trobosan baru didalam kelas.
Berdasarkan  latar belakang  tersebut, maka upaya peningkatan hasil belajar PAI siswa materi Asmaul-Khusna menggunakan strategi Shorting Cards pada siswa kelas IX tahun 2017 menjadi salah satu permasalahan yang harus diteliti.

B.  RUMUSAN MASALAH

 Dari latar belakang permasalahan di atas maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut  :
1. Apakah penggunaan strategi pembelajaran Shorting Cards dapat meningkatkan hasil belajar  PAI Materi Asmaul Khusna siswa Kelas IX Tahun 2017?

C.  TUJUAN PENELITIAN

Seperti apa yang dijelaskan pada latar belakang dan rumusan permasalahan di atas,  tujuan  penelitian ini
1. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PAI siswa materi Asmaul-Khusna menggunakan Strategi Pembelajaran Shorting Cards kelas IX tahun 2017.

D.  MANFAAT PENELITIAN

1.   Bagi siswa , PTK ini bermanfaat untuk meningkatkan hasil belajar PAI khususnya materi Asmaul-Khusna.
2.   Bagi Guru khususnya peneliti bermanfaat untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran PAI sesuai dengan yang dikehendaki Kurikulum 2013.
3.   Bagi Sekolah  merupakan upaya  inovasi dalam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan Sekolah , khususnya dalam meningkatkan hasil belajar .





BAB II
LANDASAN TEORI

  1. LANDASAN TEORI 
Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses penelitian khususnya kuantitatif adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi hasil penelitian.
Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proporsisi yang disusun secara sistematis. Secara umum, teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (eIXplanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala.
  1. Strategi Pembelajaran
Strategi dalam kamus Poerwodarminto, artinya siasat perang. Konsep strategi ini memang pada mulanya banyak digunakan dalam bidang militer. Clausewits dalam karya instrumentalnya mengenai peperangan mendefinisikan strategi sebagai seni penggunaan peperangan untuk memperoleh tujuan perang. Dengan kata lain dikatakan bahwa strategi adalah membentuk rencana-rencana perang, memetakan atau menggambarkan jalannya tentara yang berbeda dan menyusun peperangan serta mengatur pertempuran yang harus diperjuangkan.
Berdasarkan pengetian tersebut strategi pembelajaran dapat diartikan: sebagai pola rencana dan pelaksanaan program pembelajaran yang menggambarkan perbuatan guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Dengan demikian dalam aplikasi strategi pembelajaran selalu terkait dengan pendekatan, metode, teknik pembelajaran.
Untuk lebih memahami strategi pembelajaran sekaligus sebagai bahan perbandingan, berikut ini kutipan beberapa pengertian strategi menurut para ahli:
1)      Dick dan Carey (1978:106)
Suatu strategi pengajaran itu memerincikan komponen-komponen umum dari seperangkat bahan/materi pengajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan terhadap materi tersebut guna mengungkapkan hasil-hasil belajar tertentu dari siswa.
2)      Taba (1965:48)
Strategi mengajar adalah sebagai pola dan tata urutan perilaku guru yang direncanakan untuk mengakomodasikan semua variabel yang dianggap penting, dilakukan secara sadar dan secara sistematis.
3)      Joyce (1967:94)
Strategi instruksional merupakan keputusan-keputusan tentang bagaimana mengorganisasikan siswa, materi pelajaran, dan ide-ide untuk meningkatkan belajar siswa. Di dalam strategi ini ditentukan pula tujuan-tujuan pembelajaran kelas, hal-hal apa saja yang akan dievaluasI.
4)      Raka Joni (1980:1)
Dalam konteks belajar mengajar, strategi berarti pola umum perbuatan guru-guru dan sisa di dalam perwujudan KBM. Keumuman pola dalam arti macam dan urutaan perbuatan yang dimaksud, berarti bahwa ia nampak dipergunakan dan/atau diperagakan guru-siswa di dalam bermacam-macam peristiwa belajar.
Konsep strategi dalam hal ini menunjuk kepada karakteristik abstrak dari pada rentetan perbuatan guru-siswa di dalam peristiwa belajar mengajar. Sedangkan rentetan perbuatan guru-siswa dalam suatu peristiwa belajar mengajar aktual tertentu disebut prosedur instruksional. 
5)      Ahmad Kosasih Djakiri (1982:8)
Secara umum pengertian strategi dapat diartikan:
a.       Pola rencana (program) dan pola pelaksanaan (rencana pelaksanaan) dari suatu program, jadi mencakup program dan rencana pelaksanaannya.
b.      Pola rencana dan pelaksanaan suatu pengajaran atau rencana (perencanaan) pelaksanaan pengajaran agar mencapai sasaran atau tujuan secara tepat guna, efektif, dan efisien. 
6)      Romiszowski, dalam Rianto, (2002:2)
Strategi pembelajaran adalah seperangkat metode yang dipilih dalam melaksanakan suatu program pembelajaran      
7). Wiranata, (2007)
Secara sederhana, strategi dapat diartikan sebagai serangkaian langkah yang dipilih untuk mencapai tujuan atau target (a way of achieving target)
8) Degeng, 1997
Dalam bukunya berjudul “Strategi Pembelajaran”  yang diterbitkan oleh  IKIP Malang mengemukanan bahwa strategi pembelajaran  diacukan sebagai penataan cara-cara ini sehingga terwujud suatu urutan langkah-langkah prosedural yang dapat dipakai untuk mencapai hasil yang diinginkan.
  1. Strategi Pembelajaran Shorting Cards
Strategi Shorting cards merupakan sebuah strategi yang diadaptasi dari buku Active Learning karya Melvin L. Silberman. Strategi Shorting Cards merupakan aktivitas kerjasama yang bisa digunakan untuk mengerjakan konsep, karakteristik klasifikasi, fakta benda, atau menilai informasi. Gerak fisik yang ada didalamnya dapat membantu menggairahkan siswa yang merasa penat.
Langkah-Langkah strategi Shorting Cards adalah:
a.       Beri siswa kartu indeks yang berisi informasi atau contoh yang cocok dengan satu atau beberapa kategori. Dalam hal ini nama-nama Asmaul Khusna ditulis dalam 198 kartu indeks. 99 kartu ditulis huruf arab dari asmaul khusna, sedangkan 99 kartu lainnya ditulis arti dari Asmaul-khusna tersebut.
b.      Kemudian perintahkan siswa untuk berkeliling ruangan dan mencari siswa lain yang kartunya memiliki makna yang sama.
c.       Perintahkan para siswa yang memiliki kartu dengan kategori yang sama untuk menjadi satu kelompok. Kemudian guru memerintahkan mereka untuk memberikan tanya jawab kepada siswa lainnya secara bergilir mengenai makna dari Asmaul Khusna mereka.
d.      Ketika setiap siswa mengajukan pertanyaannya kepada kelompok lain, kemukakan pelajaran-pelajaran atau poin-poin yang penting.
  1. Manfaat Dari Penerapan Strategi Shorting Cards
a.       Melatih daya ingat siswa terhadap sesuatu hal, khususnya nama-nama dalam Asmaul Khusna yang berjumlah sebanyak 99.
b.      Membuat siswa aktif dan kreatif didalam proses pembelajaran didalam kelas, sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan, terarah dan tidak monoton.
c.       Melatih siswa untuk mampu bersaing secara sehat dan jujur dalam setiap hal.
d.      Melatih hubungan sosial antar siswa didalam kelas.
2. Hasil Belajar
1.   Pengertian hasil belajar
Hasil belajar adalah efek yang ditimbulkan karena penggunaan metode yang berbeda dibawah kondisi yang berbeda. (Degeng, 1989). Setiap pembelajaran membawa efek atau dampak, baik langsung maupun tidak langsung. Hasil belajar langsung berupa nilai hasil pengujian terhadap siswa, berupa angka-angka atau predikat-predikat tertentu, sedangkan efekt tidak langsung, hasil belajar yang masih tersembunyi (disiredable).
Hasil belajar yang masih tersembunyi masih berupa harapan-harapan perilaku atau sikap. Hal ini akan dapat diamati bila siswa sudah menunjukkan perilaku sesuai dengan kompetensi/tujuan pembelajaran yang diinginkan.
2.   Hasil belajar pengetahuan, sikap dan ketrampilan
Bloom, mengemukakan bahwa hasil belajar bisa berupa pengetahuan (kognitif), sikap (affektif) dan ketrampilan (psikomotor). Ketiga domain merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan sebagai wujud kompetensi seseorang.
Hasil belajar pengetahuan, lebih mengandalkan kognisi seseorang, Kognisi ini merupakan dasar seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuati.Dalam pembelajaran yang berbasis kompetensi seperti Standar Isi, kompetensi pengetahuan diperoleh dan dibangun melalui pengelaman belajar yang dialami siswa. Pengalaman belajar lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar, tidak diceramahi guru.
Sedangkan hasil belajar afektif, lebih memperlihatkan pada hasil belajar sikap, intuisi, perasaan, olah rasa, oleh hati dan kecenderungan seseorang untuk tidak berbuat atau berbuat sesuatu.
Hasil belajar psikomotor lebih memperlihatkan hasil belajar ketrampilan seseorang melalukan, mengoperasional, mengurutkan prosedur, sesuatu  yang ia pelajari.
Di antara para pakar pendidikan dan psikologi tidak memiliki definisi dan perumusan yang sama mengenai pengertian hasil belajar. Namun di antara mereka memiliki pemahaman yang sama mengenai makna hasil belajar sebagaimana yang dikemukakan Dimyati dan Moedjiono, (2006:200) bahwa “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar atau tindak belajar”. Demikian pula dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Hasil belajar merupakan sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan oleh suatu atau dapat juga berarti pendapatan atau perolehan”.
Hamalik, (2001:34) menyebutkan ada 3 teori tentang hasil belajar yaitu: 1) Teori disiplin formal yang menyatakan bahwa ingatan, sikap, imajinasi dapat diperkuat melalui latihan akademis. 2) Teori unsur-unsur yang identik yaitu: siswa diberikan respon-respon yang diharapkan diterapkan dalam situasi kehidupan. 3) Teori generalisasi yaitu: menekankan pada pembentukan pengertian yang dihubungkan pada pengalaman-pengalamannya.

  1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hamalik (2001:32) menyebutkan “faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor pengalaman masa lampau, faktor kesiapan belajar, faktor minat dan usaha, faktor fisiologis dan faktor intelegensi”.
Menurut Uno Hamzah (2008:3) menyatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor guru, siswa, kurikulum dan lingkungan. Keempat faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1)      Faktor Guru
Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri, pola mengajar tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Gaya mengajar yang dilakukan guru mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep, psikologi, dan kurikulum.
2)      Faktor Siswa
Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian, kecakapan, yang dimiliki masing-masing itu meliputi, kecakapan potensial maupun kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar.
3)      Faktor Kurikulum
Bahan-bahan pengajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan yang hendak dicapai.
4)      Faktor Lingkungan
Lingkungan meliputi keadaan ruangan, tata ruang dan berbagai situasi fisik yang ada disekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.
C.  Hubungan Strategi Pembelajaran  dengan hasil belajar PAI Materi Asmaul-Khusna
Reigeluth dan Merril (1979 dan 1983) mengklasifikasi variabel pembelajaran menjadi tiga yaitu:
(1)   instructional conditions
(2)   instructional methods, and
(3)   instructional outcomes
Instructional methods, didefinisikan sebagai cara-cara yang berbeda untuk mencapai instructional outcomes yang berbeda dibawah instructional conditions yang berbeda. Berarti strategi pembelajaran merupakan komponen variabel dari instructional methods (Degeng, 1997:10). Pada dasarnya semua variabel yang diklasifikasi ke dalam metode pembelajaran dapat dimanipulasi oleh perancang pembelajaran untuk dilihat tingakt keefektifannya untuk mencapai hasil pembelaajran yang diinginkan.
Instructional conditions, didefinisikan sebagai faktor yang mempengaruhi metode pembelajaran dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Variabel ini berinteraksi dengan metode pembelajaran, dan pada dasarnya tidak dapat dimanipulasi oleh perancang pembelajaran. Variabel ini harus diterima adanya, tetapi menjadi  bahan pijakan dalam penetapan metode pembelajaran. Contohnya seperti motivasi, minat, tingkat sosial siswa, bakat siswa, tingkat ekonomi dsb. Meskipun tidak bisa dimanipulasi, pada saat tertentu, ia dapat dimanipulasi. Pada saat seperti ini, posisinya berubah menjadi metode pembelaajran. Contoh: akan giat belajar, sebelum tes harian dilakukan, ada motivasi kepada siswa “ Anak-anak, minggu depan tes harian! Bagi anak-anak yang memperoleh nilai sempurna atau 100, maka akan mendapat hadian berupa .....”.  Ini berarti kondisi sebelumnya anak kurang berminat terhadap pelajaran ybs, oleh karena itu guru menggunakan cara-cara, agar perolehan hasil tes meningkat.
Instructional Outcomes, mencakup semua akibat yang muncul dari penggunaan suatu methode di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda. Akibat-akibat inilah yang dapat dijadikan indikator ketercapaian kompetensi dasar. Oleh karena itu indikator ketercapaian kompetensi dasar, dapat berupa
(1) hasil pembelajaran yang nyata (actual otucomes)
(2) hasil pembelajaran yang diinginkan (disired outcomes)  (Degeng, 1997:11)
.Berdasarkan uraian di atas, maka kedudukan strategi pembelajaran ada pada variabel instructional methods dan ini sangat penting dikuasai oleh guru ketika merancang pembelajaran. Ketika seorang guru akan melaksanakan pembelajaran dari rancangan yang telah disiapkan,  maka bagaimana menata materi pembelajarannya, bagaimana menyajikannya, serta alat apa yang digunakannya, disitulah peran dan kedudukan strategi pembelajaran.
Berdasarkan pola tersebut di atas, maka hubungan  strategi pembelajaran dengan hasil belajar merupakan hubungan kausalitas. Artinya hasil belajar sangat dipengaruhi oleh pemilihan strategi pembelajaran, sebaliknya hasil belajar yang diinginkan juga menjadi perhatian yang serius dalam memilih stratregi pembelajaran..

  1. KERANGKA BERPIKIR
Penerapan strategi shorting card akan membuat peserta didik berperan aktif didalam proses pembelajaran. Mereka akan menjelajahi ruangan kelas dan mulai beradaptasi kepada teman-temannya. Sehingga pengalaman-pengalaman yang mereka dapatkan dari proses pembelajaran dikelas akan melekat secara nyata dalam diri mereka.
Penerapan strategi shorting cards akan membantu siswa sebagai subyek didalam proses pembelajaran, yang mana menjadi salah satu ciri khas dari kurikulum 2013. Ketika mereka menjadi subyek didalam kelas, maka mereka belajar bagaimana menyelesaikan masalah yang mereka hadapi didalam kelas. Penyelesaian masalah ini dapat berdampak positif pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah diluar sekolah.
Pengalaman-pengalaman yang menarik dari penerapan strategi shorting cards akan membantu siswa berminat dan termotivasi dirinya untuk terus belajar dan menghafalkan Asmaul Khusna.
Ketika guru menerapkan strategi shorting cards, maka ini merupakan sebuah terobosan baru dan inovasi baru didalam pendidikan, dimana siswa menyadari bahwa pembelajaran di sekolah sangat menyenangkan untuk diikuti. Ketika siswa senang dan berminat untuk belajar, maka ilmu yang diajarkan menjadi lebih mudah diterima dan dipahami siswa. Begitu juga akan  berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah.
  1. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan uraian di atas, maka hikpotesis tindakan adalah “ Ada peningkatan hasil belajar PAI materi Asmaul-Khusna melalui penggunaan strategi pembelajaran Shorting Cards Siswa kelas IX Tahun 2017.


BAB III
METODE PENELITIAN
A.     SETTING PENELITIAN
Tempat penelitian akan dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Depok yang menjadi salah satu sekolah pelaksanaan Magang 1. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Depok dikarenakan permasalahan yang diambil dan diamati berasal dari pengamatan di SMP Muhammadiyah 3 Depok.
B.     SUBYEK PENELITIAN
1.      Subyek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas IX SMP Muhammadiyah 3 Depok yang berjumlah 35 orang. Siswa di kelas ini dipilih sebagai subjek penelitian karena ditemukan permasalahan-permasalahan yang ditemukan seperti yang telah dipaparkan pada latar belakang.
2.      Obyek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: a)  keaktifan belajar siswa, dan b)  hasil belajar siswa, dan c) respon siswa terhadap proses pembelajaran PAI materi Asmaul Khusna dengan strategi Shorting Cards.
C.     SUMBER DATA
Sumber data diambil dari hasil ulangan siswa mengenai Asmaul-Khusna. Kemudian dari sumber data yang ada, peneliti menerapkan strategi shorting cards dan membandingkannya dengan hasil ulangan setelah strategi diterapkan didalam kelas.
Sumber data lainnya didapatkan dari wawancara serta observasi kepada siswa mengenai strategi shorting cards yang diterapkan didalam kelas. Dalam hal ini angket dapat diberikan kepada siswa sebagai salah satu bentuk dari evaluasi pada proses pembelajaran. Sehingga diharapkan dari hasil evaluasi ini perbaikan-perbaikan akan dapat dihasilkan sebagai penyempurna penelitian.
D.     TEKNIK DAN ALAT   PENGUMPULAN DATA
       Beberapa instrumen penelitian yang digunakan dalam PTK ini adalah lembar observasi untuk aktivitas siswa dan kinerja guru selama pelaksanaan tindakan, soal pretes dan postes, jurnal kegiatan pembelajaran, dan angket yakni para tindakan dan post tindakan, dan pedoman wawancara .
       Jenis data, instrumen data, kriteria keberhasilan tindakan pembelajaran dapat disampaikan pada Tabel berikut.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang fungsinya adalah: (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu, (2) untuk menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai, dan (3) untuk memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149). Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individual maupun secara klasikal. Di samping itu untuk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa sehingga dapat dilihat dimana kelemahannya, khususnya pada bagian mana TPK yang belum tercapai. Untuk memperkuat data yang dikumpulkan maka juga digunakan metode observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh teman sejawat untuk mengetahui dan merekam aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.

E.      ANALISIS DATA
                  Analisis data peneliti lakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi terhadap proses dan hasil belajar siswa dengan langkah sebagai berikut.
1.   Melakukan reduksi, yaitu mengecek dan mencatat kembali data-data yang telah terkumpul.
2.   Melakukan interpretasi, yaitu menafsirkan selanjutnya diwujudkan dalam bentuk pernyataan.
3.   Melakukan analisis hasil observasi guru terhadap pelaksanaan diskusi
4.   Melakukan analisis terhadap proses hasil pengamatan guru terhadap presentasi siswa
5.   Melakukan analisis inferensi, yaitu menyimpulkan apakah dalam tindakan pembelajaran ini terjadi peningkatan proses dan hasil belajar siswa atau tidak berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan bersama observer.
6.   Tahap tindak lanjut, yaitu merumuskan langkah-langkah perbaikan untuk siklus berikutnya.
7.   Pengambilan kesimpulan, diambil berdasarkan analisis hasil observasi yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian dituangkan dalam bentuk interpretasi berupa kalimat pernyataan.
                     Dari ketujuh  langkah tersebut di atas, selanjutnya menetapkan pedoman peningkatan hasil  belajar PAI materi Asmaul-Khhusna  kelas IX SMP Muhammadiyah 3 Depok dengan indikator sebagai berikut:
1.   Hasil belajar meningkat jika skor postes siklus I meningkat dari pretes dan skor postes siklus II meningkat dari postes siklus I, dengan standar ketuntasan  belajar secara individu sebesar ³ 70.
2.   Aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung melalui diskusi meliputi keterampilan kognitif (kemampuan beragumentasi), psikomotorik (kemampuan bekerja sama) dan afektif (kemauan menghargai orang lain) dinyatakan meningkat jika mengalami peningkatan dari siklus ke siklus.
3.   Penilaian aktivitas siswa melalui penyelesian LKS, laporan hasil observasi , dan pemahaman siswa terhadap aplikasi Badan Usaha , dinyatakan meningkat jika mengalami peningkatan dari  siklus  ke siklus
4.   Berdasarkan angket, respon siswa menyatakan setuju dengan tindakan pembelajaran konstruktifistik tentang Badan Usaha  sebesar ³ 75%.



F.      INDIKATOR KINERJA
Tabel Jenis Data, Instrumen Data, Kriteria
Keberhasilan Tindakan Pengajaran
No
Jenis Data
Instrumen Data
Indikator Keberhasilan
1.
Aktivitas siswa
a.         Penyelesaian LKS, laporan hasil observasi
Nilai Kelompok untuk menyelesaikan LKS, menyusun laporan ilmiah mencapai ≥70, dan jumlah kelompok yang memperoleh skor ≥70 sebanyak ≥75% serta meningkat dari siklus ke siklus






2.






Penilaian hasil belajar
b.         Lembar observasi proses belajar (keterampilan kognitif, psikomotorik dan afektif)

 Pretesst dan postest

Skor kelompok mencapai ≥ 70, dan meningkat dari siklus ke siklus


Hasil postest > 75 %

G.     PROSEDUR PENELITIAN
1.      Tahap Perencanaan Tindakan
            Pada tahap ini hal-hal yang dilaksanakan peneliti adalah sebagai berikut:
a.         Membentuk kelompok-kelompok diskusi dan  observasi dengan    anggota masing masing kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa.
b.         Menyusun rencana pembelajaran sesuai dengan strategi pembelajaran  konstruktifistik dengan kegiatan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1). Menyusun rencana pembelajaran untuk setiap pertemuan yang didalamnya memuat skenario pembelajaran sesuai dengan strategi yang dipilih yaitu pembelajaran konstruktifistik dengan peta konsep kelompok (ada tiga rencana pembelajaran).
2).        Menyusun LKS sesuai dengan kegiatan pembelajaran pada setiap pertemuan.
2.      c.   Menyusun instrumen pengumpul data yang berbentuk tes dan non tes, langkah-langkahnya sebagai berikut: 1). Menyususn soal pretest  dan posttest ,2) menyusun angket untuk siswa .
 d. Menyusun lembar observasi untuk siswa yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran selama PTK  berlangsung, disertai dengan pedoman observasi.
e. Menyusun lembar observasi kinerja guru untuk setiap pertemuan. Lembar observasi ini digunakan sebagai pedoman penilaian oleh observer tehadap aktifitas siswa dalam pembelajaran
 f. Mengisi jurnal kegiatan pembelajaran berupa catatan tentang berbagai hal yang muncul saat tindakan pembelajaran berlangsung bagi aktivitas siswa maupun aktivitas guru.
g. Menyusun soal tes (pretes dan postes). Sebelum menyusun soal, terlebih dahulu peneliti menyusun kisi-kisi soal dan pedoman penilaian. Pretes dilaksanakan sebelum pelaksanaan tindakan siklus I dan postes dilaksanakan setelah pelaksanaan tindakan siklus I.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
            Langkah pelaksanaan tindakan yang akan diterapkan oleh peneliti tertuang dalam rencana pembelajaran.  Langkah-langkah pelaksanaan tindakan  sebagai berikut:
Tabel Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus I
Kegiatan Guru dan Siswa
Evaluasi
-      Guru memberi motivasi pada siswa dengan menyampaikan kompetensi dasar yang ingin dicapai melalui strategi pembelajaran shorting cards
-      Diadakan pretest
Penilaian performance siswa
Dan pretest
-   guru membagikan siswa 35 kartu berisi Asmaul Khusna. 13 Orang mendapatkan kartu Nama Asmaul Khusna, sedangkan 13 orang mendapatkan kartu arti dari asmaul khusna.
-   Siswa menyebar, dan mencari teman yang memiliki nama dan arti yang sesuai dengan ketentuan asmaul khusna.
Penilaian kinerja dalam penerapan strategi shorting cards
Siswa berkumpul bersama pasangannya dan memberikan pertanya mengenai kartu yang dibawanya kepada kelompok lain.
Penilaian kinerja siswa dalam kuis
-   siswa menjelaskan sedikit mengenai apa yang mereka ketahui tentang asmaul khusna yang mereka dapatkan
Penilaian kinerja dalam presentasi
-   Guru melakukan klarifikasi berdasarkan laporan yang dipresentasikan siswa

-   Diadakan posttest
-  Siswa melakukan revisi laporan hasil observasi lapangan
Penilaian laporan hasil observasi  dan postest


3.      Tahap Observasi
            Observasi  dilaksanakan oleh Guru bersamaan dengan pelaksanaan tindakan siklus I mulai dan pertemuan pertama hingga keempat. Observasi ini digunakan untuk merekam segala aktivitas siswa dan kinerja guru selama tindakan pembelajaran kooperatif. Setelah pembelajaran berakhir pada setiap pertemuan peneliti mengadakan diskusi dengan para observer untuk mengetahui temuan-temuan selama tindakan pembelajaran sebagai bahan refleksi. Hasil observasi selanjutnya dianalisis untuk diperbaiki pada pertemuan berikutnya. Dalam melaksanakan observasi ini, Guru menggunakan instrumen dan format observasi.


DAFTAR ISI
Arikunto, SuharsimiProsedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”,  (Jakarta: 2002), Rineksa Cipta.
Danim, Sudarwan “Pengantar Kepedidikan (Landasan, Teori, dan 234 Metafora Pendidikan)”, (Bandung: Alfabeta, 2011).
Degeng,  Strategi Pembelajaran. (Malang:1997) , IKIP Malang.
Mudjiyono dan Dimyati Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, (Jakarta: 2006), Depdikbud.
Oemar, Hamalik, Proses Belajar Mengajar. (Jakarta: 2001), Bumi Aksara.
Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2006 Pasal 2006 ayat 1
Silberman, Melvin “Active Learning (101 cara belajar siswa aktif)”, Nuansa Cendekia, (Bandung:2014).
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D)”, (Bandung: Alfabeta, 2015).
Uno, Hamzah,  Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:2008, Bumi










Outsourcing Sumber Daya Manusia

Outsourcing Sumber Daya Manusia Oleh: Cahyani Susan Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan bisnis saat ini menuntut p...